Mahdalena, S.Pd.

Mahdalena, ibu dengan 4 orang anak; guru di SMPN 2 Way Tenong Lampung Barat. Sejak kecil bermimpi menjadi penulis. Semasa SMA, impiannya untuk menjadi penulis k...

Selengkapnya
Navigasi Web

PUCUK DICINTA LAMBAN BACA KUBUKA

Tantangan menulis ke 40

#Tantangan Gurusiana

PUCUK DICINTA LAMBAN BACA KUBUKA

Semua harus di awali dengan niat. Begitu juga dengan perjalanan panjang lamban bacaku. Niat yang kuat serta tekad yang melandasi dibukanya lamban baca di tempat tinggalku. Suamiku selalu mengingatkan bahwa nekad saja tidak cukup. Harus meyakinkan diri seberapa besar niat dan tekad yang telah ku kumpulkan.

Gagal dalam mencoba itu biasa. Yang luar biasa itu, berulang kali gagal dan selalu bangkit untuk mencoba lagi. Bayangkan jika tekad hanya di ujung lidah, mungkin saat pertama kali gagal akan langsung menyerah. Membuka lamban baca bukan tak ada kendala. Sebelum mulai membuka, banyak sekali rintangan yang harus kuhadapi. Rintangan itu berasal dari orang-orang di sekelilingku. Dari dukungan, tempat, bahkan materi jadi persoalan. Setelah berusaha meyakinkan suamiku dan ibuku akhirnya mereka mengijinkan serta mendukungku untuk membuka lamban baca. Akan tetapi ibuku menanyakan di manakah tempat yang akan kupergunakan. Rumahku tidak memiliki ruang khusus yang dapat ku manfaatkan untuk lamban baca.

Rumah yang kutempati adalah rumah panggung warisan dari orang tuaku untukku, yang menyatu dengan rumah tua warisan kakekku untuk kakak tertuaku. Jadi agak bingung ya? Jadi begini, rumah panggung yang kutempati itu ada dua rumah yang digabung menjadi satu atap dengan dinding pembatas. Hal itu dikarenakan kakak tertuaku belum bisa pulang untuk menempati rumah itu, sehingga dinding pembatasnya dibuka agar rumah tua itu tidak kosong.

Saat aku menyatakan keinginan untuk membuka lamban baca, tentu saja aku harus mendapat persetujuan dari orang tuaku, kakak, suami, dan yang paling utama adalah meraje. Meraje adalah sapaan untuk saudara laki-laki dari ibu. Ahli waris dan sekaligus pengambil keputusan di rumah tunggu tubang yang merupakan anak cucu perempuan pertama dari garis keturunan ibu yang menerima warisan. Dibutuhkan perjuangan panjang untuk mendapatkan ijin dari meraje sebab ibuku memiliki delapan orang saudara laki-laki, sedangkan ibuku merupakan anak perempuan satu-satunya. Dengan niat untuk berbagi dalam hal kebaikan, kuberanikan diri untuk mendatangi mereka, dan kuutarakan niatku. Alhamdulillah, mereka mendukung niat baikku.

Sebuah ruangan untuk membaca hendaklah harus nyaman. Tapi hal itu belum dapat aku wujudkan karena keterbatasan biaya. Rencananya ruangan yang akan ku gunakan adalah ruang tamu sebab ruang tamu di rumahku yang merupakan gabungan dari dua rumah memiliki ruang yang cukup luas. Lemari kayu sederhana sebagai tempat menyusun buku.

Dengan tempat dan buku seadanya, lamban baca mulai kubuka. Anak-anak dan juga ibu-ibu di sekitar rumahku mulai ku ajak berkunjung ke lamban bacaku. Satu tahun kemudian, setelah pengunjung di lamban lamban baca semakin meningkat, lamban bacaku pindah ke bagian bawah rumah panggung yang telah kusiapkan dengan perlengkapan sederhana. Setidaknya, anak-anak yang sedang membaca tidak akan merasa terganggu dengan tamu yang kadang bersilaturahmi ke rumahku.

Pucuk dicinta lamban baca kubuka. Begitulah perjuangan dari dalam yang telah kulalui demi terwujudnya keinginan untuk membuka lamban baca di tempat tinggalku.

Mahdalena

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post