Ludiazzuhri

Guru di SDIT Al Fatih Cipayung Kota Depok Provinsi Jawa Barat. Seorang guru yang mulai kecanduan dengan dunia tulis menulis, ketika di amanahi sebagai PJ Litera...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mentari Yang Hilang

Mentari Yang Hilang

Mentari Yang Hilang

Oleh : Ludiazzuhri

Lelaki berumur 38 tahun itu masih duduk di dekat pusara. Sementara para pelayat satu-satu persatu meninggalkannya. Hatinya masih mendung dan berkabut. Ia tak mampu menahan butiran-butiran kristal yang meluncur dari netranya. Diusapnya ketiga pusara itu secara bergantian. Pusara itu adalah milik istri dan kedua anaknya yang masih balita. Tak pernah terbesit sedikitpun dalam benaknya, orang-orang yang dicintainya, separuh nafasnya, begitu cepat meninggalkannya. Dan kini sudah terbaring dalam pusara, untuk selamanya.

" Evan...sudahlah nak...ikhlaskan, agar istri dan kedua anakmu tenang di alam sana. Hanya doamu yang mampu membahagiakan mereka di sana. Ayo mari kita pulang, sebentar lagi akan turun hujan nak..". Seru Maryam sang ibu dengan lembut. Dipapahnya anak lelakinya yang terlihat rapuh dan lesu. Sebagai ibu ia sangat paham putranya begitu sangat kehilangan. Ketegaran dan kewibawaan yang biasanya nampak, kini lenyap tergerus duka yang mendalam. Evan bangkit perlahan meninggalkan pemakaman yang sudah mulai gelap. Langkahnya gontai dalam bimbingan ibunya. Tatapan matanya kosong seperti kehilangan harapan.

Masih terbayang dalam ingatannya, keceriaan pagi itu. Ketika Evan dan keluarga kecilnya bersiap-siap untuk liburan akhir tahun. Elisa istrinya sudah menyiapkan semua perbekalan. Fio anak pertamanya yang berumur 4 tahun tak kalah girang, karena mengetahui ia mau berangkat liburan ke pantai.

" Ayo papa...kita berangkat sekarang...Fio nggak sabar mau main pasir.." Rengek Fio dengan suara cadelnya.

"Iya sabar sayang...sebentar lagi kita juga berangkat..".Jawab Evan menenangkan.

"Pah...kita pamit dulu sama ibu, ayo sayang...pamit dulu sama nenek!". Ujar Elisa mengajak suami dan anaknya untuk pamit keibu mertuanya, yang kebetulan rumahnya dibelakang rumahnya.

" Nek...Fio berangkat dulu ya, di sana tempatnya indah nek, nenek nggak mau ikut?". Tanya Fio polos. Neneknya tersenyum melihat cucunya yang lucu menggemaskan.

" Nenek nggak bisa ikut sayang...nanti siapa yang nemenin kakek kalau nenek ikut..".

"Kakek sekalian aja ikut, biar liburannya seru". Sergah Fio bersemangat.

"Lain kali aja ya sayang...ingat di sana tidak boleh nakal ya, nurut sama papa dan mama'.

" Siap bos..!". Jawab Fio sambil memberi hormat. Sontak semua tertawa melihat tingkah Fio yang lucu.

" Elisa pamit ya Bu...maafin kalau Elisa banyak salah sama ibu dan bapak". Elisa mencium tangan mertuanya dengan takdzim.

" Kamu El...orang liburan cuma tiga hari, pamitnya kayak mau pergi selamanya". Seru Ibu pelan. Diciumnya sang menantu dengan kasih yang tulus. Elisa hanya tersenyum menanggapi perkataan mertuanya.

" Ya udah Bu..Evan pamit ya..'. seru Evan sambil mencium tangan ibunya.

" Ingat Van...jangan ngebut, nitip menantu dan cucu ibu...". Hardik Bu Maryam mengingatkan puteranya.

"In sya Allah Bu..". Jawab Evan singkat.

Karena perjalanan sedikit macet, jam 10.00 Wib mereka baru sampai di penginapan yang sudah mereka booking sebelumnya. Hotel yang mereka tempati berjarak kurang lebih 400 meter dari bibir pantai. Dikarenakan liburan akhir tahun hotel yang mereka booking penuh dengan pengunjung.

" Papa ayo kita ke pantai...Fio ingin main pasir". Rengek Fio ketika sudah sampai di hotel.

" Sebentar Fio...Papa bantu mama beres-beres dulu ya,". Jawab Evan dengan santai. Karena kelelahan akhirnya Fio pun ketiduran. Evan dan Elisa juga memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu, setelah berjibaku dengan kemacetan. Matahari juga sudah sangat terik. Bermain di pantai mereka pending jadi sore hari. Karena di sore hari udaranya lebih sejuk.

Setelah shalat ashar mereka bermain di pantai. Elisa menggendong bayinya dan menunggu di saung-saung yang tersedia. Evan dan Fio dengan asyiknya main pasir. Tanpa terasa matahari sudah mulai membenamkan diri di ufuk barat. Namun meski begitu masih banyak pengunjung yang enggan meninggalkan bibir pantai yang menampilkan pemandangan sore yang menakjubkan. Semburat-semburat siluet senja membentuk spektrum warna yang luar biasa. Laksana lukisan yang digoreskan dari tangan-tangan pelukis handal. Lukisan alam yang tersaji indah menunjukan kegungan Sang Maha Pencipta bagi orang-orang yang berfikir. Sebagian pengunjung memanfaatkannya untuk mengabadikan dengan smartphone mereka masing-masing untuk berswa foto dan berselfie.

Evan mengajak Fio untuk menyudahi permainan pasir. Elisa sudah terlebih dahulu masuk ke dalam hotel.

" Fio...ayo kita ke kamar nak...sudah hampir maghrib ini...!".

" Entar dulu pah...sebentar lagi, besok Fio ga bisa main pasir lagi soalnya...". Sergah Fio, masih asyik dengan istana pasirnya.

" Besok pagi kita bisa lanjutkan lagi main di pantainya'. Lanjut Evan.

"Besok pagi Fio mau pulang pah....".jawab Fio dengan santainya.

" Kita kan masih ada waktu dua hari lagi, ayuk ah...besok kita masih bisa main pasir sepuasnya". Seru Evan seraya mengangkat tubuh Fio.

Malam itu sepanjang pantai ramai dengan pengunjung yang sedang menikmati liburan. Dilengkapi dengan bulan purnama yang indah menghiasi hamparan langit yang penuh dengan bintang-bintang. Terdengar suara musik dari band ibukota yang menambah hangat suasana pantai. Sedikit yang menyadari malam itu lelehan air mata api dari gunung Anak Krakatau mengancam.

"Fio dan Faza sudah tidur mah...?". Tanya Evan mendekati istrinya yang sedang duduk di balkon menghadap pantai.

" Sudah pah..Lihat deh pah...gunung Krakatau itu mengeluarkan api, serem banget ya,.. jadi ingat film Krakatau, yang meletus dan mengakibatkan tsunami, jadi kebayang bagaimana kalau itu terjadi, ".

"Ssstttttt....orang lagi liburan kok ngomongin yang serem-serem sih, kita kan mau seneng-seneng". Sergah Evan, sambil meletakkan telunjuknya di bibir istrinya.

" Kita berprasangka baik saja sama Gusti Allah, in sya Allah semua baik-baik saja, ayo masuk, di sini dingin, nanti masuk angin". Seru Evan menenangkan.

" Maafin Elisa ya pah...". Gumam Elisa pelan.

" Mama aneh banget...mama' kan nggak salah, kok minta maaf". Jawab Evan heran. Diciimnya pucuk kepala istrinya lembut.

Baru saja mereka mereka masuk ke dalam kamar, tiba-tiba Elisa memegang tangan suaminya dengan kuat.

" Pah...papa dengar suara itu nggak?". Tanya Elisa panik. Ia berlari memasuki kamar dan meraup Faza dan menarik Fio yang sedang tertidur. Evan kebingungan dengan sikap istrinya yang tiba-tiba panik.

" Pan gendong Fio cepetan...".

Namun belum juga terpegang tangan Fio, tiba-tiba hempasan air yang sangat besar menerpa mereka. Kejadiannya sangat cepat. Evan mencoba bergerak menggapai tubuh Fio, namun terjangan air yang sangat besar menghempasnya lagi. Ia mencoba terus bergerak. Hingga ia merasa tiba-tiba semua menjadi gelap.

"Ini mimpi...ini mimpi...ini mimpi...tidakkkkk.....Elisa....Fio...Faza...". Evan bangun dengan tubuh yang bersimbah keringat.

" Sabar nak...istighfar...istighfar...". Maryam ibunya sudah duduk di tepi ranjang. Diusapnya peluh di dahi puteranya. Hatinya pun ikut sakit melihat penderitaan yang dirasakan anaknya.

" Mana Elisa bu? " Tanya Evan parau. Maryam tersenyum lembut, ditahannya kristal di netranya yang ingin menyembul keluar.

" Dia baik-baik saja nak...Elisa, Fio dan Faza sudah bahagia dan tenang di sana, kamu tidak usah khawatirkan mereka". Jawab Maryam dengan suara bergetar.

" Ini hanya mimpi kan Bu, Elisa pasti pulang kan Bu, jawab Bu, jawabbbb?". Sergah Evan berteriak. Dijambaknya rambutnya sendiri dengan kasar.

" Ini bukan mimpi nak, ini qadar dari Gusti Allah, yang harus kita terima, kita jalani dengan sabar dan ikhlas. Karena setiap ketentuan yang Allah berikan pasti yang terbaik. Bukan hanya kamu saja yang kehilangan mereka nak..., ibu, bapak dan semua saudara-saudara juga pasti kehilangan mereka."" Jawab Maryam lembut. Di usapnya punggung tangan puteranya dengan penuh kasih. Hatinya begitu tercabik melihat puteranya yang terluka. Tatapan matanya nanar dan kosong .

" Ayo sekarang bangun, lekaslah mandi, habis maghrib akan ada tahlilan, nggak baik kamu mengurung diri terus." Ditinggalkannya puteranya di kamar. Ia tak sanggup menahan sesak di dada yang ia tahan sejak tadi.

Selesai tahlillan, Evan beranjak ke belakang rumah. Tempat favoritnya bersantai bersama istri dan anak-anaknya dulu. Dinaikinya ayunan favorit Fio bermain. Taman kecil yang penuh dengan beraneka macam bunga. Bunga yang ditanam dan dirawat oleh Elisa istrinya. Evan menarik nafas berat. Masih tergambar jelas tingkah anaknya yang berlarian, yang minta didorong ayunannya. Tergambar bayangan Elisa yang sedang menyiram tanaman. Evan tak mampu menahan sesak di dada. Ia pun terisak pelan. Ia menyesal tidak bisa mencerna perkataan anak dan istrinya diakhir kebersamaannya. Seandainya ia menyadarinya, ia akan ajak pulang istri dan anaknya sore itu juga.

Terngiang jelas di gendang telinganya percakapan terakhir dengan Fio di pantai sore itu.

" Fio...ayo kita ke kamar nak...sudah hampir maghrib ini...!".

" Entar dulu pah...sebentar lagi, besok Fio ga bisa main pasir lagi soalnya...".

Juga percakapannya dengan Elisa istrinya malam itu. Evan menyesal mengapa dia tak menyadarinya, kalau itu adalah isyarat. Dijambak rambutnya yang berantakan dengan frustasi. Buliran bening tak mampu untuk bertahan. Meluncur bebas membasahi wajahnya yang kuyu. Evan tergugu dalam gelapnya malam. Ia merasa hidupnya gelap. Istri dan anaknya ibarat mentari yang menerangi dan mewarnai langkah dan hari-harinya. Istri dan anaknya adalah penyemangat hidupnya. Namun kini mereka meninggalkannya untuk selamanya. Tak ada lagi wajah teduh yang menyambutnya saat pulang kerja. Tak ada lagi suara celotehan dan rengekan dari anaknya. Tak ada lagi suara tangisan bayi dimalam hari, saat popoknya basah. Hidupnya hampa.

Wanita, anak dan harta adalah ujian bagi seorang laki-laki. Saat kehilangan satu diantaranya serasa dunia berhenti berputar. Hanya imanlah yang bisa dijadikan sandaran. Berserah diri pada Allah dengan seikhlas-ikhlasnya adalah kekuatan untuk bisa berdiri tegak dan menatap ke depan melanjutkan kehidupan. Meski itu berat...tapi yakinlah kita pasti kuat, karena sesungguhnya Allah menguji tidak akan di luar batas kemampuan hambanya.

Depok, 28 Desember 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masya Allah...

28 Dec
Balas



search

New Post