Mahmudah Cahyawati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Mereka Juga Anak-Anakku
semangat .news

Mereka Juga Anak-Anakku

Di kelasku, ada 20 siswa, Alhamdulillah aku mengenal karakternya masing-masing. Kelas 6 SD, adalah masa yang penuh dengan kegalauan, maklum saja mereka berada pada masa transisi dari anak-anak ke remaja awal. Kadang ceria seperti anak-anak, kadang baperan seperti remaja galau. Tapi itulah mereka, remaja tanggung.

Risti, gadis manis tinggi semampai, punya keahlian mempengaruhi teman-temannya agar ikut kemauannya. Sebenarnya ia baik hati dan kreatif, tetapi kadang sifat juteknya keluar. Andhika, ceria, ADHDD, pintar main gitar, senang main bola. Rafi, genius, gemar main piano, penyuka Bethoven, Annisa, cantik, rajin belajar, gemar berkuda, suka menyanyi, kadang suka iseng mengadu domba orang. Ijash, bdananya paling tinggi, disenangi semua teman kelasnya, senang anime, senang main game. Tabi, cantik, juara renang, agak lamban dalam pelajaran, cenderung menjadi follower, disukai banyak lawan jenisnya. Mereka adalah sebagian dari siswa-siswaku yang kdanag membuat aku berpikir keras.

Walaupun, mereka bukan anak-anak yang lahir dari rahimku, namun aku merasa bertanggungjawab atas perkembangan mereka, aku bukan hanya mengurusi masalah kognisi, tetapi aku juga sering kali mendengarkan suara-suara hati mereka, layaknya ibu dengan anaknya. Sehingga beberapa kali, aku dipanggil kepala sekolah lantaran siswa-siswaku melakukan hal-hal yang dianggap sekolah kurang tepat. Seperti saat mereka menolongku mendisplay papan di kelas. aku memang menerapkan kebebasan dalam mengajar , tetapi bebas yang bertanggungjawab. Juga pada saat ada performance di assembly day, mereka memilih sendiri tema yang akan dimalinkan. Sehingga terkadang jalan ceritanya agak absurb bagi sebagian guru. Tetapi, tak mengapa, asalkan mereka senang bisa berekspresi.

Saat rapat PTA (Parent Teacher Association), awal-awal tahun ajaran, beberapa orangtua dari murid-muridku , sepertinya memandang rendah aku dan assistant kelasku. Penyebab pastinya tidak jelas. Sekolah kami memang tergolong sekolah mahal yang siswanya berasal dari golongan menengah ke atas, sehingga terkadang ada kesan karena sudah membayar mahal, maka mereka bisa semaunya mendikte sekolah. Saat awal bertemu, mereka melayangkan sejumlah ketidakpuasan, yang bisa jadi berasal dari cerita anak-anaknya. Namun setelah aku jelaskan berdasarkan data-data yang kupunya, akhirnya mereka mulai bisa menerima saran-saran dari kami, guru kelasnya. Mendapatkan kepercayaan dari para orang tua yang tergolong sulit, rasanya seperti mendapat air es di siang hari yang sangat terik, terasa menyegarkan.

Teaching with hearth, itulah yang aku terapkan ketika mengajar dan mendidik siswa-siswaku. Kini, sudah 18 tahun lebih kita berpisah jarak. Entah dimana kini merkea berada. Tetapi yang pasti tetap anak-anakku, yang memberikan warna pada kehidupanku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post