Pagi itu aku memutuskan untuk membuat papan tulis, setelah dua harian searching papan tulis di toko hijau dan orange namun tidak juga menemukan yang inginkan. Untuk itu aku harus mencari papan triplek ukuran kecil dan kayu kecil sebagai pingirannya. Tak ada cara lain kecuali harus mencarinya di kedai kayu Madura. Karena hanya di sanalah tesedia papan triplek dengan beragam ukuran.

Tak perlu waktu lama sampailah aku di kedai kayu Madura. Kebetulan kulihat ada orang yang sedang membersihkan potongan kayu di depan kedai tersebut. Pastilah ia pemilik kedai, batinku. “Pak, saya cari triplek ukuran sekitar 80 cm x 120 Cm”, ujarku sambil mataku terus melihat tumpukan kayu yang telah disusun sesuai ukurannya. Dari ekor mataku, kulihat si bapak itu, menarik-narik kayu. Ah, mungkin dia sedang mencari papan yang kumau, ujarku dalam hati. Merasa sedang dilayani, akupun sibuk sendiri mencari lis kayu untuk pinggiran papan. Setelah menemukan lis kayu yang sesuai, kutanyakan kembali pesananku pada si bapak yang sedang memperhatikan kayu-kayu dagangannya. “Pesanan saya sudah ada, pak”. Si bapak itu tidak menoleh sedikitpun. Ah mungkin suaraku kurang keras, batinku. Sambil bergerak mendekatinya, kutanya kembali apakah kayu yang kumaksud sudah ditemukan atau tidak. Tak ada jawaban yang kuterima, melainkan hanya senyuman yang diberikan.

Wah ada yang gak beres nih, pikirku. Si bapak pemilik kedai terus melihatku dengan pandangan aneh. Sementara itu, akupun kebingungan harus bertindak apa. Di saat itu, tiba-tiba ada suara perempuan dari belakangku, “Maaf bu, suami saya gagu. Dia tidak bisa ngomong dan mendengar. Ibu mau cari apa?”. “Oh pantes, dari tadi kami enggak bisa komunikasi, maaf ya bu. Oh iya, saya cari triplek untuk papan tulis”. Wanita itupun segera memilihkan beberapa contoh triplek untuk melihat ukuran yang kumau. Maaf ya pak, saya tidak peka.