madu ratnawati

Lahir di Prabumulih 1 Oktober 1964, dari bapak ibu asal Madura. Sejak kecil memang bercita-cita menjadi seorang guru dan tetap senang menjadi guru. Tidak pernah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pembelajaran Hidup Melalui Seekor Semut Gula

Pembelajaran Hidup Melalui Seekor Semut Gula

“Aww…! Apa sih ini?” spontan tanganku menepuk ke belakang leherku, kudapati seekor semut kecil yang baru saja berhasil menggigit di bagian belakang leherku. Gemas sekali aku menggerus badan si semut lalu membantingnya ke lantai kamar mandi. Kebetulan aku memang mau masuk kamar mandi. Padahal gak dibanting pun semut itu akan jatuh dengan suksesnya karena sudah mati ditanganku.

Ketika masuk ke kamar mandi, aku tambah kesal. Di pojokan kamar mandi ratusan semut berkumpul tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Sebagian besar menumpuk di pojokan, yang lainnya berseliweran jalan-jalan di tepian dinding kamar mandi. Aku ambil segayung air dari bak mandi lalu mengguyur bubar kerumunan semut itu. Bubar? Ya, semut lari kocar-kacir menyelamatkan diri. Aku tambah semangat mengusirnya, jadi bergayung-gayung air aku guyurkan sampai si semut-semut itu hilang dari pandangan. Tanpa aku sadari, air di bak mandi tinggal sedikit. Tambah kesallah aku karena harus menunggu lagi untuk bisa segera bersih-bersih badan. Tapi aku merasa puas, gerombolan semut sudah hilang.

Kekesalanku itu sebenarnya bukan tanpa sebab dan bukan sekali itu aku hadapi. Sudah cukup lama kawanan semut hitam kecil, biasa disebut semut gula, merajai rumahku. Dimana saja ada semut. Hampir setiap habis mandi, pagi dan sore selalu ada gigitan semut di leher atau punggung yang bikin aku kesal. Bahkan makanan dimana saja ditempatkan selalu dijarahnya. Isteri dan anak-anakku sudah sejak semula mengeluhkan kehadiran gerombolan si semut ini. Awalnya aku berpikir, mungkin harus berdamai hidup berdampingan dengan semut-semut gula ini. Aku tidak berani membunuhnya, karena didapat keterangan berdasarkan dalil tentang kebolehan memberantas semut adalah ketika benar-benar mengganggu dan sudah berlebihan. Tetapi aku tetap gak berani memberantasnya, semut kan makhluk yang diciptakan Tuhan untuk hidup berdampingan dengan kita, bukan? Demikian pikirku.

Sampai suatu hari, aku melihat anak bungsuku menjerit, karena tangannya digigit banyak semut, kala ia diminta ibunya membersihkan meja dapur. Ia angkat pemanas nasi dan disana terdapat gerombolan si semut lalu menyerang tangan si bungsu dengan antusiasnya. Mendengar jeritan si bungsu kesayanganku, tanpa pikir panjang lagi aku mengambil semprotan obat nyamuk yang terletak gak jauh dari meja dapur. Aku menyemprotkan ke arah gerombolan si semut yang langsung berlarian dengan cepat. Kali ini aku kalap, aku terus menyemprotkan ke arah semut-semut itu berlarian dari jarak dekat, dan sampai ke sarangnya. Entah berapa ratus ribu semut aku bunuh. Seolah aku punya kuasa untuk menghakimi dan menghukum mereka.

Kali ini setelah aku keluar dari kamar mandi, ada rasa sakit pedih di daerah tengkuk leherku. Panas di area sekitar gigitan semut juga berasa, tetapi aku abaikan. Aku bekerja seperti biasanya, bahkan tekun hingga sore menjelang. Sesekali memang aku usap bagian tengkukku, walau tidak merasakan sakit, tetapi otomatis saja tangan ini menyentuh di bagian bekas digigit semut gula tadi pagi. Aku tidak hiraukan rasa pegal-pegal yang di daerah tersebut sampai ke bagian pundakku. Aku pikir hal biasa karena beberapa hari ini aku terlalu keras bekerja mencapai target kerja yang disepakati bersama pimpinan tempatku bekerja.

Keesokan harinya, saat terbangun pagi hendak melaksanakan sholat Subuh, aku merasakan ada yang berat di area tengkukku. Aku raba dengan tangan kananku, dan aku kaget karena ada benjolan. Selesai sholat, aku oleskan benjolan tersebut dengan minyak tawon. Aku pikir sebentar lagi juga menempis. Ternyata semakin sore, benjolan semakin membesar dan sakit mulai tak tertahankan. Menengok ke kiri dan ke kanan pun sulit. Sementara kuobati dengan segala macam obat salep dari yang krim sampai yang cairan. Malam tiba, sakit makin mendera, kali ini disertai deman tinggi. Tak dapat menahan sakit berkepanjangan, esok harinya aku ditemani isteriku, kami konsultasi ke dokter dan dinyatakan kena virus herpes.

Perkembangan makhluk-makhluk kecil yang lebih kecil dari semut ini ternyata berkembang sangat pesat. Si virus menyebar dalam bentuk benjolan-benjolan kecil dan bernanah. Aku sempat bingung, segala macam obat pun dioleskan dengan harapan segera benjolan mengempis. Beberapa hari kondisi tidak juga mereda, hingga suatu hari, jelang tengah malam, aku nyaris tidak dapat menahan sakitnya lagi sampai tanpa kusadari, aku menangis sesenggukan. Beruntung aku berada di kamar lantai bawah. Memang aku yang meminta tidur di kamar bawah, sedangkan isteri dan anak-anak di lantai atas. Sengaja aku minta demikian agar mereka tidak ikut merasakan erangan kesakitanku jika malam tiba. Kali ini sakitku tak tertahankan, tangisanku rasanya melebihi tangisan anak kecil kehilangan mainan kesayangannya. Bukan sekadar rasa sakit saja, tetapi aku merasa sendirian.

Aku lihat sekelilingku, kosong. Sepi. Tidak ada yang mendampingiku, sekalipun suara hatiku sendiri. Tak berapa lama terdengar dari kejauhan suara orang membaca shalawat. Ya Allah, sudah jelang Subuh. Aku mencoba bangun tetapi tidak kuat, akhirnya aku pasrah saja. lalu aku mencoba untuk berucap syukur, aku pikir ada orang yang tentu sakitnya melebihi rasa sakitku dan dalam kondisi susah, tetapi mereka masih bisa menerimanya. Maka aku pun harus belajar menerima semua ini, lalu aku merenung menapak tilas dalam beberapa minggu ini… terbayang olehku beberapa ratus ribu semut berjalan beriringan. Hanya sampai disitu napak tilasku… aku gak kuat lagi melanjutkannya karena aku keburu menangis lagi. Segera aku istighfar memohon ampun sudah berbuat diluar kewajaran terhadap makhluk bernama semut itu. Aku ikut bersholawat, istighfar, dan penuh rasa penyesalan.

Alhamdulillah jelang pagi setelah Subuh, langkahku terasa lebih ringan. Aku bisa duduk walau sebentar dan bisa turun dari tempat tidur, dan setidaknya urusan pribadi ke kamar mandi tidak merepotkan isteri dan anak-anakku. Bahkan ketika berobat jalan ke klinik dekat rumah, pak dokter sudah menyatakan luka-lukanya berangsur sembuh. Memang masih ada beberapa benjolan tetapi sudah tidak separah sebelumnya. Aku bersyukur sekali, padahal gula darahku masih tergolong tinggi loh. Aku sudah lebih percaya diri untuk bisa berjalan tanpa takut jatuh, dan bisa duduk walau masih dalam waktu sebentar.

Semua ini pembelajaran berharga sekali buat aku. Tidak boleh meremehkan makhluk kecil yang ku anggap remeh, lemah, tidak berguna. Padahal mereka pasti berguna dalam garis edarnya masing-masing atau dalam dunia dan koridornya masing-masing. lalu aku juga merasa bahwa aku tidak boleh menghukum dalam tumpah ruahnya amarah. Seolah aku punya kuasa untuk menghakimi lalu menghukum sesuai dengan emosi dan kehendak kita. Semua pasti ada jalannya dan semua ada takdirnya.

Ternyata hidup ini tidak sulit ya. Kita hanya menjalani, menikmati, mensyukuri. Biarlah Allah yang menyiapkan skenario hidup kita menurut tuntunanNya, terkadang skenario itu Allah sampaikan melalui ide-ide dalam pikiran kita. Aku mulai bisa bernafas lega, kini aku pun merasa tidak lagi sendirian. Ada Allah yang membimbingku. Sempat aku berpikir sih, betapa jelek ya wajahku kala aku menangis malam itu. Hal yang tidak pernah aku lakukan, loh. Tetapi seperti ada yang menyentil telingaku, hey…kamu tuh memang jelek waktu menangis. Jelek banget, tetapi kamu ganteng di hadapan Allah. Dia sangat suka ketika hambaNya menangis dan memohon dengan doa-doanya, di sepertiga malam pula.

Subhanallah…

Jakarta, 7 Agustus 2020

madhoeLibranagavenus

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Syafakallah syifaan ajiilan Pak Apep.. Jadi ikut merasakan sakitnya

09 Aug
Balas



search

New Post