Sebagai “pemerhati” orang, maksudnya suka ngeliatin orang, banyak hal yang kupelajari dari orang-orang yang kuperhatikan untuk jadi bahan refleksi diri. Jika datang ke sebuah pertemuan yang baru pertama kali kudatangi, biasanya pojok ruangan jadi tempat yang nyaman untuk kududuki. Di sana, aku bebas mengamati perilaku orang -orang di ruangan sambil mengisi gelas pengetahuan. Mungkin Kedengarannya aneh, oleh sebab itu, tak jarang teman-teman melabeli aku sebagai pengamat “Abal-abal”. He..he,..he..tapi tak apalah, minimal kegemaranku tidak merugikan orag lain.

Siang tadi, wa group kecil genk kuliah, heboh, lantaran salah seorang sahabat agak julid pada seorang teman di wa group besar kuliah.

“ Eh, maaf aku rada julid ya, tapi lihat deh, kenapa ya si A, sekarang senang banget post photo sendiri di wa group besar”, tulis Rina.

“ Ehm, kayaknya si A, lagi puber kali”. Balas Mei tak mau kalah.

Aku yang membaca cuatan itu, mendadak kepo dengan photo yang di maksud, dan langsung meluncur ke wa group besar. Ternyata benar kata Rina, si A, teman pria kami, posting 4 photo dirinya di sebuah hotel, sepertinya hotel di luar Jakarta.

“Benar juga, Rina, Mei. Kayaknya si A, butuh verifikasi dari orang yang dikenal buat pencapaiannya deh”. Tulisku di wa group kecil.

Akhir-akhir ini, A ,teman kami itu, memang sering posting photo dirinya. Bahkan hampir setiap hari. Setelah scroll di wa group besar, rupanya si A, telah sukses menurunkan berat badannya dan melakukan perawatan wajahnya. Wajahnya kini makin segar dan glowing. Pantas saja, jika ia rajin posting aktivitas harianya. Namun sayang, kami teman-temannya kurang peka dalam memberikan respon, sehingga tampaknya A, merasa terabaikan.

Akhirnya, kami ber 5 sepakat untuk membuat social experiment, untuk mengetahui motif si A, yang sebenarnya. Aku mulai merespon photo yang di share A tadi pagi. Tak lama, RIna pun merespon dengan kalimat yang sama persis, demikian juga dengan Mei-mei, Phey dan Menik. Tak lama setelah itu, ada beberapa teman lainnya mengikuti permainan kami. Sambil terus berkomunikasi di group sebelah, kami ber5, menunggu respon si A. Dan benar, tak lama si A, merespon pujian kami, dengan kalimat panjang, yang menjelaskan usahanya untuk body goal dan muka yang glowing.

Sebenarnya yang suka “pamer” di wa group besar bukan hanya si A, si B juga kerap memposting photo-photo kegiatannya, terutama ketika ia memperoleh pencapaian yang besar, seperti saat membeli mobil mewah atau apartement , piknik keluarga atau sekedar makan di luar. Sebenarnya sah-sah saja, jika kita “pamer” apa yang kita punya atau capai. Karena bisa jadi itu menjadi motivasi buat yang lain dan yang terpenting tidak menyebabkan kerugian pada yang melihatnya. Tetapi memang, pernah ada respon, dari teman lain di group besar juga, yang merasa minder (bukan iri hati, ya) dengan pencapaian A & B. Alih-alih termotivasi, ia malah merasa hidupnya gagal.

Lantas, apakah sifat pamer, merupakan tanda bahwa masa kecilnya tidak (belum) tuntas?. Bisa jadi iya. Karena sering pamer (show up), kurang empathy dan sejenisnya adalah ciri-ciri pribadi yang egosentris, sebuah perilaku yang biasanya timbul di masa anak-anak. Sharing pencapaian diri terhadap orang lain, boleh-boleh saja, sebagai bentuk aktualisasi diri. Tapi pastinya dengan beberapa pertimbangan dan cara yang benar.