International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy (ICCRL) yang diselenggarakan oleh institute Leimena dan kementrian luar negeri Republik Indonesia tepatnya berada di hotel Shangri-La Jakarta pada 10-11 Juli 2024. Banyak dari beberapa negara yang memberikan apresiasi terhadap apa yang telah dihasilkan oleh institute Leimena dan beberapa mitra.

Beberapa narasumber baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri turut hadir dan mengisi acara tersebut. Salah satu pembicara dari Indonesia Prof. Dr. Hj. Siti Ruhaini Dzuhayatin selaku penasihat senior di eksekitutif kantor presiden Republik Indonesia membuat saya terkesan. Alasannya adalah beliau mengisi acara ini dengan menggunakan bahasa kita yaitu Bahasa Indonesia.

Dalam pidatonya beliau menyampaikan bahwasannya kita harus mengangkat harkat manusia namun tidak menghapus hak asasi manusia, sebab yang ingin dicapai oleh HAM adalah harkat kemanusiaan.

Membangun pemahaman dan budaya yang berbeda kemudian berkolaborasi memang bukan hal yang mudah. Namun, literasi keagamaan lintas budaya ini membuka mata hati bahwa hal tersebut bisa dilakukan dengan mendorong kerja sama dan membangun masyarakat kohesif melalui sebuah pendidikan.

Acara ini dihadiri oleh sekitar 120 peserta, dari berbagai negara dan dari seluruh penjuru Indonesia dan Indonesia menjadi salah satu contoh bagi beberapa negara dalam berkolaborasi antar agama melalui pendidikan.

Saya menjadi salah satu orang yang beruntung karena institute Leimena telah berkenan memberikan undangan kepada saya untuk hadir di acara International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy (ICCRL). Rasa syukur saya kepada Allah dan ungkapan terima kasih yang begitu mendalam kepada institute Leimena.

Saya satu kamar dengan orang Jayapura dari agama Kristen. Dia sangat baik dan kami saling mengobrol di sepanjang kami ada waktu luang. Kolaborasi ini benar-benar terjalin, dari baground saya yang sedari lahir mengenal satu agama dan berbasis pondok pesantren hingga mengenal LKLB (Literasi Keagamaan Lintas Budaya) serta tidak pernah mengenal dunia luar apalagi perbedaan agama selain agama yang saya anut.

Rasa cemas dan was-was selalu menghapiri pikiran dan perasaan saat bertemu dengan yang berbeda dari saya. Apalagi saat masih kecil, salah satu dari keluarga saya melarang saya untuk menonton film yang berbau agama lain.

Namun, kini prejudice itu hilang dalam pikiran saya. Apalagi H-1 sebelum chek-out saya sakit, dan yang merawat saya adalah teman kamar yang berbeda agama tersebut. Bahkan ibu Pdt. Herriete Hutabarat juga ikut merawat dan mengoleskan minyak gosok serta memijat belikat yang membuat saya merasa lebih enakan.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kita berbuat jahat. Mereka yang berbeda dari kita tidaklah jahat, kalaupun demikian itu bukan karena agamanya akan tetapi dari oknum itu sendiri.

Banyak wawasan baru, teman baru dan pengalaman baru yang saya dapatkan dalam acara ini. Saya berharap LKLB ini terus berkembang dan memberikan manfaat bagi kita semua dan khususnya bagi bangsa ini. Serta dapat mencari solusi bagi negara yang masih dalam kategori negara konflik. Semoga LKLB juga dapat mengatasi hal tersebut sehingga perdamaian dunia dapat terwujud.

Terima kasih institut Leimena, terima kasih LKLB engkau menggores kenangan yang tak kan pernah bisa ku lupakan.

Penulis merupakan alumni LKLB angkatan 07, pendidik di MA Roudlotul Jadid dan MDT Nurut Tauhid.