Mahfud Aly

Lelaki terkombang-kambing tulisan. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sakitnya Disunat dan Calak Cantik

Sakitnya Disunat dan Calak Cantik

Aduh mama! Saya tak mau disunat. Tak bisakah ditunda barang sehari? Belum apa-apa, sudah nyeri semua ini. Mendengar kata ‘sunat’ saja, mati rasa paha ke bawah. Kenapa tidak potong kuku saja? Kenapa harus potong yang itu?

Sunat, atau khitan adalah ritual keagamaan yang wajib dilakukan lelaki muslim, Sunat berarti bersuci. Mengkhitankan anak adalah tugas orang tua. Tidak ada bayi disunat di Lamongan. Umumnya, anak di-khitan saat usia 8 tahun. Jujur, saya takut sunat.

Berangkat ke tempat praktek dokter adalah perjalanan paling menyakitkan sepanjang hidup. Saya memilih mendaki gunung bromo bolak-balik daripada harus disunat. Terlebih, menunggu antrian khitan adalah episode terburuk sepanjang hidup. Dua anak yang antri di depan saya menunjukkan wajah putus asa. Wajah penuh ketidakpastian. Wajah kesedihan yang memuncak. Rasanya mereka ingin kabur. Lari sejauh mungkin. Mereka tak rela, ada orang lain mengobok-obok wilayah kramatnya. Mereka berdua tak berdaya, saat nomer mereka disebut. Kaki hendak berlari, sementara kedua tangan mereka erat dipegangi oleh kedua pengantar, yang memastikan tidak ada kegagalan kali ini.

Khitan sendiri sudah menakutkan. Buktinya tidak ada lelaki manapun, yang pernah disunat dua kali. Berbeda dengan peristiwa perempuan melahirkan. Konon katanya, sakitnya tak tertahankan. Toh, mereka beranak berulang kali. Itu membuat saya yakin. Meskipun melahirkan itu sakit, sunat seribu kali lebih sakit

Selain sakit, tradisi di masyarakat jauh lebih menyakitkan. Anak sunat adalah tontonan menyenangkan. Saya tak rela menjadi tontonan gratis satu kampung. Sarung saya dibuka, harta berharga saya, dijadikan bahan obrolan. Itu menyakitkan. Iya, kalau nenek-nenek tua saja, yang menonton. Saya bisa terima.

Tapi saat ibu muda dan gadis belia saling sikut, berebut melihat barang saya. Ah saya malu. Terlebih saat mereka membuat penilaian. “Kecil sekali,” kata Maidah. “mirip burung emprit. Tak gagah,” tegasnya. “Besar burung punya suamiku,” sambung Painem, “selalu menang saat lomba.”

Kenapa saya harus merasakan sakit, toh saat hasilnya bagus, yang dipuji dokter, bukan saya? “Meski kecil, tapi ukirannya bagus. Saya suka,” tambah Painem dengan senyum malu-malu.

Kecuali dokter sunatnya (calak) secantik dia? Disunat tiga kali saya mau.

Dokter sunat identik dengan kaum adam. Tapi ada dokter sunat perempuan berparas paras cantik?

Di Kota Davao, Filipina ada gadis cantik yang berprofesi sebagai dokter sunat. Namanya, Krestle Lailene Deomampo.

Sampai detik ini, Krestle berhasil menyunat 28 remaja saat acara amal di San Pedro National High School, Laguna, Filipina. Sebentar lagi, tambah satu lagi: saya ikhlas disunat lagi. Asal dia yang menyunat. Asal dia yang pegangi. Saya rela. Saya ikhlas.

Sungguh! Jadi ingin mengajak Pak Pimred, Eko Prasetyo. Siapa tahu dia mau tambah. (aly/lmg)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post