LITA SULISTYANINGTYAS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pinjam Meminjam di Anak

Pinjam Meminjam di Anak

Bismillah..

Pinjam meminjam barang di kalangan anak-anak sepertinya menjadi hal biasa, umum dan lazim atau bahkan trend. Mulai dari harga yang murah sampai harga yang mahal. Mulai dari tipe x rol (correction tape), kaos baju, topi, jam tangan, uang, CD, bahkan sepatu. Orang tua yang kurang memahami trend ini sepertinya menganggap hal biasa. Tapi ketika berujung masalah karena barangnya yang dipinjam rusak atau hilang, barulah terjadi berbagai pengaduan ke pihak sekolah.

Hendaklah orang tua juga mencermati barang-barang yang dibawa pulang oleh anaknya. Tanyakan jika ada barang yang bukan milik anaknya, untuk apa keperluannya dipinjam. Atau ke mana barang anaknya yang biasanya ada sekarang menjadi tidak ada. Dibalik kegiatan pinjam meminjam ini ada hal yang harus dipertanggungjawabkan oleh anak kita yang meminjam.Tanggung jawab terhadap keutuhan barang dari kerusakan atau kehilangan. Kemampuan untuk mengganti kerugian apabila barang tersebut rusak atau hilang. Mau tidak mau kita sebagai orang tua akan sangat terpaksa mengganti sebagai wujud tanggung jawab kita. Bagaimana jika barang itu mahal, susah dicari karena mungkin didapat dari luar kota atau luar negeri.

Segala upaya pasti kita lakukan untuk pertanggungjawaban atas kerusakan atau kehilangan dari barang yang kita pinjam. Bukan hanya melihat berapa rupiahnya, apalagi kalau rupiahnya besar, kecil saja repot. Tapi ada tanggung jawab besar yang harus dipikul ketika kita meminjam sesuatu. Kalau orang tuanya mampu mengganti, kalau tidak? Dampak dari kegiatan pinjam meminjam pada anak biasanya menjadi timbul permusuhan dan pertengkaran. Orang tua jadi saling emosi karena barang milik anaknya menjadi rusak atau hilang. Kegiatan anak di sekolah pun menjadi tidak kondusif karena adanya permusuhan di kelas yang sama atau antar kelas. Selain itu anak juga takut ke sekolah karena ancaman atau intimidasi dari si pemberi pinjaman.

Contoh kasus, ketika seorang anak A meminjam CD game anak B. Satu dua hari CD tidak kembali. Dan hal ini tidak diketahui oleh kedua orang tua. Ketika ditagih si A berkata lupa, lupa dan lupa. Akhirnya timbul perjanjian jika si A lupa lagi maka si B boleh mendendanya Rp. 2000,- . Ternyata di hari yang dijanjikan si A, lupa, maka ditagihlah uang tersebut. Tapi si A tidak punya uang, si B menjadi marah.

Esoknya si A tidak masuk karena takut ditagih lagi, padahal kegiatan tagih-menagih ini adalah tawaran yang diberikan oleh A kepada si B. Takut terus ditaggih, lama-lama si A jadi sering tidak masuk sekolah. Ketika ditanya orang tuanya kenapa sering tidak masuk, lantas si A memberikan kesaksian palsu alias berbohong dengan mengatakan bahwa si A dipalak oleh si B. Orang tua mana yang tidak geram mendengar anaknya dipalak? Alhasil tanpa melakukan konfirmasi atas laporan sang anak, orang tua datang ke sekolah dengan nada emosi.

Mengadukan kalau anaknya dipalak, orang tua langsung marah-marah mencari si B. Kegiatan yang awalnya hanya “sepele”, menjadi berbuntut panjang. Sekolah pun akhirnya, memanggil ke dua anak tersebut untuk menjelaskan duduk perkara kejadian tersebut. Sekolah juga memanggil beberapa anak untuk menjadi saksi atas kebenaran cerita tersebut. Si A langsung terdiam malu. Dia mengakui semua kesalahannya. Ternyata si A telah merusak CD si B, itulah sebabnya si A tidak bisa mengembalikan CD tersebut. Takut menyampaikan hal tersebut ke orang tuanya, si A malah membuat janji yang mengakibatkan masalah bertambah. Setelah proses pengusutan yang dihadiri oleh orang tua siswa selesai dan kesimpulannya ternyata anaknya sendiri yang salah, malulah orang tua si A. Sudah harus mengganti CD game yang ternyata rusak, mengganti "uang palak", malu pula datang ke sekolah sambil emosi.

Itulah mengapa saya sangat keberatan kalau mendapati anak saya membawa pulang barang milik temannya. Entah itu buku pelajaran, komik, topi, apalagi jam tangan. Saya khawatir tidak sanggup mempertanggungjawabkan apa yang dipinjamnya. Murah atau mahal, kalau rusak tetap harus tanggung jawab. Jam tangan G Shock milik temannya yang dipinjam tidak saya pikirkan kualitas KW atau Ori nya, tapi tanggung jawab yang harus dipikul. Jamnya langsung saya minta, di simpan dalam tas untuk besok segera dikembalikan. Coba kalau seandainya lupa pas berwudhu saat solat maghrib, jamnya tidak dilepas terus terkena air dan mengakibatkan jam menjadi rusak, maka menjadi perkara baru karena harus mengganti jam tersebut.

Janji adalah hutang yang harus ditagih dan dibayarakan juga.Hati-hatilah dalam hal pinjam meminjam. Cek dulu seberapa besar kepentingan dan keperluannya sehingga harus meminjam. Sebaiknya tidak perlu meminjam kalau tidak mampu mempertanggungjawabkannya, atau tidak ada kepentingan yang mendesak sehingga mengharuskan kita meminjam.

Semoga ini menjadi pembelajaran buat kita semua, untuk orang tua hendaklah cross check dengan barang yang bukan milik anaknya.

#Semua untuk pembelajaran anak2 saya..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sama2 pa yudha. Alhamdulillah kl barmanfaat.. Salam kenal yaa pa

22 May
Balas

Wah dapat pencerajan nih dari Bu Lita. Saya baru tahu ada transaksi pinjam di anak-anak pakai uang. Terima kasih infonya bu.

16 May
Balas



search

New Post