Tarik Ulur Mendidik Anak Zaman Now
#Tantangan Menulis 90 hari, hari ke 72
“Ayo Onti, kita makan” ajak Cubro kemarin siang mengajak ontinya untuk makan siang bersama, di meja makan bulat gaya lesehan di rumahku.
Cepat-cepat aku ambilkan piring khusus cubro ku yang baru berusia 3 tahun. Dengan cekatan ia ambil sesendok nasi merah di hadapannya. Melihat gayanya, aku senang sekali, ini hal yang luar biasa karena biasanya dia paling menghindari kegiatan makan-makan.
Tak berapa lama cubro didudukkan pada kursi sendiri yang memungkinkan kakinya dengan mudahnya bisa naik ke atas meja makan. Mungkin dia senang dengan posisi itu sehingga ketika aku menegurnya, ia marah. “ga apa-apa kaki di meja” serunya. “Tidak boleh, itu tidak sopan”, aku coba menasihatinya. Lagi-lagi cubro meninggi,”sopan aja” wajahnya mulai menunjukkan mimik mau menangis tetapi kesal.
Aku diamkan sejenak, lalu ketika kakinya mulai naik lagi ke atas meja, aku pun menegurnya kembali, dan lagi-lagi cubro pun menampik nasihatku. Haha… ini momen istimewa, bagaimana ya menaklukkannya. Tidak ingin membuat cubro merasa apa yang ia lakukan itu benar adanya, maka aku gendong ia keluar dari area makan. Menangis? Ya, cubro menangis, tapi aku sambil terus menyampaikan bahwa apa yang ia lakukan adalah tidak sopan. Akhirnya ia bilang, “aku mau makan sama eyang kakung aja”… haha, ditampiknya aku dan proses makan siang beralihlah ke eyang kakungnya.
Malam harinya, ayah si cubro pulang dari kantornya. Sambil ia makan malam, aku ceritakan apa yang tadi siang terjadi. Rupanya cubro yang duduk didepanku, menyimak, tiba-tiba ia menyela,”iya, gak sopan ya?” Masya Allah,… aku tidak menduga ia akan menyimak percakapan kami. Segera deh aku masukkan nasihatku tadi siang kepadanya, dan alhamdulillah kali ini ia tidak menampiknya.
Dalam mendidik anak, ada konsep Islam: wahai burung terbanglah, kemana engkau suka, tapi kendalimu ada padaku. Sedangkan dalam teori barat, Vygostky bilang, setiap anak memiliki potensi untuk mengembangkan kompetensinya (zone proximal development) untuk menjadi One Plus Match, melalui 3 elemen; resiprokal (memberi dan menerima), Scaffolding (sedikit bantuan dari orang dewasa), dan Languange Skills (keterampilan berbahasa).
Jadi Bahasa sebagai media komunikasi untuk membantu anak agar dapat menerima atau memberi sesuatu, agar potensi anak berkembang menjadi kompetensi (kemampuan permanen) guna memotivasi anak menjadi selangkah lebih baik dari teman sebayanya.
Demikian eyang kakungnya membahas perilaku cubro kepada kami malam itu. Senangnya bisa mengenal anak lebih dalam tidak hanya melalui pengalaman tetapi juga teorinya. Walaupun ketika dihadapkan kepada situasi tertentu, kita suka lupa ya teorinya seperti apa. Nah, disinilah letak kedewasaan berpikir orang dewasa dipertaruhkan. Mau ikuti emosi atau mengelola emosi? Karena apa yang kita lakukan dan ucapkan, akan membekas di hati si anak. Yuk, kelola emosi kita agar anak-anak kita menjadi pribadi yang kuat, mental yang sehat, dan pikiran yang jernih.
Jakarta, 12 Agustus 2020
madhoeLibranagavenus
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar