MA'ARIF SETYO NUGROHO

Nama kecilnya Nu atau Enu, dilahirkan dan dibesarkan di tempat yang berbeda. Sumpiuh di kabupaten Banyumas dan Bobotsari di Kabupaten Purbalingga dari leluhur y...

Selengkapnya
Navigasi Web
Diferensiasi

Diferensiasi

Sejak awal tahun pelajaran 2021/2022 konsep Pembelajaran Berdiferensiasi mulai diperkenalkan, setidaknya berdasarkan apa yang saya ingat, benar salahnya silakan dikoreksi dan diluruskan jika bengkok.

Sebenarnya saya tidak akan dan tidak ingin menjelaskan konsep ini, karena saya yakin yang membaca ini para guru yang lebih profesional dari saya, apalagi para gurusianer, jelas sudah khatam soal ini. Jadi, kalau saya menuliskan ini, semata karena ingin mengungkapkan opini saja.

Dari sumber-sumber yang saya dapat, diferensiasi pembelajaran ini pada umumnya mengkategorikan pada tiga aspek gaya belajar anak, yaitu auditory, visual, dan kinestetik, dan satu tambahan aspek yang merupakan gabungan, yaitu audiovisual.

Nah, dari pengalaman mengajar yang saya dapatkan, ada aspek yang rasa-rasanya (kalau dipikir-pikir) belum tercover. Tapi saya juga berpikiran bahwa yang saya maksud ini masuk ranah lain, bukan soal gaya belajar, tapi ranah motivasi belajar.

Yang sedang saya bahas adalah sikap anak yang selalu sulit diajak kooperatif saat kbm. Saat kelas diceramahi (auditory), ybs tidak bisa menangkap, saat ditayangkan materi (visual) juga kurang nyambung, saat diajak berkinestetik, dia mager (malas gerak).

Dari diskusi dan sharing dengan sejawat sejauh ini belum ada kesimpulan bagaimana penanganan yang tepat pada sikap anak yang demikian. Mungkin di sekolah lain ada juga siswa yang seperti itu, dan saya yakin juga bahwa masih banyak guru yang belum menemukan solusi terbaiknya.

Dari situlah saya beropini, aspek diferensiasi pembelajaran ini bisa ditambah dengan perlakuan fisik, tapi bukan hukuman fisik dalam arti tubuh anak, fisik ini dalam arti aspek tempat atau lokasi. Jika dengan metode pembelajaran 'normal' di dalam kelas si anak tidak berhasil, maka diferensiasinya adalah dalam bentuk outdoor study.

Benar, dipersilakan belajar mandiri di luar kelas, faktanya si anak tampak lebih bahagia di luar sana, terlepas dari tujuan pembelajarannya tercapai atau tidak, tetapi setidaknya bisa masuk sebagai ranah penanaman karakter.

Dengan begitu, dia kelak akan paham bahwa apabila perilakunya menyimpang, maka ada konsekuensinya, salah satunya adalah dikucilkan dari pergaulan. Dan yang paling urgen adalah memberikan pemahaman atas perlakuan ini pada ybs dan teman-temannya, bahwa itulah salah satu contoh negatif dari teori sosial yang ada dalam Mata Pelajaran IPS, dan ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari.

Demikian, refleksi dari pengalaman mengajar di salah satu kelas yang di dalamnya mengandung toksik yang cukup mengganggu proseß menuju Indonesia (C)Emas. Terima kasih

Klimbungan, 202408290827

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Top markotop. Sayangnya kl di SD sebagian di kls sebagian di luar, gr sulit memantau. Krn yg di luar kemungkinan bsr bermain sj/ gojek bkn grab. Hahaa...

30 Aug
Balas



search

New Post