Retno Dwi Maezaroh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Bukan Sekedar Panatacara

Bukan Sekedar Panatacara

Melihat foto wisuda purna wiyata Permadani tepat di hari penghujung tahun 2022, membuatku terharu. Kami memakai busana adat jawa lengkap ketika wisuda. Yang kutahu busana tersebut sering kulihat di acara pernikahan Jawa, dan orang-orang di komplek keraton, baik keraton Surakarta maupun keraton Yogyakarta. Sungguh berbeda rasanya dibanding wisuda sarjanaku dulu. Aku orang yang tidak mau ribet soal busana maupun penampilan. Wisudaku S1 dan S2 tidak memakai kebaya. Bahkan wisuda S1 aku hanya memakai baju dalaman lengan pendek. Kan nantinya ditutupi jubah selama wisuda, ngapain juga memakai baju bagus-bagus, ribet dan gerah, pikirku waktu itu.

Iringan gending (musik) dengan alat musik gamelan asli, bukan peralatan digital, beserta para penyanyi perempuan sebanyak 3 orang, menambah aura yang sangat berbeda di gedung IPHI masjid agung Ungaran.

Ada hikmah yang sangat berarti bagiku begitu mengikuti pawiyatan permadani, yang berlangsung selama 5 bulan dari Agustus sampai Desember. Awalnya memang ikut-ikutan suami saja. Lha daripada di rumah sendirian cuma rebahan? Mending ikut sekolah saja, dapat ilmu dapat teman baru.

Oya mungkin ada yang belum tahu apa itu Permadani. Permadani singkatan dari Persaudaraan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia. Yang dipelajari adalah budaya, adat istiadat, tata cara pernikahan adat di daerah masing-masing di Indonesia. Karena aku tinggal di Kabupaten Semarang yang mana suku Jawa maka yang dibahas adalah budaya Jawa. Berbeda dengan Permadani di Jawa Barat, yang dipelajari adat budaya Sunda. Jadi menyesuaikan daerah masing-masing. Tujuan utamanya untuk melestarikan budaya masing-masing sesuai daerahnya. Yang paling terlihat adalah bahasa sehari-hari. Apalagi sekarang ini banyak anak muda yang tidak bisa berbahasa Jawa dengan baik dan benar. Aku termasuk yang tidak mengajarkan anakku memakai bahasa jawa. Sehari-harinya anakku kusuruh berkomunikasi memakai bahasa Indonesia. Karena aku takut salah mengajarkan bahasa jawa yang begitu rumit, ada tingkatannya berbicara dengan berbagai tingkatan orang. Maafkan orang tuamu ya Nduk. Besok kamu juga harus ikut permadani, biar paham asal usulmu orang Jawa, harapku.

Falsafah yang menurutku sangat bagus di ajarkan di Permadani adalah, ndudhuk ndudhah, ngrembakake, yang artinya menggali, membuka, dan mengembangkan budaya Jawa. Selain itu anggota Permadani juga harus menjalankan Tri Niti Yogya, yaitu tiga perilaku baik. Ketiga perilaku tersebut antara lain: hamemayu hayuning sasama (berbuat baik kepada sesama), dados juru ladosing bebrayan ingkang sae (menjadi pelayan masyarakat yang baik), dan sadengah pakaryan sageta tansah ngremenaken tiyang sanes (setiap perbuatan selalu menyenangkan orang lain). Falsafah orang Jawa yang sederhana namun mulia jika benar-benar dilaksanakan.

Materi yang diajarkan selama pawiyatan Permadani adalah basa lan sastra, sejarah Permadani, budi pekerti, ngadat tatacara Jawi, Medhar Sabda, Renggeping Wicara, Kapranatacaran, Ngedi Busana Ngadi Salira, Padhuwungan, Sekar lan Gendhing, dan terakhir pendadaran/ujian. Jadi tidak sekedar pranatacara saja, itu hanya salah satu dari materi pelajaran di Permadani.

Materi pelajaran yang paling kusuka adalah tentang dhuwung atau keris. Sebelum belajar tentang keris ini, jangankan memegang, melihat keris saja aku takut. Karena keris identik dengan hal-hal mistis, ada khodamnya, dan hal menakutkan lainnya. Sepertinya aku terpengaruh dengan film atau sinetron yang menampilkan sosok dukun yang memakai keris sebagai aksesorisnya. Setelah mendapat materi tentang keris ini, pikiranku berubah. Wawasanku terbuka. Ternyata keris adalah warisan leluhur yang agung, penuh filosofi atau makna yang sangat dalam. Dari bahannya saja dari besi dan baja yang berlapis-lapis sampai ratusan, ditempa oleh seorang empu, ditambah pamor atau batikan dari batu meteor. Pamor ini berciri khas jaman kerajaan pada masa pembuatannya. Ada Pamor Pajang, Majapahit, Singosari, Mataram, Demak, dan seterusnya. Keris dibuat berlekuk-lekuk disebut 'luk'. Luk pada keris selalu ganjil bilangannya, dan ada maknanya. Contoh, keris dengan 1 luk artinya 'sarana mengku pamrih ketakwaan dumateng Gusti'. Keris luk satu ini biasa dipakai oleh tokoh agama.

Sungguh menyenangkan belajar di Permadani. Aku menjadi tahu budaya, sopan santun orang Jawa, sehingga memunculkan rasa bangga menjadi orang Jawa. Hal ini penting agar tau jati dirinya, asal usulnya, sehingga tidak mudah ikut-ikutan arus budaya orang luar. Boleh suka dengan budaya adat istiadat orang luar, terutama luar negeri, namun tetap berprinsip budaya sendiri juga tidak kalah dengan budaya luar negeri tersebut. Contohnya, kita mengelu-elukan budaya orang Jepang yang bagus, keren. Namun profesor Jepang malah mengagumi budaya Jawa sebagai budaya yang lebih hebat dari negaranya (cerita salah satu dwija/guru di permadani). Nah mari kita kembali mengenali siapa kita, budaya, adat, sopan santun, filosofi apa saja yang diwariskan oleh leluhur kita. Yuk belajar di Permadani!

GBM, Januari 2023

Meisa

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap, belajar di Permadani. Salam sukses Bu Maezaroh

22 Jan
Balas



search

New Post