Ketika Bocil Mulai Bersaing
Sejak tahun ini, sekolah kami memutuskan menerima siswa usia 3 tahun. Memang dibanding kelompok usia lainnya. kelompok usia 3-4 tahun, memang masih memerlukan perhatian full dari mulai masuk hingga pulang sekolah. Tapi, di balik itu, mereka masih lucu, mengemaskan dan apa adanya. Tetapi sebenarnya dari anak-anak imut itulah, kami orang dewasa yang ada di sekitarnya banyak belajar tentang bagaimana seharusnya menghadapi hiruk pikuk kehidupan dunia.
Seperti suatu pagi, Qalesya, 3 tahun, selalu menyambutku dengan suara khasnya. memanggil, "Bu Utie" dan memeluk tanganku. Qalesya akan terus memelukku, sampai aku berucap sesuatu, "Hei cantik, Assalammualaikum, bajunya bagus sekali". Ia akan segera pergi sambil tersenyum riang jika aku sudah mengelus kepala dan punggungnya. Anak kecil memang mempunyai rasa solidaritas yang tinggi. Ketika Qalesya, merasa senang rupanya ia mengajak Kayra, 3.5 tahun, untuk di sayang juga. "Bu Utie, ini Kayra, di sayang"."Oh iya, Kayra cantik, assalammualaikum", ucapku sambil membelai kuncir kudanya. Mendapat perlakuan seperti itu, Kayrapun tersenyum senang dan bersama Qalesya berlari kecil untuk bergabung kembali dengan teman lainnya. Tak berselang lama, Kimora, 4 tahun, diam-diam memelukku dari belakang. Ketika kulihat wajahnya, ia meringis sambil mengerdipkan matanya. Segera kusapa, "Hai, cantik Kimora, tadi sudah sarapan?", sambil tanganku mengelus kepala munggilnya. Kimora memang jarang mengeluarkan suaranya, namun gerakannya sangat lincah. Menerima elusan di kepalanya, Kimora mengangguk sambil tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya. Melihat Kimora, bermain-main dengan tangan kiriku, Gigi, 2.9 tahun, pun tak mau ketinggalan. Gigi, murid termuda di sekolah pun, memeluk diriku dari samping kanan, "Gi, dah apan". "Gigi, sarapan apa". "Oti ama elor". Rupanya Gigi, laporan jika ia sudah sarapan juga, dengan roti dan telur. Sambil menyamakan posisi dengan gigi, aku menjawil pucuk hidung mungilnya dan berucap, "Alhamdulillah". Sama seperti Qalesya, Kayra dan Kimora, Gigipun kembali ke bermain trampoline bersama yang lain. Melihat anak-anak riang gembira, hatiku pun senang karena sudah membuatnya bahagia.
Namun, anak-anak kecil memang selalu menampakan perasaan dirinya apa adanya. Saat aku memasuki kelas di pagi hari, kulihat Queen, 3 tahun, sedang menangis lantaran restleting tasnya copot. Melihatnya menangis tersedu-sedu, aku segera duduk disampingnya dan berusaha melihat kondisi tasnya. Sejenak kubiarkan Queen menangis, sambil tanganku mengelus-elus kepalanya. Tiba-tiba, Qalesya datang dengan muka cemberut dan duduk di pangkuanku. "Bu Utie,…" rajuknya. "Iya, sayang, kenapa". Ia tak menjawab, namun kulihat Qalesya memandang ke arah Queen. "Queen sedang sedih, karena retsleting tasnya copot. Sebentar ya, bu Utie, mau betulkan tas Queen. Qalesya bisa main sama yang lain dulu ya?". Tampaknya Qalesya tetap keukeuh duduk di pangkuanku. Rupanya ia cemburu melihat perhatianku terhadap Queen. Melihat Queen dan Qalesya yang di dekatku, tiba-tiba Gigi, Kayra dan Alyka pun datang dan berebut duduk di pangkuanku. Oalaah, rupanya mereka semua cemburu satu sama lainnya dan ingin di sayang seperti Queen dan Qalesya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar