Mendung Pun Tak Juga Beranjak
Awal tahun 2021...masih dalam Pandemi Covid-19. Sudah setahun virus ini enggan hengkang dari Bumi. Sampai tulisan ini dibuat, kasus covid-19 di Indonesia sudah mencapai 850ribuan yang positif, dengan rekor kematian tercatat di Kemenkes sampai 300an orang. Sungguh suatu tragedi nasional yang sangat menyedihkan. Semua negara mengalami hal serupa, tidak jauh-jauh dari virus covid-19. Manusia di Bumi ini tak luput memperbincangkan makhluk micro tak kasat mata yg para ahli menamakan covid-19.
Dulu awal adanya covid ini hanya lewat berita di medsos, sudah lama tidak punya televisi, antara percaya tidak percaya kebenarannya. Banyak orang-orang meninggal itu saja kumelihat hanya di layar monitor hape, atau komputer kalau sedang di kantor. Ah masak sih virus ini bisa sampai di Indonesia? Indonesia kan negara tropis, sinar matahari melimpah otomatis virus tidak betah di negri ini, ya kan? Kalau di negara empat musim okelah virus berkembang biak luar biasa banyaknya. Dulu pun sempat mewabah virus flu burung, SARS, juga tidak sampai separah ini baik pemberitaan maupun yang kenyataannya. Daerahku dan daerah tetangga jauh aman-aman saja tidak tersentuh virus yg kusebutkan tadi.
Sekarang lain cerita. Orang-orang yang terkena covid semakin mendekatiku. Artinya orang-orang yang kukenal dari yang hanya kenal, kenal dekat, sampai yang terdekat menjadi korban virus ini. Para pejabat di lingkungan wilayah kerjaku, kerabatku, tetanggaku, kakak dan adik iparku, dan sekarang adalah orang yang setiap hari bertemu denganku. Salah satu teman sekantor dan keluarganya terkonfirmasi positif covid. Ya Allah sedih sekali hati ini. Mendengar berita orang-orang yang kusebutkan tadi terkena covid-19 dan dikarantina saja aku sedih sekali, apalagi sampai ada yang meninggal.
Beliau adalah suami dari teman sekantorku. Suami, istri, dan anak bungsunya tinggal di komplek kantor tempatku bekerja. Mereka punya rumah sendiri namun jauh sekali jika laju setiap hari untuk bekerja sangat tidak mungkin. Akhirnya anak bungsunya disekolahkan di SMP negeri nomer satu di kota ini, kota Ungaran. Sedangkan anak yang satu lagi sudah mentas dan sudah bekerja, bahkan baru saja melangsungkan pernikahan.
Pak Taqin kami biasa memanggil beliau. Orangnya menyenangkan, sangat baik, humoris selalu membuat kami tertawa minimal tersenyum gembira. Beliau juga sangat mencintai kebersihan. Jika kantor kami terlihat bersih baik di luar maupun di dalam komplek kantor, itu pasti kerjaan beliau dan istrinya. Mereka berdua sangat klop pecinta kebersihan.
Pak Taqin senang memasak. Makan siangku dan beberapa teman adalah produknya. Beliau menawarkan bagi yang mau makan siang, disiapkan oleh beliau nasi goreng, mie instan plus sayuran dan telur, dan juga masakannya sendiri untuk keluarganya kadang juga ditawarkan. Sudah kucicipi semua makanan yang kusebutkan tadi. Aku senang sekali pesan sayuran yang waktu itu dimasak oleh beliau. "Pak njenengan masak apa siang ini?" tanyaku setelah naik ke lantai dua tempat Pak Taqin tinggal dan beraktivitas. "Mau dibuatkan nasi goreng atau mie? Atau sayur ini (sayur yang dimasak beliau saat itu) ?" Sambil menunjukkan hasil masakannya di meja makan. "Kalau masaknya lebih, aku mau pesan nasi dan masakan pak Taqin aja." setelah melihat sayur yang selalu membuat perutku lapar. Masakan Pak Taqin selalu enak di lidahku. "Berapa ni pak?" tanyaku setelah selesai dihidangkan pesanan makan siangku. "Delapan ribu aja." jawab beliau. "Lho kok murah nanti njenengan rugi dong Pak, kan sudah susah-susah masak?" kagetku. Bagaimana mungkin, nasi sayur dan lauk ikan kok segitu beliau menghargainya. Apa jawaban beliau? "Halah rapopo. Kanggo sedekah juga. Ben Gusti Alloh sing Mbales. Ora-ora nek rugi." Duh Gusti, rahmatilah beliau.
Pak Taqin juga sangat tawadhu, ahli ibadah. Rajin ke masjid di pinggir jalan besar Ungaran mengendarai sepeda motornya. Tidak pernah mengeluh meski kondisi kesehatannya kurang bagus. Ya, beliau beberapa tahun ini organ ginjalnya tidak berfungsi sempurna. Gagal ginjal nama penyakit medisnya. Namun beliau selalu semangat untuk sehat. Ibadahnya tidak berkurang justru malah semakin semangat ke masjid. Pun Pandemi ini beliau tetap semangat ke masjid, dengan protokol kesehatan pastinya beliau memakai masker. Beliau adalah pribadi yang tenang, pasrah, tidak mengejar duniawi, dan menggantungkan segala sesuatunya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Tuhannya. Beliau setiap pulang dari rumah sakit untuk cuci darah, selalu memasang wajah ceria. Tidak ada sedikitpun rasa kesakitan atau kecapekan yang tergambar di wajahnya. Bayangkan, kurang lebih 4 jam proses cuci darahnya, belum antriannya. Beliau selalu tersenyum di depan kami teman-temannya dan menyemangati kami malahan, bukannya terbalik.
Awal tahun, hari pertama masuk kantor, yang seharusnya menjadi ajang kangen teman-teman dan juga Pak Taqin, menjadi awal mendung kelabu bagi kami. Beliau terpapar virus penyebab pandemi ini. Sedih sekali mendengar berita ini. Disusul berita istri dan anaknya yang menyusul tes swab antigen juga positif hasilnya, menambah kesedihan bagi kami sekantor. Sinar matahari yang sempat melongok siang itu seakan tidak menghangatkan hati kami meski lumayan terik. Duh Gusti, jangan Kau timpakan cobaan yang kami tidak kuat menanggungnya.
Kami pun bangkit jogokonco saling menyemangati dan mendukung satu sama lain untuk mengingatkan selalu sehat, selalu semangat, dan selalu menjaga imun kita masing-masing. Saling bertukar kabar melalui WA grup kantor, ataupun japri WA. Tak lupa akupun WA menanyakan kabarnya sekeluarga. Setelah seminggu karantina temanku sudah membaik kesehatannya, hidung sudah bisa membaui dan lidah sudah bisa mencecap rasa, anaknya pun juga menunjukkan peningkatan kesehatan. Namun pak Taqin agak berbeda kondisinya, kabar dari temanku beliau tidak bisa tidur. Doaku saat itu tak putus untuk beliau sekeluarga. Dan mendung pun tak juga beranjak. kemarin pagi sewaktu berangkat ke kantor, aku mendapat kabar dari kepalaku kalau Pak Taqin sore lusa dibawa ke Rumah Sakit karena mengalami sesak nafas. Sedihku tak kepalang. Ku-WA suamiku mengabarkan kondisi Pak Taqin supaya suamiku ikut mendoakan beliau. Ah pasti pak Taqin bisa melewati penyakit ini karena sebelum-sebelumnya beliau kuat bertahan dengan ginjalnya yang kurang maksimal, pikirku sambil berdoa untuk kesembuhan beliau. Beberapa jam kemudian sekantor mendapatkan kabar bahwa Pak Taqin meninggal dunia. Ya Robb... rupanya Engkau lebih menyayangi Pak Taqin. PenjagaanMu kepada beliau lebih baik daripada penjagaan kami. Pak Taqin yang semula aku dikabari tidak bisa tidur, sekarang tidur nyenyak untuk selamanya di alam barzah.
Selamat jalan Pak Taqin... Selamat tidur nyenyak sampai kita semua dibangkitkan di alam akhirat nanti. Surga menunggumu Pak, engkau termasuk dalam kesyahidan karena meninggal di masa Pandemi ini, serta kebaikan-kebaikanmu selama ini. Engkau contoh kebaikan bagi kami, teladan di depan mata kami yang melihat langsung keseharianmu. Engkau jiwa yang damai, pantang menyerah, tidak pernah mengeluh, penyuka kebersihan, dan jiwa yang pasrah kepada Tuhannya. Semoga kami bisa menirumu Pak Taqin..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga almarhum Pak Taqin husnul khatimah. Diampuni semua dosa, diterima semua amal baik dan ibadahnya. Aamiin yaa rabbal alamiin.
Aamiin ya Rabbal'aalamiin