madu ratnawati

Lahir di Prabumulih 1 Oktober 1964, dari bapak ibu asal Madura. Sejak kecil memang bercita-cita menjadi seorang guru dan tetap senang menjadi guru. Tidak pernah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Suaraku Berubah Karenamu

Suaraku Berubah Karenamu

Mengajar di depan kelas dengan 35 anak di ruangan yang tidak kedap suara, tanpa mikrofon, menjadikan suara bu guru menjadi nyaring. Belum lagi tatapan mata yang menyapu semua sudut ruangan kelas, dan wajah tanpa senyuman. Pasti nampak seperti monster cantik ya? Bahkan tanpa suara pun, baru nampak wajahnya muncul, anak-anak sudah berlarian menjauh. Jarang ada anak yang berlarian mendekat kecuali saat mengumpulkan kertas ulangan, itu pun karena durasi waktu ulangan sudah habis dan mereka belum selesai juga, sedangkan bu guru sudah ke luar kelas.

Suara yang keras dipengaruhi oleh suasana sekitar. Agar suara bu guru terdengar sampai ke telinga siswa yang duduk paling belakang, tentu membutuhkan volume suara yang lantang dan nyaring. Ditambah lagi jika kelas tempat mengajarnya bersebelahan dengan kelas lain yang hanya dipisahkan dengan lembaran-lembaran kayu, maka suara yang ada di kelas sebelah akan menembus ke kelasnya bu guru. Entah itu suara dari video yang sedang ditayangkan, suara anak-anak bernyanyi karena sedang berlatih vokal, atau sekadar suara-suara obrolan hingga teriakan histeris dari anak-anak yang berlarian karena gurunya tidak ada di kelas tersebut.

Jika bu guru mengajar dengan suara pelan, pastilah anak-anak kesulitan mendengarkan dengan baik. Jika AC berfungsi baik, maka akan menimbulkan rasa kantuk seolah bu guru sedang mendongeng. Jika AC mati, suasana panas, suara tidak terdengar, malah bikin gaduh dan membosankan. Maka bersuara lantang dan nyaring menjadi pilihan bu guru ketika mengajar. Apapun kondisi AC di kelas tersebut. Ternyata tidak semua anak mengartikan suara lantang bu guru adalah teknik untuk membuat anak-anak menjadi fokus. Sebagiannya menganggap bu guru sedang marah dan tidak ramah. Mungkin terkesan galak dan menakutkan. Ya, bagi siswa yang tidak memenuhi aturan tata tertib sekolah.

Selain agar anak menjadi fokus, sebenarnya bersuara lantang dan nyaring membuat anak menjadi lebih tertib karena menjadi lebih waspada jika suatu waktu namanya dipanggil bu guru. Nah, ketika masa pandemi covid-19 ini melanda dunia, serta kegiatan pembelajaran menjadi semuanya dilakukan dari rumah, masalah suara lantang dan nyaring perlahan menjadi berubah. Suara lantang tidak lagi diperlukan karena ruang belajarnya tidak terlalu luas. Paling-paling yang bikin suara harus lantang ketika jaringan internet tidak stabil, suara harus tegas dan perlahan. Bisa jadi dianggap suara bu guru terputus-putus sebagai alasan materi jadi kurang jelas didengar, padahal memang tidak mengerti. Hehe…

Disamping volume suara menjadi berubah, intonasi bicara pun jadi menyesuaikan. Berintonasi keras, katanya bikin anak jadi stres. Padahal bu guru juga stres manakala anak-anak hadir tapi tidak hadir. Hanya nama muncul tapi badan dan matanya terlelap tidur di kasur. Bisa jadi anak-anak lepas dari suara nyaring dan lantang serta tegas dari bu guru, berpindah menjadi suara nyaringnya para ibu di rumah. Belum lagi anak-anak akan berani menyahut suara sang ibu atau sang ayah, semakin memperparah suasana saja. Akhirnya pilihan akhirnya, tarik selimut, dan tidur lagi. Hmm… itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan tugas akan semakin menumpuk, sehingga terkesan terlalu banyak tugas dari bu guru. Apakah sebaiknya bu guru tetap bersuara lantang, nyaring, dan tegas? Sekalipun cuma didepan laptop dan pake headset pula? Sepertinya bakal ada yang protes dari anggota rumah bu guru sendiri …

Pembelajaran tidak selalu bisa menggunakan googlemeet atau sejenisnya. Terkadang menggunakan media whatsApp atau telegram atau google classroom. Ketika memberikan petunjuk, semua menggunakan susunan kalimat. Nah disinilah diperlukannya kemampuan menguasai tanda baca. Saat bu guru menyampaikan kalimat perintah dengan tanda seru (!) artinya penegasan, tetapi kadang diartikan bu guru sedang marah. Apalagi jika dikasih tanda serunya lebih dari satu ya (!!!) itu artinya marah besar.

Belum lagi jika bu guru menebalkan salah satu katanya, semisal: tugas dikumpulkan paling lambat hari Kamis, 18 Februari 2021 pukul 15.00 tepat waktu! Nah, bayangkan, itu artinya intonasi suaranya kuat. Nah, sejak bergaul di Media Guru, ketentuan pengumpulan tugas berbunyi: Pengumpulan tugas paling lambat Hari Kamis, 18 Februari 2021 pukul 23.59. Tidak mengapa nampak lebih longgar waktu, yang penting jadi punya ciri khas dan ada konsekuensi atas keterlambatan bagi siswa. Belajar itu harus menyenangkan tetapi tidak melupakan tujuan belajar.

Dinamika mengajar melalui Pembelajaran Jarak Jauh sungguh seru dan beragam. Nah, bagaimana ceritamu?

Jakarta, 18 Februari 2021

MadhoeLibranagavenus

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya membayangkan suara ibu yang merdu dan mendayu

18 Feb
Balas

Jika lebih dari jam itu terjun ya bun. he..he... Keren ulasannya.

18 Feb
Balas

Tidak jauh berbeda. Salam sukses.

18 Feb
Balas

Setuju Bun...

18 Feb
Balas

Kerren bund...semangat untuk karya selanjutnya. Sekalian izin follow, saya tunggu follback nya bun

19 Feb
Balas



search

New Post