Mahmudah Cahyawati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

No Plan, Just Go and Enjoyed

Hari ini, aku janjian bertemu bestie jaman SD dulu. Kami memang rutin bertemu, walaupun tidak ada jadwal yang pasti. " Hari ini, kita kemana ? ", japrian Tampi, salah satu bestieku, tiba-tiba muncul di monitor gawaiku." No where to go deh. Terserah kaki ini melangkah aja ya". Jawabku cepat. Akhirnya, aku dan Tampih bertemu di stasiun Pondok Cina. Sementara bestieku yang lain, menunggu di stasiun Manggarai. Setelah naik KRL, barulah kami berdiskusi. "Gimana nih, keliling Jakarta naik Transjakarta dari Kotu terus ke Monas terakhir ke Pasar Baru kah?",ucapku membuka pembicaraan. "Iya, aku ingin ke JPO Penisi juga sih". " Oh itu gampang, nanti kita turun di stasiun BNI aja terus tinggal jalan. Pulangnya naik MRT dari sana". Sambil menikmati hentakan kereta commuter, aku kemudian bercerita tentang temanku yang sedang gabut ( gaji buta), akhirnya keliling kota Purwakarta . Tiketnya cuma Rp. 30.000. itupun sudah termasuk camilan selama disana. Tak dinyana, Tampih, malah tertarik dengan ceritaku." Ya udah Utie, kita ke Purwakarta aja yuk. Kayaknya lebih menarik ke Purwakarta ya. Kan kalau keliling Jakarta sudah biasa dan bisa kapanpun". Akhirnya setelah bertemu dengan Pipit, di stasiun Manggarai, kami sepakat pergi ke Purwakarta menggunakan kereta Walahar dari stasiun Cikarang. Karena rencana berubah total, kami harus segera membeli tiket kereta. Untungnya kami hidup di jaman milenial seperti sekarang. Sehingga membeli tiket dadakan bisa dilakukan sesegera mungkin tanpa harus antri panjang. Cukup membuka aplikasi KAI Access, dalam hitungan menit, tiket kereta lokal sudah di tangan. Dari Manggarai kami harus berpindah line kereta menuju stasiun Bekasi. Dari Bekasi harus berjuang lagi pindah line kereta menuju Cikarang. Di stasiun Cikarang ternyata kereta Walahar sudah menunggu. Dari kejauhan terlihat kereta sudah hampir penuh dengan penumpang. Waduh padahal tiket yang dijual tidak ada nomor tempat duduknya. Artinya, semua penumpang bebas duduk dimanapun. Bisa jadi kami tidak akan dapat tempat duduk jika tidak segera naik kereta, walaupun jam keberangkatan masih 30 menit lagi. Ternyata benar, kami duduk di bangku yang terpisah. Pipit duduk di bangku tengah di deretan sebelah kiri, sementara aku dan Tampih, duduk di deretan sebelah kanan. Perjalanan dari stasiun Cikarang menuju kota Purwakarta memakan waktu kurang lebih 1 jam 40 menit. Kereta berjalan pelan karena banyak jalanan yang meliuk-liuk bak ular besi yang berjalan di tengah Padang rumput. Tepat pukul 13.00 sampailah kami di Purwakarta, kota yang dulunya terkenal sebagai kota Pensiunan. Kami hanya punya 4 jam untuk keliling kota Purwakarta sebelum kembali ke Cikarang dengan kereta yang sama saat berangkat tadi. Setelah beberapa kali memilih tujuan, akhirnya cafe Hutan Jati, menjadi pilihan kami untuk melepas lelah , sekaligus berphoto ria. Jika di lihat dari websitenya, tempatnya cukup cozy dan menarik. Apalagi cafenya ada di tengah hutan jati. Hanya perlu waktu 10 menit, dari stasiun ke cafe Hutan Jati. Dan nyatanya, pilihan Pipit tak salah. Selain tempatnya sangat menarik juga sejuk dan nyaman. Ada banyak tempat bisa diduduki di sana. Ada yang benar-benar outdoor, duduk di bawah pohon jati dengan alas rumput sintetik. Ada gazebo segitiga dan yang menariknya ada meja dengan kursi ayunan. Pengunjung yang senang berayun mungkin cocok untuk memilih bangku dengan tipe ini. Soal makanan yang ditawarkan tak jauh beda dengan cafe pada umumnya. Karena memang tempatnya di rancang sedemikan rupa, harga makanan yang ditawarkan tidak murah namun tidak terlalu mahal juga. Jangan kuatir, ada banyak spot photo di sana, yang cukup cantik untuk di upload di IG kita. :) Hari mulai hujan, saat kami harus kembali ke stasiun Purwakarta. Sesampainya di depan stasiun, ternyata sudah banyak pedagang makanan yang berdagang. Salut untuk pemerintah daerah Purwakarta, yang mampu merapihkan para pedagang kaki lima dengan tenda-tenda yang cukup baik, Sehingga terlihat rapih, menarik dan tidak kumuh. Sayangnya, makanan yang dijual, kebanyaknya makanan olahan yang biasa ada di sekitar sekolah-sekolah. Padahal Purwakarta memiliki banyak makanan khas. Sepertinya pemerintah daerah Purwakarta, harus mulai menyadari bahwa animo masyarakat terutama warga Jabodetabek, untuk berkunjung ke Purwakarta menunjukkan peningkatan. Ini kesempatan emas, bagi Purwakarta untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui pariwisata dan wisata kulinernya. Tepat pukul 17.45 WIB, kereta Walahar berlahan meninggalkan kota yang punya banyak patung. Terima kasih Purwakarta, sudah menjadi tempat destinasi No planning to go kami kali ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post