MA'ARIF SETYO NUGROHO

Nama kecilnya Nu atau Enu, dilahirkan dan dibesarkan di tempat yang berbeda. Sumpiuh di kabupaten Banyumas dan Bobotsari di Kabupaten Purbalingga dari leluhur y...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bukan Begini Malam Lebaran yang Kurindukan
Dokumentasi perdana di Bulan Syawal 1445 H. (Dok. Pribadi)

Bukan Begini Malam Lebaran yang Kurindukan

Anakku, ini yang akan kuceritakan nanti menjelang tidurmu, tentang kerinduan ayahmu pada suasana masa kecil ayah, seperti yamg senantiasa ingin kau tahu.

Perbedaan jaman antara kita, membuat perbedaan cara merayakan euforia berhari raya. Nuansa gembira yang tercipta menyiratkan makna yang jauh berbeda, antara yang tertangkap olehmu dan yang terperangkap dalam rasa ayah, setidaknya dari aura yang menguar di malam penghabisan Ramadhan kita.

Berdegup debamnya hentakan speaker raksasa di malam ini, meski memekakkan telinga sekaligus menggetarkan dada dalam arti sesungguhnya, tampaknya menjadi kesan gembira bagimu dan generasimu, yang terlalu berlebihan menurut rasa Ayah.

Mungkin kamu belum tahu, jedag-jedug seperti truk bermuatan sound system ribuan watt yang lalu lalang malam ini, bukanlah suasana malam takbiran era Ayah. Itu adalah imitasi dari dugem alias dunia gemerlap, dunianya manusi-manusia malam yang identik dunia kelam, dan kini dibawa ke seluruh pelosok kehidupan kita, mengisi dan perlahan mengganti budaya religiusitas nan syahdu generasi Ayahmu..

Nada menghentak itu memang menghanyutkan, sehingga seakan mereka, dan kita, sedikit jadi lebih nyaman mengikuti alunan hentaknya dan sedikit melupakan pijakan kita. Rasa mengapung yang membuat tubuh kita seakan tergerak tuk mengikuti gelombangnya.

Mari kita sejenak bayangkan, Nak, dari apa yang baru saja kita lalui. Syair yang didendangkan adalah pujian bagi Allah SWT, Yang Maha Besar. Namun mereka samakan dengan syair yang mereka nikmati kala mereka sedang mengingkari perintahNYA, dengan ekspresi goyangan badan sedemikian rupa, dibawah kesadaran yang telah direnggut oleh sesuatu yang dilarang olehNYA.

Na'udubillah mindalik, Semoga Allah jauhkan kita dari yang demikian. Di kesempatan yang berikutnya.

Di masa Ayahmu, malam takbiran diisi dengan lantunan syahdu, di Masjid dan Mushala. Meski ada iringan suara bertalu-talu, dari Bedug dan Kentongan, lebih sebagai ekspresi gemnira anak-anak seusiamu dan kakak remajamu, bukan oleh mereka yang dewasa dan bahkan cukup tua.

Agar kamu tahu, ya, Nak, usia dewasa dan tua sudah tak selayaknya bergembira dengan cara yang memanjakan olah rasa dan nafsu insani belaka. Usia dewasa dan tua sudah ada tuntunan dan etikanya, sebagaimana diteladankan oleh Rasulullah SAW junjungan dan panutan kita, yang sering dan selalu kita mintakan Salam dan SyafaatNYA kepada Alllah SWT. Juga senantiasa kita harapkan SyafaatNYA di Hari Kiamat Nanti.

Begitulah, Nak, mungkin sekarang kamu belum paham cerita Ayah malam ini, namun suatu saat insya Allah di suatu ketika nanti, akan hadir di ruang pemikiran dan kesadaranmu.

Malam Takbiran 1 Syawal 1445 H 2024

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aminnn... Smga kesadaran spt ini tumbuh di generasi anak cucu kita

11 Apr
Balas

Selamat Idul Fitri mhn mf lhr batin, dik. Slm unt kelg

11 Apr

Aamiin, terima kasih Mbakyu, mohon maaf juga untuk segala canda tawa dan komentar yang mungkin kurang berkenan. Salam sehat sejahtera buat kelg di Solo

11 Apr

Tulisannya Sangat mendidik

10 Apr
Balas

Alhamdulillah, jazakallah Pak Samah. Mohon maaf lahir dan batin.

11 Apr



search

New Post