Mistisme Bambu dan Satu Milyar
Mahfud Aly
[Bamboo Enthusiast]
*****
Saya bercita-cita jadi bambu atau kelapa. Kaya manfaat. Tetapi terkadang saya ingin jadi pisang. Tak mati sebelum berbuah. Sekali tak apa, asal memberi manfaat maksimal.
Meski riset hari ini, cavendis bisa berbuah dua kali. Ada caranya. Rahasia saja.
Dua Minggu lalu, saya sua sahabat. Ia warga keturunan Cina. Tetapi ia itu unik. Sukanya pada bambu. Bukan bambu biasa. Ini lebih ke mistis. Ia cerita, sering habiskan waktu dari rumpun bambu satu ke rumpun bambu lainnya.
Untuk apa?
Cari bambu unik.
Ada khasiatnya.
Saya tertawa.
Tetapi saat ia begitu serius.
Memperlihatkan coretan-coretan di buku hariannya.
Ia hafal tiap bentuk dan kegunaan.
Saya tercengang.
Ia ceritakan pengembaraannya. Mencari bambu unik.
Dan...
Dor!
Saya kaget.
Saya kagum.
Saat ia cerita berapa harga untuk sepotong bambu uniknya.
Satu milyar.
Gendeng.
Satu milyar, Je.
Dibelikan cotton Bud dapat berapa biji: hihihi!
Dibelikan buku teman penulis gurusiana. Wow! Perpusda sudah!
Nah, saya makin tertarik. Saya minat ilmu dan mitos yang melingkupinya. Menarik. Sungguh!
Mari kita pecicili satu persatu.
Bismillah!

Patel Lele.
Wow!
Nama yang unik.
Susah juga cari ini.
Tapi saya pernah sua.
Bahkan satu pohon Patel lele semua.
Di tempat yang angkernya luar biasa.
Kini raib, entah kemana.

Junjung Drajat.
Saya gak begitu mengerti soal ini.

Pring Sabdo. Pernah suatu tapi lupa milik siapa.

Oh ya, ini milik Mbah A. Orang sakti. Katanya.

Carang gantung. Di belakang rumah banyak beginian.

Pancoran Mas.
Belum paham saya. Perasaan banyak juga di barongan.

Bambu ikat raga. Gak paham.

Temu Ros gantung. Pernah ketemu.

Bambu combong. Bambu lubang.

Bambu Badar. Entahlah.

Bambu kembar Siam. Gak tahu.

Meraga Sukma.

Bambu menjunjung langit. Entahlah.

bambu Buntet.

Pring pethuk (sua). Bertemu bambu. Yang paling diburu. Terkenal sungguh. Harganya mahal gila.

Ini bambu paling bermanfaat. Barakallah.

Ini bambu gila. Budaya. Biasanya di pasar malam di lapangan kecamatan. Hihihi!

Ini bambu unik yang paling penting. Tusuk gigi. Hihihi! Habis makan rendang tak ada tusuk gigi. Duh, rasanya itu kayak bersin gak jadi. Hihihi.
Sudah ah, saya suka budaya. Ini bukan tulisan tentang syirik atau apa ya. Saya tak lihat dari sisi itu. Saya budayawan. Saya peneliti. Mari kita menjaga hati.
Saya suka bambu. Tapi sungguh saya lebih suka kamu.
Iya. Kamuuu!
Lamongan, 12 Maret 2019
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pak Guru, Uthi nanya ciyuuussss ni. Kalau Uthi gak salah ingat, pernah dengar bambu "pring gerit", adakah? Tadi kayaknya di atas tak ada. Dijawab ya, Uthi penasaran. Atau Uthi yang salah ingat. Kalau harga bambu 1 milyar dibelikan kuah bakso, Lamongan tenggelam gak ya? Hehehe. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, pak Guru.
Saya justru belum pernah dengar Uthi. Mungkin perbedaan nama. Saya riset dulu. Bismillah
Petungan Perkawinan di Desa Pladen Kabupaten Kudus Deviana Puspitasari, , 2102407007 (2012) Petungan Perkawinan di Desa Pladen Kabupaten Kudus. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Abstract Tradisi petungan perkawinan di desa Pladen kabupaten Kudus merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya, berawal dari keberadaan sesepuh desa yang dipercaya sebagai seseorang yang telah berjasa dalam perhitungan perkawinan di wilayah Pladen dan sekitarnya. Petungan perkawinan bertujuan supaya dalam kehidupan perkawinannya dapat bahagia serta memiliki keturunan yang dapat menjadi penerus nantinya. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah variasi “ketidak cocokan” petungan perkawinan dan bagaimanakah tanggapan masyarakat tentang “ketidak cocokan” petungan perkawinan di desa Pladen kabupaten Kudus. Landasan teori yang digunakan yaitu menggunakan teori folklor, tradisi, penanggalan Jawa, petungan perkawinan dalam primbon, konsep petungan perkawinan dalam masyarakat, makna simbolik, serta persepsi masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan folklore. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, teknik catat, dan teknik dokumentasi. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah tradisi petungan perkawinan di desa Pladen memiliki bebarapa variasi “ketidak cocokan” yaitu neptu-neptu yang berjumlah genap, dilarang untuk melakukan perkawinan. Karena kalau menikah ditakuti akan mendapat hambatan dalam perkawinannya . Namun ada yang dapat disiasati dalam petungan tersebut yaitu neptu yang berjumlah genap sebagian besar diberi syarat atau tebusan jadah pasar. Sedangkan neptu 26 hasil dari 13 dengan 13 dinamakan pring sedhapur atau pring gerit, dan cara menyiasatinya adalah orang yang mempunyai hajad perkawinan dilarang mengambil rebung (bambu yang masih muda) tapi boleh memakannya. Selain itu neptu hari dan pasaran yang berjumlah ganjil juga ada yang tidak boleh melangsungkan perkawinan yaitu jumlah neptu yang berjumlah 25, ada dua hitungan yang digunakan. Pertama, neptu 12 dan 13 dinamakan limolikur di beri syarat atau tebusan jadah pasar. Kedua, neptu 10 dengan 15 dinamakan kebo gerang syarat yang diberikan adalah dengan menyembelih kerbau satu ekor. Berdasarkan hasil dari simpulan terdapat beberapa saran yang diberikan yaitu agar tradisi tersebut tetap dapat berada di tengah-tengah masyarakat maka hendaknya ada upaya untuk tetap mepertahankan dan melestarikannya pada generasi muda agar nilai-nilai luhur didalamnya tetap terjaga.
Jadi Uthi, itu simbol. Bukan bambu betulan. Terima kasih telah mengenalkan istilah ini. Pring gerit. Barakallah
Betul...betul...betul..., iya Uthi bari ingat, "variasi ketidak cocokan". Simbol, bukan bambu betulan. Jazakillah khoir, Pak Guru. Barakallah.
Iya, sama saya juga suka ...... tulisannya Pak .... Barakallah
Terima kasih. Bunda Desi. Barakallah
Ah kau ini.....Aku tersipu malu.... Bravo brother...Barakallah..
Hihihi. Siap as always. Bunda Rini Syah. Barakallah
Keren banget ulasannya
Pring keretek gunung gamping gemperal, .... (Terusne dewe).
Hihihi. Ora paham. Guru juara OGN.
wow.... matur thankyu ilmune pak Mahfud
Ah, ad penulis mistis. Barakallah.
Klo Pring kenari itu ada g ya suhu????
Pak mahfud Ali,saya mempunyai tanaman bambu kuning yang aneh nya bambu kuning itu mempunyai anak bambu yang warnanya hijau.tks