Miris...
Hari ini pembagian Sertifikat Tanda Selesai Belajar (STSB). Siswa kelompok B sudah hadir, lebih awal dari waktu yang ditetapkan. Mereka semangat sekali untuk melakukan cap 3 jari di STSB mereka. Hari senin, mereka akan mendaftar ke sekolah dasar yang menjadi incarannya. Sayangnya, ada 2 orang siswa ang belum mengambil STSB, padahal guru kelasnya sudah menghubungi berkali-kali agar segera dating ke sekolah untuk mengambilnya.
Seminggu sebelum pengambilan STSB, ada 2 orang tua murid, yang mengirm pesan. Intinya mereka minta izin untuk memphoto copy STSB milik anaknya. Karena belum punya uang untuk membayar uang sekolah selama 6 bulan. Setelah mendapat informasi itu, langsung saya konfrimasi ke bendahara sekolah. Dan ternyata, memang benar. Ada tunggakan 6 bulan uang sekolah yang belum dibayarkan. Mendengar semua itu, hati ini sangat miris. Sekolah kami adalah sekolah yang dirancang agar semua orang tua dengan kemampuan finansial di tingkatan apapun, dapat menyekolahkan anak-anaknya.
Sekolah kami memang tidak gratis dan tidak ada subsidi silang. Dahulu di awal-awal pendiriannya, anak-anak dari keluarga kurang mampu digratiskan dan ada subdisi silang. Namun kenyataannya, saat itu beberapa orang tua malah terkesan meremehkan sekolah. Karena tidak ada pengorbanan yang mereka keluarkan untuk sekolah anaknya, akhirnya anaknya sering tidak masuk sekolah dengan berbagai alasan.
Menyadari sebagian besar orang tua murid adalah para pendatang dengan pekerjaan yang tidak tetap, maka sekolah sejak awal pendirian, sudah menerapkan alternative pembiayaan dengan pilahan sampah anorgnik yang di dapat dari rumahnya masing-masing. Namun sayangnya, masih ada orang tua siswa yang menganggap memilah sampahnya sendiri merupakan pekerjaan yang hina, tidak menguntungkan dan memakan banyak waktu. Sehingga akhirnya mereka tidak mau menyetorkan pilahan sampahnya.
Seperti dua siswa yang kuceritakan di atas. Sekolah sudah memberikan kelonggaran, jika mereka merasa berat untuk membayar Rp. 40.000 setiap bulannya, maka mereka bisa memperbanyak setoran pilahan sampah anorganik setiap minggunya. Jika normalnya, seorang siswa setiap bulan membayar uang cash dan menyetorkan 1 tas kresek ukuran sedang pilahan sampah anorganik setiap minggunya, khusus untuk yang tidak mampu membayar uang cash, dapat menggantinya dengan sekurang-kurangnya 2 tas kresek ukuran sedang pilahan sampah anorganik. Jika, karena alasan tidak ada sampah di rumahnya, dijadikan alasan tidak bayaran sekolah, sudah pasti itu mengada-ada. Nyatanya, orang tua siswa lainnya, sangat senang dengan system yang sekolah terapkan. Karena mereka kadang menyetorkan melebihi yang seharusnya disetorkan.
Saya sangat percaya, bahkan Tuhan memberikan kehidupan pada umatnya dengan segala perlengkapannya. Apabila sepasang suami istri diberikan amanah seorang anak padanya, pastinya diberikan juga kemampuan untuk menghidupkan dan membiayainya, dengan cara apapun dan sesuai dengan tingkat kemampuannya. Jadi Tuhan, in syaallah tidak pernah “melepas” makhluk-NYA segitu saja tanpa diberikan perangkat perang untuk mengarungi kehidupan ini. Oleh karenanya, sudah sewajarnya, orang tua berusaha sekuat tenaga untuk menyiapkan kebahagian anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya. Jika sekolah sudah memberikan beragam keringanan untuk pembayaran uang sekolah anaknya, namun tidak digubis dengan berbagai alasan, apalagi yang sekolah bisa berikan untuk jenis orang tua seperti itu ??
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar