Lusi Nesrika jelita, S.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Suami dalam Kertas (Part 61)

Tiga hari sudah Hasan berada di ruang ICU. Ia masih terbaring lemah. Cairan merah masih merembes pada bagian kepalanya.Tekanan darahnya pun belum stabil. Bahkan, kesadarannya belum pulih.

Seorang perempuan cantik duduk di tepi ranjang rumah sakit. Mulutnya komat-kamit membacakan doa. Tentunya untuk kesembuhan Hasan. Selain itu, air matanya yang terus mengalir tak henti. Sesekali, perempuan itu, membelai rambut kepala Hasan lembut.

Beberapa saat ia berdiri Memandang lama lelaki yang sampai saat ini masih ia cintai. Namun, berusaha ia lepaskan.

"Bang, maafkan aku yang sudah tega melukaimu. Percayalah Bang. Semua ini demi kebahagiaanmu. Aku yakin dirimu akan lebih bahagia bersama Kak Ayuni. Aku juga yakin, Kak Ayuni juga begitu. Namun, semua ini tidak mudah, Bang", sambil kembali duduk di sisi Hasan yang terbaring.

"A...Yuni, Ayu...ni...Ayuni", tetiba Hasan memanggil nama Ayuni.

Sontak Liana berdiri. Wajahnya berubah berseri. Ia melihat Hasan menggerakkan tangannya sambil membuka pelan netranya.

"Bang, kamu sudah sadar?", Ucap Liana dengan suara senang.

"Boleh aku berjumpa dengan Ayuni?, Pinta Hasan.

"Tentu. Tunggu sebentar. Biar aku telepon dulu", sambil mengeluarkan android dari saku bajunya.

Namun, ia bingung. Bagaimana ia menghubungi Ayuni sedangkan ia tak punya nomor kontaknya.

Ia baru ingat. Orang yang tepat dihubungi sekarang adalah Doni. Ia yakin Doni punya kontak Ayuni.

Tidak sampai 2 menit, nomor orang yang dituju sudah berada di tangannya. Meskipun ada Segurat keraguan menyelimuti hatinya. Ia takut Ayuni akan salah paham dengan ini. Tapi cepat-cepat ia abaikan perasaan itu. Akhirnya, Ayuni pasti tahu bahwa ia takkan pernah menjadi pengganggu bagi hubungan Hasan dan Ayuni.

Tepat 30 menit kemudian, Ayuni sudah berada di ruang ICU. Ia menemukan Hasan dalam keadaan sudah mulai sadar.

"Ayuni, kamu sudah ada di sini?", tanya Hasan dengan suara masih lemah.

Ayuni tersenyum. Senyum terindah yang pernah ia berikan pada Hasan. Senyum bahagia dan senyum tanda syukur pada Illahi.

"Bang, maafkan aku", Ayuni menggenggam tangan suaminya penuh kasih sayang.

Hasan berusaha membalas senyum Ayuni sambil berkata, "Aku seharusnya yang meminta maaf padamu. Aku sudah berdosa padamu. Aku sudah menzalimi kamu."

"Sudahlah, Bang. Tak perlu diungkit-ungkit lagi. Biarlah semua berlalu. Yang penting sekarang Abang harus cepat pulih dan bisa beraktivitas lagi", jelas Ayuni.

"Ayuni, waktu itu sebenarnya, aku ingin memberikan sesuatu padamu. Tapi, kecelakaan ini membuat aku tak bisa berbuat apa-apa", keluhnya.

"Bang, aku tak minta apa pun darimu. Dengan keikhlasanmu menerima aku sebagai istrimu sudah merupakan anugerah terindah bagiku", matanya mulai mengabut.

"Sungguh engkau wanita mulia Ayuni. Aku sangat bersyukur Allah mempertemukan kita."

Sementara itu, seorang lelaki yang dari tadi berada di luar ICU terus mengamati sepasang yang sedang membuka hati. Meskipun ia tak mendengar percakapan diantara keduanya, tapi tatapan mereka memancarkan tatapan cinta.

Tetiba, rasa gemuruh mengusik hatinya. Rasa cemburu tersulut melihat semua.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lho ada Doni semoga tidak salah paham dan tidak jadi duri.Lanjuut bunda,

11 Feb
Balas



search

New Post