Mas, Itu Lho Sampahmu...
Malam tadi, sengaja ku ajak anak wedokku jalan-jalan keliling Alun-Alun Kidul kota Jogjakarta. Akhir bulan, pas Minggu malam pula, semakin banyak orang yang menghabiskan malamnya di tempat itu. Apalagi cuaca sangat mendukung. Kota Jogja, yang akhir-akhir ini kerap turun hujan di waktu senja.
Pengunjung Alun-alun Kidul sangat beragam, dari bayi hingga kakek nenek. Dari wisatawan lokal hingga manca negara. Dari pedagang hingga direktur ( tidak yakin sih, tapi sepertinya ada). Semua bercampur baur di sana. Selain memandang langit di atas Alun-alun, kegiatan kedua yang paling diminati adalah naik mobil listrik. Ternyata wisatawan interlokal juga senang naik mainan khas Jogjakarta itu. Suasananya memang tampak crowded, tapi tak apalah maklum saja karena memang ada banyak orang di sana. Di depan kami, ada sepasang kekasih ( tampaknya) . Sembari berjalan pelan untuk mencari tempat yang nyaman, mereka menyantap cilor yang dibelinya dari pedagang yang ada di pinggiran alun-alun. Menyaksikannya dari belakang, tampak mereka begitu menikmati momen malam itu. Namun, tiba-tiba, ".....bruk!!!, si lelaki sengaja menjatuhkan plastik bekas pembungkus cilor lengkap dengan lidi-lidinya plus sisa saosnya, ke jalanan. Dan tanpa rasa bersalah, mereka terus berjalan. "Mas, mas... Itu lho Sampahmu, kok di buang sembarangan", teriakku menginggatkan mereka. Mendengar teguranku, mereka serempak menoleh ke belakang, namun ada reaksi lain, kecuali terus berjalan. Oalah, mas.. mas.. tampang keren, tapi kelakuan melenceng, bathinku. Dari penampilannya, seperti mereka adalah sepasang mahasiswa yang sedang saling PDKT. Segera saja, kupinggirkan sampah plastik bekas mereka ke pinggiran alun-alun, dengan kaki.
Di sekitar Alun-alun Kidul sendiri, memang masih kujumpai pedagang dan pengunjung yang maaih seenaknya buang sampah. Maka tak heran jika di beberapa tempat terlihat tumpaukan sampah plastik. Sungguh disayangkan tempat yang menjadi daya tarik kita Jogjakarta, terganggu karena hadirnya onggokan sampah. Mahasiswa sejatinya adalah agen of change. Dari ketulusan dan kebenaran hati merekalah nasib bangsa ini ditentukan. Jika kaum mudanya saja sudah menyimpang, tentunya bisa dibayangkan bagaimanq bangsa ini ke depannya. Memilah sampah dan meletakannya sesuai dengan jenisnya, jelas bukan pekerjaan yang susah. Apalagi jika hal yang harus dilakukan sudah diketahuinya sejak dari usia dini, pastinya sudah menjadi pembiasaannya yang mengakar. Tinggal kita mau melakukannya atau tidak. Itulah kekurangan bangsa ini. Proses menumbuhkan kesadaran untuk melakukan apa yang sudah dipahaminya belum dilakukan sesuai dengan sifat alamiah manusianya. Semua aturan disosialisasikan dengan cara paksaan, sehingga timbul pemberontakan dalam pemikiran di kepala manusianya. Pemahaman hanya diberikan secara drilling, tanpa disertai kesadaran gerakan pada jari, tangan dan kaki. Hasil akhir manusianya akan bertindak seperti robot, yang berjalan hanya ketika ada perintah yang diinput saja.
Sungguh hal yang sangat disayangkan. Karena kaum muda di negara ini sangat dominan dan menjadi penerus bangsa.
Ayo mas, sadarlah, Sampahmu sungguh mengangguk.. ayo pilah dan buang Sampahmu di tempat sampah terpilah . !!!!!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Budaya peduli lingkungan masih rendah
Benar sekali bunda. rasanya gregetan pingin nyolek si masnya. tapi apa daya masih belum siap bikin ribut..he..he.... matur suwun, salam literasi