Tak lama usai berkunjung ke Bidan Desa untuk melepas alat KB yang dipakainya, Neni memberi kejutan pada suaminya melalui pesan bergambar di gawainya. Sangat tidak mudah memberi kejutan melalui pesan gambar pada saat itu, harganya berkali-kali lipat dari pesat teks, alias boros pulsa, karena belum ada sistem paket kuota data seperti sekarang. Bahkan layanan data saja masih menjadi layanan eksklusive, masih dalam tahap rencana pengembangan jangka panjang operator layanan selular.

Asal tahu saja, penggunaan gawai saat itu memang masih sangat terbatas. Apa lagi kantor suami Neni berada di daerah yang termasuk blind spot area, yaitu daerah yang tak terjangkau signal jaringan layanan selular. Praktis dalam keseharian Neni dan suaminya jarang melakukan komunikasi, khususnya di siang hari. Hal sama yang juga dialami para mahmud (mamah muda) dengan pasangannya kala itu. Komunikasi intensif pada malam hari menjadi jauh lebih bernilai, alias quality time-nya benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Uhuyy….

Saat itu di Indonesia memang belum populer aplikasi berbasis Android seperti WA atau medsos, yang menggunakan koneksi jaringan internet. Kalaupun ada, baru kalangan sangat terbatas yang menggunakannya, mengingat harga perangkatnya juga masih sangat mahal. Aplikasi yang sedang menjadi trend adalah MMS (Multi Media Service), pengembangan dari SMS (Short Message service), yaitu pengiriman pesan berbasis teks. Perhitungan biaya layanan berdasarkan jumlah karakter yang dikirim dan diterima. Signalnya masih menggunakan teknologi jaringan generasi 4G.

Bersambung…