Jadi Inspirator
Pak Dedi, teman satu divisi, hampir setiap hari mampir ke meja kerjaku. 'Bu, saya ingin sekali seperti Bu Utie. Kerjanya cuman cuap-cuap doang, eh gajinya bisa berlipat-lipat dari gaji saya". Pernyataan yang sudah berulangkali kudengar dari mulutnya. Tidak ada jawaban yang bisa kuberikan kecuali senyuman pahit.
"Pak Dedi, ini mau muji atau ngeledek, kah?. Tahu gak seperti apa perjuangan saya, supaya bisa sampai seperti ini".
Aku dengan pak Dedi, memang sohiban, jadi kalau ngobrol suka to the point.
"Iya, saya paham. Maksudnya, saya kepingin banget seperti ibu, gitu kerjanya. Gak berat tapi gajinya berat", ujarnya seperti membela diri. Sebenarnya yang berpikiran seperti pak Dedi, itu banyak. Biasanya itu terjadi karena ketidakpahaman mereka akan pola kerja seorang penerjemah. Saat bekerja, seorang penerjemah memang kelihatannya santai, asal ngebacot saja (istilah bahasa Betawi), gak pakai otak dan banyak lagi. Tetapi sesungguhnya pekerjaan seorang penerjemah adalah pekerjaan yang sangat serius dan cukup penting. Karena bila salah dalam penyampaian isi pembicaraan, maka yang akan terjadi adalah kekacauan komunikasi antara pihak terkait. Karenanya seorang penerjemah harus banyak belajar, baca membaca dan memahami karakter dari orang yang diwakilinya.
Pak Dedi memang sering curhat, kalau ia ingin mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan. Menurutnya, pekerjaannya yang sekarang, kurang pas dengan background pendidikannya dan tentu saja pendapatnya juga kurang maksimal. Karenanya ia sering mengikuti seminar-seminar tentang banyak hal. Namun rupanya ia tertarik dengan pekerjaan seperti yang kulakukan. Sehingga sejak 1 tahun lalu ia memutuskan untuk belajar bahasa Jepang.
Walaupun pak Dedi mengatakan paham akan perjuangan yang kulalui, tapi sebenarnya ia tak paham sangat. Hampir 18 tahun kuhabiskan untuk meningkatkan skill bahasa Jepangku. Banyak suka dan duka telah kulalui. Dan tak sedikit hinaan dan cibiran yang kuterima karena ketidakpuasan client terhadap penerjemahanku. Tapi prinsipku, setiap pekerjaan yang kulakukan adalah pelajaran, jadi hasil apapun yang terjadi akan menjadi pelajaran untuk lebih baik lagi dan pastinya tidak boleh ada istilah baper di hati ini.
"Bu, kira-kira, saya bisa gak ya jadi seperti ibu. Kayaknya lihat ibu ngomong tuch, enak banget ... Lancar banget", tanya pak Dedi di lain hari.
"Ya, semua itu atas izin Allah tentunya. Kalau kita rajin berlatih dan terus belajar, in syaallah ada hasilnya”.
“Doain ya bu. Kemarin saya interview online sama perusahaan Jepang. tapi sayangnya di tengah-tengah saya kurang paham apa yang mereka ucapin. Akhirnya saya di minta daftar lagi tahun depan, bu”.
“Gak apa-apa, coba lagi tahun depan. In syaallah ada jalan”.
Sudah dua tahun setengah sejak pandemi melanda, aku pindah kerja ketempat lain dan tidak pernah lagi bersua dengan pak Dedi. Namun tetiba ada pesan WA dari nomor yang tak dikenal masuk ke gawaiku. Melihat Profile Picturenya, photo diri dengan latar belakang Tokyo Tower, baru kusadari ternyata itu adalah pesan dari pak Dedi.
“Assalammualaikum bu. Gimana kabarnya ? sekrang kerja dimana?. Terima kasih sudah menginspirasi saya”.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap ulasannya keren
Arigatou Gozaimasu, atas supportnya, bunda Cantik.