LUFTIA HANIK

Lahir di kota Wali Demak Jawa Tengah sebuah Kota Religius yang santun. Domisili di kota Semarang. Suami asal Malang. Berputra 2 anak, si sulung lulusan sarjana...

Selengkapnya
Navigasi Web
SANG JUARA

SANG JUARA

Keberhasilan dan kesuksesan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Bagaimana dia dapat melawan segala rintangan dan hambatan yang datang menyergapnya? Bagaimana dia dapat mengusir rasa malas yang hinggap di dadanya? Apabila tidak ada niat dan kesadaran, maka penyesalanlah yang akan didapatnya. Juara tidak harus menang dalam sebuah kompetisi tetapi juara yang telah mampu mengalahkan rasa malasnya untuk bangkit dari keterpurukannya.

Boy, demikian panggilan akrabnya.Salah satu siswa saya yang kurang begitu istimewa, dia hanya siswa biasa-biasa saja. Dia pun jarang tampil untuk berperan di sekolahnya, tidak juga sebagai aktifis. Saya selalu memperlakukan mereka dengan tidak membeda-bedakan. Bukan karena pintar, bodoh, ganteng, jelek, miskin atau kaya. Saya mengenal Boy, di saat mendapat tugas mengajar di kelasnya 12 TKR4. Jurusan TKR (teknik kendaraan ringan) disekolah saya termasuk jurusan yang favorit. Mayoritas siswanya laki-laki. Meski ada jurusan-jurusan yang lain sejumlah 7 jurusan, namun siswa di jurusan TKR ini paling banyak siswanya.

Siswa saya disini, termasuk kalangan golongan menengah ke bawah. Maklumlah sekolah kejuruan sering diidentikkan dengan mereka yang mau dan siap kerja. Saya sangat sadar, bahwa orang tua siswa di sekolah ini sangat menaruh harapan yang besar untuk sang buah hatinya. Meski begitu, saya tetap semangat mendampingi para siswa tanpa pandang bulu. Terkadang, ada beberapa siswa yang harus membantu orang tuanya bekerja sepulang sekolah hingga larut malam. Bahkan, siswa yang yang dalam tanda kutip seperti ini sering mengantuk saat pelajaran berlangsung. Oleh karenanya, kalau sampai ada siswa yang datang terlambat ke sekolah, PR belum dikerjakan, atau tidak siap mengikuti tes harian, semestinya harus di lihat dulu latar belakang penyebabnya. Jika pas jam pelajaran matematika, saya sudah paham dengan kondisi seperti ini. Biasanya siswa akan saya minta untuk cuci muka. Sangat tidak efektif jika dibiarkan saja.

Boy termasuk salah satu siswa dari keluarga tidak mampu. Perhatianku agak sedikit terusik, manakala hampir 1 semester Boy jarang masuk sekolah. Kehadirannya bisa dihitung dengan jari, katanya karena sakit. Karena tempat duduknya persis berada dihadapan meja guru tepat di pojok depan sebelah pintu masuk kelas, maka saya jadi hafal sekali. Hingga pada suatu saat di awal bulan Desember 2014. Saya mencoba untuk mengajaknya bincang-bincang. Namun jawabannya sangat ketus, seakan-akan dia tidak butuh dan tidak peduli dengan kondisinya. Saya menjadi tertarik untuk mengetahui siapakah sebenarnya Boy itu? Sebenarnya saya tidak punya kepentingan apa-apa terhadapnya. Hanya Karena dia sudah kelas XII, maka saya terpanggil ingin membantu permasalahan yang sedang dihadapinya. Kesan pertama saat bertemu dengannya, saya bias menyimpulkan bahwa dia termasuk anak yang keras kepala. Dia bahkan merasa risih dan menganggap tabu, saat saya menanyakan tentang sakit yang dideritanya. Hampir 1 semester dia tidak masuk sekolah karena sakit. Itu bukan waktu yang pendek. Wajar kalau saya ikut mengkhawatirkannya. Karena waktu ujian nasional yang semakin dekat. Tinggal 4 bulan lagi. Diapun tertinggal banyak materi, namun uniknya dia masih tenang-tenang. Saya sendiri pun heran, kenapa saya begitu repot memikirkan dia. Tetapi sekali lagi, hati saya terpanggil untuk membantunya, barangkali sakitnya sudah serius dan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kalau betul seperti itu kasihan dia. Mumpung belum terlambat. Siapa tahu, saya masih bisa membantunya, entah dalam bentuk materi maupun non materi.

Dari awal perbincangan itu, saya penasaran ingin mengorek kebenaran bicaranya. Sakit, demikian yang saya ingat. Risih dan juga tabu. Katanya lagi, saya tidak perlu repot-repot bantu dia. Hem…. Hari demi hari mulai saya dapatkan beberapa informasi dari beberapa teman guru jurusan ( tempat praktek perbengkelan Boy ). Dia termasuk siswa yang rajin kalau di bengkel. Tugas-tugasnya pun selalu beres. Bagus sekali ini. Sedangkan informasi dari guru BK (Bimbingan Konselling) , Boy sering ijin jika pelajaran di NA ( Normatif Adaptif ) khususnya pada pelajaran matematika, alasannya Karena sakit. Sayapun tidak kurang akal. Saya coba tanyakan pula pada guru-guru lain yang mengajarnya Dan Saya mulai mengarah ke wali kelasnya. Saya amati satu persatu kehadirannya pada semua mata pelajaran. Saya mulai meraba-raba dan agak sedikit curiga, wah ketemu nih jawabannya.

Di suatu hari setelah apel bendera, secara kebetulan Boy berada di barisan paling belakang. Sementara saya persis berdiri dibelakangnya. Selesai apel bendera, segera Boy saya ajak duduk di bawah pohon di pinggir lapangan dengan setengah memaksa. Raut muka Boy masih terlihat bingung. Ketika saya mulai menjelaskan, dia agak sedikit tenang. Lalu Boy saya ajak ngobrol tentang kesehatannya, dan pelajarannya. Namun sikapnya tak juga melunak. Dia masih bersikeras, tidak mau mengatakn apa-apa pada saya. Akhirnya saya pun bicara dengan tegas, saya sampaikan bahwa dia sering tidak masuk sekolah selama ini Karena malas mengikuti pelajaran matematika. Dia kaget dan heran mendengar penuturan saya. Dia pun mulai tertunduk dan tidak berani menatap wajah saya. Waktu ujian sudah tidak lama lagi. Tidak ada waktu lagi umtuk bermalas-malasan kalau tidak ingin menyesal nantinya. Demikian saya mencoba menjelaskannya lagi.

Tatkala terdengar bel masuk pertanda jam pertama akan dimulai. Saya segera beranjak hendak ke ruang guru namun Boy masih diam termenung. Sambil saya julurkan tangan ke hadapannya, saya mencoba meyakinkannya lagi. Belum ada kata terlambat untuk meraih sukses. Juga saya katakan padanya, kalau saya siap membantu sepenuhnya. Kemudian saya bergegas menuju ruang guru dan bersiap-siap mengajar. Sementara Boy juga terus berdiri sambil berjalan dengan wajah galaunya.

Tiga hari kemudian, saat saya hendak mengajar dikelasnya. Tiba-tiba Boy sudah berdiri persis dihadapan saya. Dengan sigapnya langsung mengangkat tas kerja yang berisi perangkat mengajar dan buku-buku latihan soal UN matematika. Aneh banget anak ini. Semoga saja dia sudah menyadari kekeliruannya selama ini, demikian dalam hati saya.

Setibanya di kelas, teman-temannya pada suit-suit melihat kedatangan kami berdua. Teman-temannya pada meledek Boy, tidak seperti biasanya dia hadir. Teman-temannya pun pada heran, baru kali ini Boy berjalan beriringan bersama bu gurunya. Sambil tersenyum-senyum simpul, dengan PD (percaya diri) nya dia tidak mempedulikan siutan teman-temannya itu. Dia bahkan terlihat gembira sekali pada hari itu.

Menjelang UN sudah menjadi tradisi dan tidak asing lagi, mata pelajaran yang di UN kan akan mendapat prioritas. Pembahasan / drill soal, maupun berbagai trik dan strategi di berikan oleh sang guru. Demi meraih sukses UN. Dimanapun pasti dijumpai hal yang sama. Guru akan sangat sedih manakala siswanya memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Demikian juga saya, memberi tambahan pelajaran sudah bukan hal asing. Setelah jam pelajaran usai, siswa minta untuk dilanjutkan lagi. Mereka semangat dan antusias demi keberhasilannya.

Di kelas-kelas yang saya ajar, sudah terbiasa dengan diskusi kelompok. Dimana setiap kelompok mempunyai master yang dijadikan sebagai andalan. Sehingga para master ini bertanggung jawab terhadap anggota kelompoknya. Jika ada anggota kelompoknya belum paham, maka tugas masterlah yang mengajarinya. Jika para master ini kesulitan menjawab, maka dia akan tunjuk jari meminta saya untuk mengajarinya lagi. Karena saya selalu berkeliling sambil mengajari mereka. Kelompok ini sudah dibentuk sejak awal masuk kelas 12. Satu per satu soal kami bahas, biasanya ada sekitar 6 – 8 soal yang dibahas. Namun juga tergantung kondisi, jikalau materinya sulit maka pembahasan cukup alot. Berbeda kalau soal yang dibahas agak mudah. Metode ini sangat tepat dengan kemampuan siswa di sekolah saya ini. Yang pintar akan mengajari yang kurang. Demikian juga Boy, beberapa kali minta diajari langsung oleh saya. Bahkan dia bela-belain untuk duduk di lantai sambil nglesot. Diapun tidak malu-malu untuk bertanya. Semua saya ladeni dengan sabar dan telaten. Saya sangat senang menikmati kondisi ini. Mereka mau belajar dengan suasana rileks namun tidak mengurangi semangat belajar. Terkadang saya malah dibuat geli oleh tingkah lakunya. Itulah yang membuat saya selalu happy menghadapi mereka. Jika lama tidak ketemu mereka, muncul rasa rindu. Kangen dengan banyolan dan tingkah mereka yang lucu. Ada juga sebagian siswa yang sulit untuk diatur. Namun buat saya itu bukan masalah, mereka masih remaja jadi masih suka mencari perhatian.

Hari demi hari saya lalui bersama para siswa. Demikian juga Boy, malah paling rajin bertanya langsung ke saya. Pernah ketika saya baru masuk kelas dan belum sampai duduk di kursi guru, sembari membawa buku dia bertanya. Sudah tidak sabar lagi siswa saya ini. Dibanding teman-temannya, saat-saat akhir menjelang UN, Boy lah yang paling rajin. Dia pernah nyeletuk, kenapa saya tidak mengajarnya dari dulu. Hem…saya agak terheran dengan ucapannya itu. Nampaknya ada banyak perubahan pada dirinya. Inilah yang saya harapkan, mereka bisa senang dan menikmati latihan-latihan soal tanpa terbebani dan merasa berat. Demikian juga Boy terlihat gigih berlatih dan terus berlari mengejar sebagian waktunya yang telah hilang beberapa waktu yang lalu.

Pada suatu hari di jam pertama pelajaran, saya sedikit heran karena ada sesuatu yang aneh di kelas yang mau saya ajar. Yaitu di kelas 12 TKR2. Di deretan kursi belakang terlihat ada Boy disana. Saya menanyakan, kenapa dia ada di kelas 12 TKR2, padahal dia siswa kelas 12 TKR4. Menurut dia ada jam kosong dan tugas sudah diselesaikannya. Dia setengah menghiba pada saya untuk diijinkan. Namun saya tidak mempercayainya begitu saja, lalu saya datangi kelas sebelah. Setelah bertanya pada beberapa siswa, saya baru bisa mempercayainya. Benar bahwa kelas sebelah kosong tidak ada gurunya karena sedang sakit. Sayapun tak kuasa menolaknya, mempersilakan Boy mengikuti pelajaran matematika. Apa salahnya, toh tugas sudah dia selesaikan. Akhirnya dia mengikuti dengan sopan dan seksama, malah beberapa kali membantu siswa yang lain. Malah dia tidak malu-malu untuk maju dan menanyakan beberapa soal yang tidak bisa dikerjakannya.

Saatnya UN tiba, para siswa dengan segala bekal yang dimilikinya siap berlaga. Pada waktu itu nilai ujian masih menjadi tolok ukur keberhasilan siswa. Selama 3 tahun mereka sekolah, nasib mereka ditentukan waktu ujian yang hanya empat hari itu. Saya pun juga ikut berdebar-debar dan harap-harap cemas. Ya Allah….semoga Engkau berikan kemudahan dan kelancaran buat para siswa untuk menyelesaikan soal ujian mereka.

Sampai pada akhirnya waktu yang ditunggu itupun tiba. Pengumunan hasil kelulusan. Siswa menanti dengan segenap perasaan yang campur aduk. Antara yakin dan tidak yakin, nampak diwajah mereka rasa cemas, lulus atau tidak ?

Setelah pengumunan keluar, para siswa spontan meluapkan kegembirannya saat tahu dirinya dinyatakan lulus. Hore….Selanjutnya merekapun ikut-ikutan tradisi jeleknya. Yaitu ada yang coret-coret seragam dengan pilox dan konvoi dijalanan. Namun ada juga yang berfoto-foto bersama, berselfi ria, dan berbagai macam tingkah untuk mengekspresikan kelulusannya itu. Dibalik kegembiraan mereka, saya agak sedikit heran karena di antara mereka tak ada Boy. Hem…kemana anak ini? Selanjutnya, saya duduk di ruang guru sambil melihat-lihat nilai siswa. Satu per satu, kelas demi kelas saya telusuri nama Boy. Betapa kagetnya saya saat menemukan namanya kalau dia mendapat nilai 97,50. Alhamdulillah….sungguh hebat dan luar biasa. Saya telusuri lagi nilai per nilai, ternyata nilai matematika tertingginya adalah 97,50.

Di saat saya masih terbengong-bengong dengan kenyataan itu, ada nada pesan masuk di android saya. Dengan tidak sabar lagi, segera saya buka. O…ternyata dari Boy. “Assalamu’alaikum bu…terima kasih ibu telah bersedia membimbing. Saya tidak tahu harus berbuat apa untuk semua yang telah ibu berikan. Saya tidak punya apa-apa. Kalau bukan Karena ibu, barangkali saya tidak seperti yang sekarang ini bu. Untunglah ibu begitu gigih dan sabar menghadapi saya. Pada mulanya saya pesimis dan tidak percaya, Karena saya memang bukan anak yang pintar, tapi ibu selalu meyakinkan saya bahwa saya pasti bisa “.

Seketika saya tak kuasa menahan tangis. Tak berapa lama kemudian, dia telpon menyampaikan kalau ingin berkunjung ke rumah untuk silaturahim. Namun saya memintanya bertemu di sekolah saja. Lebih efektif, Karena jarak sekolah ke rumah sangatlah jauh ada sekitar 20 km. Dia pun bisa memahami. Pada keesokan harinya, kamipun bertemu. Dia mengulang lagi rasa terima kasihnya atas kepedulian saya padanya untuk membantu mengentaskan dia dalam kondisi terpuruk. Saya pun berkali-kali mengucap Alhamdulillah, Karena semangat dan tekadnya telah membawa hasil yang menakjubkan. Siapa sangka, kalau dia yang awalnya malas-malasan sekolah dan ketus sekali sikapnya pada saya, bisa berubah 180 derajat. Dan nasib baik memang sedang berpihak padanya, dia pun diterima kerja di sebuah perusahaan di Jawa Timur. Betapa makin bahagia dan bangganya saya saat itu. Meski perjalanan masih panjang, namun Boy telah menoreh tinta emas dalam sejarah hidupnya. Dia telah sukses melawan rasa malasnya dan membuahkan hasil yang gemilang.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Makasih bu Reris....ini bnr2 terjadi pd siswa sy 3 th yg lalu...swn

31 Mar
Balas

Bagus banget tulisannya bu, hebat..

23 Apr
Balas

Makasih bunda....sy msh byk belajar dr bunda2 cantiq...

24 Apr

Hebat guru, hebat siswa, great!!

23 Apr
Balas

Makasih bunda....smg siswa2 qt bs sukses meraih impian n ms depannya....

25 Apr

Bagus bgt bu

31 Mar
Balas

Sangat menginspirasi utk sy menulis ttg Galih Jagoanku... Hebat bu

23 Apr
Balas

Iya bu tyas....galih merpkn permata hati bunda yg pst byk sekali yg bs menginspirasi bunda....

25 Apr

Sangat menginspirasi utk sy menulis ttg Galih Jagoanku... Hebat ya buu

23 Apr
Balas

Smg sukses menulis Galih sbg jagoan bunda....

25 Apr

Oke banget tulisannya.

23 Apr
Balas

Makasih bunda.....

24 Apr

Oke banget tulisannya.

23 Apr
Balas



search

New Post