Menjemput Kesayangan
Pagi ini hari yang dinantikan. Hari yang membahagiakan kami sebagai orang tua. Hari yang akan melebur rasa rindu. Jum'at yang berkah ini kami akan menjemput anak di pondok. Sudah dari sebulan yang lalu pemberitahuan kepulangan santri. Sejak itu tak sabar aku menunggu hari.
Sayangnya bulan Desember adalah bulan sibuk bagi guru. Sebelum penjemputan yang membahagiakan ini harus diwarnai kesibukan-kesibukan di sekolah, terutama suami. Dia pulang malam hampir malam terus, bahkan 2 hari sebelum penjemputan pulang malam, jam 8-9 malam, untuk menyelesaikan nilai akhir semester di raport. Imbasnya adalah permintaan anak menjadi terbengkalai.
Ya, sejak beberapa bulan yang di setiap waktu menelpon anak, anakku meminta agar kamarnya dirombak sesuai yang dia inginkan. Kasurnya diperkecil menjadi ukuran single, meja komputer beserta kursinya di ruang depan dipindah ke dalam kamarnya. Ayahnya dengan mantapnya menyanggupi. Namun di minggu-minggu mendekati penjemputan, malah pekerjaan banyak menunggu. Sedihnya aku sebagai orang tua belum bisa menyediakan yang diminta anak. Kami bersyukur diberi anugerah anak yang baik. Dia tidak protes mengapa permintaannya yang sudah disetujui orang tuanya tidak juga terealisasi. Justru dia akan membantu ketika pulang nanti selama liburannya di rumah akan menata kamarnya sendiri. Masyaallah Tabarokalloh.
Memasuki kompleks sekolah dan pondoknya anak, rasa rindu membuncah sirna begitu melihat anakku di deretan santriwati yang juga menunggu dijemput orang tuanya. Kulihat raut wajah yang bersinar gembira ketika dia melihat orang tuanya datang menjemput. Segera diangkutnya barang-barang yang dia akan bawa pulang, dibantu oleh ustadzahnya. Kami penjemput dilarang keluar dari mobil, begitu SOP-nya di masa pandemi ini. Begitu anak masuk mobil, dan mulai berjalan, anakku melambai-lambaikan tangannya tanda perpisahan sementara. Betapa terharunya momen itu, sungguh aku tidak tega melihat anakku berpisah dengan teman-temannya yang sudah seperti keluarga di pondok karena satu kamar dan beraktivitas bersama-sama. Namun kepulangan ini juga ditunggu oleh keluarga juga. Aku menjadi berfikir, pertemuan dan perpisahan adalah hal yang harus terjadi. Tugasku adalah menata hati yang teraduk-aduk itu. Pertemuan adalah kebahagiaan, perpisahan adalah kesedihan yang sementara, untuk meraih kebahagiaan hakiki di dunia setelah kehidupan ini. Merelakan pilihan anak untuk sekolah sambil mondok adalah suatu hal yang membanggakan sekaligus mengharukan karena merelakan anak untuk mandiri.
Aku dan anakku berpelukan di dalam mobil. Senang tak terkira. Alhamdulillah melihat putriku sehat, bersih, tak kurang suatu apa. Malah ada tambahan jerawat di beberapa titik wajahnya. Tipe kulit dari ayahnya, yang mudah berjerawat. Aku muda jarang berjerawat, hanya kecil-kecil di dahi. Kadang satu muncul di area dagu, tanda akan mengalami haid, bisa dipastikan itu.
"Ah, anakku sudah besar mau dewasa ini. Sudah hampir se-ibu. Udah kayak kakak adik," ujar bapaknya.
"Iya nih, sudah mau persis ibu. Bentar lagi jadi BFF nya ibu. Gimana Nduk kabarnya, sehat?" kataku sambil memeluk dan menciumnya.
"Alhamdulillah sehat Buk, habis sakit kemarin pas masa-masa ujian kemarin, ujian sekolah, ujian pondok, ujian tahfidz," jawabnya membalas pelukan dan ciuman dariku.
"Alhamdulillah. Lebih dijaga lagi kesehatannya ya kedepannya," kataku.
"Iya, he.." jawabnya singkat.
"Ini mau langsung ke Gramedia, atau Meu tengok Bulikmu, kamu punya adik lagi dari Bulik," aku menawarkan. Rumah adikku yang baru saja melahirkan anak ketiga dengan pondok anakku dekat. Sekitar lima menit saja.
"Iya tengok adik bayi dulu yang dekat," kata anakku.
"Nanti di rumah Bulik, kamu main sama adik-adik ya, ibu juga ngobrol-ngobrol dulu. Bapak mau menyelesaikan nilai dan kirim ke Pak Arif, sudah ditunggu maksimal sebelum Jumatan ini," kata suamiku.
Mobil pun melaju menuju rumah adikku. Sebelumnya kami mampir ke supermarket pinggir jalan membeli jajan untuk anak-anaknya adikku. Sesuai rencana, suami selesai sholat Jum'at, dan sudah mengirim nilai, kami pamit. Perjalanan masih panjang untuk sampai ke Gramedia Semarang, karena masih mampir ke rumah orang tuaku dulu di Semarang. Temu kangen dengan cucunya yang berbulan-bulan di pondok. Sore kami pun sampai di Gramedia, toko buku terbesar di pusat kota Semarang maupun pusat propinsi.
Kulihat betapa senangnya anakku melihat lautan buku. Melihat, memilih buku-buku yang dia incar, masukkan ke keranjang. Saatnya sholat Maghrib kami break dulu menuju lantai satu tempat mushola berada. Kukira selesai sholat Maghrib selesai juga di Gramedia, tapi aku salah perkiraan. Anakku masih belum puas lihat-lihat buku. Akhirnya kami naik lagi ke lantai dua. Kalau tidak melihat ibunya sakit tumitnya dan masih ada acara satu lagi, anakku masih betah di toko buku tersebut.
Selesai membayar buku-buku yang dibeli, kami segera ke balik ke arah Ungaran untuk pulang ke rumah. Masih acara mampir dulu ke rumah eyang di Srondol Semarang. Kebetulan eyang yang sekarang menetap di Bogor, pulang ke rumah Srondol untuk check up kesehatan rutin.
Betapa padatnya acara penjemputan anak ini, mulai dari jam 7 berangkat dari rumah, sampai kembali ke rumah lagi jam setengah sepuluh. Alhamdulillah masih diberi kesehatan dan kebahagiaan untuk kami sekeluarga.
Ungaran, 17 Desember 2021
Meisa
#gbmkabsemarang
#tantangan30harimenulisdesemberceriagbm
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar