LITA SULISTYANINGTYAS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Kenangan Bersama Bunda

Kenangan Bersama Bunda

Pagi itu, Rabu 24 April 2018. Seperti biasanya ku bersikan bundaku. Mulai dari rambut, yang tinggal sedikit karena banyak yang rontok, dilanjut membersihkan muka. Seperti sedang bercermin, kupandangi wajah bundaku yang sudah tak muda lagi. Kulit yang mengerut disana sini, menambah tua wajah bundaku. "Pagi ini kita sarapan bubur yaa bunda." Bujukku, karena sejak pulang dari rumah sakit, tiga hari yang lalu bunda belum juga mau makan. Kadang sedikit bubur dimakannya, satu dua sendok. Selebihnya aku yang makan. Bunda tidak menjawabku.

Diwajahnya hanya tersungging senyum. "Habis makan, kita minum obat lagi, bunda." Lagi aku coba merayunya. "Aku sudah bosan minum obat. Rasanya tidak enak. Obatnya pun tidak membuat ku sembuh." Jawab bunda sedih.

Insya Allah bunda nanti juga sembuh koq." Jawabku sambil terus membersihkan bunda, mulai dari leher, badan, punggung, lengan kanan dan kiri. "Aku jangan dikasih obat terus, Lita." Katanya merajuk. "Kasihan anak-anak, harus tebusin obat sampai berjuta-juta, tapi akunya ga sembuh-sembuh." Bunda mulai menangis. Air matanya menetes di kedua pipinya yang lembut. Aku mengusapnya dengan selembar tissue yang tergeletak di atas kasur.

Air mataku pun ikut menetes, tak kuasa kutahan. Bunda sudah 16 tahun menderita gula, jantung dan hipertensi.

Diagnosa dokter kemarin sebelum pulang adalah penyempitan jantung sebelah kiri, dan pembengkakan yang sebelah kanan. Selain itu kedua paru sudah terendam.

Bunda sepertinya sudah pasrah dengan semuanya. Wanita tangguh yang telah melahirkanku 48 tahun lalu, kini terkulai lemah tanpa daya. Hanya dzikir dan doa yang terus kupanjatkan pada Illahi Rabb.

Kusisir sejumput rambutnya yang nenjuntai. Kukepang rapih seperti pintanya. "Bunda sudah cantiq dan wangi sekarang." Sambil kukecup keningnya. "Aku ga tau, apa masih bisa puasa dan lebaran lagi tahun ini, Lita." Matanya berkaca-kaca. Menerawang ruang kamar berAC di rumah kakakku. "Insya Allah, bunda." Hanya itu kalimat yang keluar dari mulutku. Lalu aku terdiam seribu bahasa. Bubur yang kuulurkan ke mulut bunda ditepisnya sambil berucap " Kamu usaha sekali kasih aku makan. Aku sudah tidak mau makan. Sudah tidak ada gunanya. Sudahlah cukup, jangan suruh lagi aku makan." Bunda berkata sedikit marah. Aku tak berani lagi menyuapi bubur. Bunda langsung merebahkan badannya. Meghadap jendela kamar memandangi taman.

Kakak laki-lakiku menjenguk ke kamar, dia baru saja pulang dari Bali, tugas dari kantor. "Gimana? Jadi bunda kita bawa ke rumahnya? Bisakan kamu temani bunda beberapa hari ?" Tanyanya memastikan kesanggupanku bermalam di rumah bunda. Rumah bunda hanya berjarak 300 meter dari rumah kakakku. "Bisa mas, ayo sekarang saja. Bunda sudah minta pulang dari tadi." Lalu kakakku memarkirkan mobilnya di depan rumah. Setelah rumah bunda bersih dan rapih, kami berangkat menuju rumah bunda. "Bunda, kita pulang yaaa.. Mohon maaf bunda aku gendong yaa." Aku meminta izin menggendongnya.

Tubuh bunda terasa berat, dengan dibantu si bungsuku, dan kakak ipar, kami angkat bunda menuju mobil.

Di dalam mobil kakakku sudah menunggu untuk meraihnya dari dalam. Lalu kakak bertukar tempat denganku. Kakak pindah ke bangku kemudi, aku memangku bunda.

Aku merasakan bunda tidak merespon sama sekali. Biasanya bila mata kaki kanan nya tersenggol, bunda berteriak sakit. Tapi bunda diam membisu. Bahkan ketika bunda sampai di rumah. Bunda juga hanya memejamkan mata. Melihat mobil kakak sampai di rumah, para tetangga yang kangen tapi tidak bisa menjenguk ke rumah sakit. "Eyang, ini tante Ratna, Ini tante Ketut." Eyang adalah panggilan akrab para tetangga, karena bunda termasuk yang sepuh di lingkungan rumah.

Bunda hanya sedikit membuka mata. Tangannya bergerak-gerak hendak menggapai sesuatu. Tante Ratna menggamit tangan bunda. Sambil berurai air mata, tante bilang "Cepat sehat yaa Eyang, biar kita ngobrol lagi. Ini kaki saya sdh gak bisa digerakan. Sudah dibelikan obat sama Lina, tapi belum sembuh." Tante Ratna mencurahkan rasa rindunya dengan cerita panjang lebar tentang sakitnya, tapi bunda sudah tidak merspon.

Mata bunda kembali terbuka saat Oren, kucing kesayangan datang. Oren juga melepaskan rindu sama bunda. Oren naik ke atas perut bunda, dengan manja dia tidur-tiduran. Tapi bunda tetap tidak merespon. Hanya mata berkedip sebentar, lalu bunda kembali menutup mata.

Hari kian sore, sudah waktunya bunda ganti baju. Bunda tetap tidak mau makan, bahkan makanan yang coba kumasukan dikeluarkannya lagi. Akhirnya aku menyerah. Aku mengamati nafas bunda yang makin tersengal-sengal. Sesekali terdengar seperti sedang mengorok. Keras dan berat sekali. Aku tidak "nyaman" dengan kondisi bunda. Sesekali kudengungkan lafaz Laa Illah ha illallah.. terus dan terus. Aku tidak ingin meninggalkannya. Adzan maghrib berkumandang, segera aku laksanakan solat maghrib. Lalu kubaca beberapa ayat suci al qur'an didekatnya, sambil sesekali aku lafazkan Laa Illah ha illallah.. berulang-ulang di telinganya. Tiba-tiba nafas bunda tertarik keras, mulutnya berusaha mengucap sesuatu. Aku mulai menangis melihat kondisi bunda, sempat bunda "hilang" sesaat. Aku berteriak kencang "Bundaaaaaaaaa..." kembali bunda menarik nafasnya tapi kali ini, dengan derai air mata yang tak terbendung ku lafazkan lagi kalimat Laa Illaha Ilallah.. Bunda sudah pergi untuk selamanya..

Aku terus saja melafazkan kalimat itu.. terus dan terus seakan aku tidak ikhkas dengan kepergiannya.

Setelah tangisku berhenti. Aku hubungi kakakku lewat telefon. Dengan sisa tangisku, kakak faham bahwa bunda telah tiada. Tepat pukul 18.37, bunda berpulang ke penciptanya.

Reff:

Oooh bunda ada dan tiada dirimu kau selalu ada di dalam hatiku..

Bekasi, 4 Sepetember 2018

16.21

Ditulis di KRL menuju Bekasi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah.. Terimakasih bunda..

07 Sep
Balas

Luar biasa, kisah seorang bunda selalu syahdu dan mengetarkan jiwa. Salam bu lita

06 Sep
Balas



search

New Post