"Mom, kemarin Soulthan, saya ajak pulang bareng, Karena kemarin sore kan hujan. Eh dia malah geleng-geleng kepala. Terus langsung aja jalan sendiri hujan-hujanan" lapor mama Zaki, orang tua teman sekelas anakku. "Oh begitu ya, Bun. Ya Soulthan memang senang main hujan. Mungkin pikirnya kesempatan, jadi ada alasan untuk mandi hujan".

Sebenarnya aku sudah menerima beberapa laporan keengganan bungsuku, untuk ikut pulang bersama temannya. Tapi hal itu tidak menjadi masalah besar untukku. Soulthan, memang anak yang mandiri. Sejak taman kanak-kanak ia sudah sering merengek ingin pulang sendiri. Tetapi karena masih terlalu kecil dan jarak sekolah ke rumah cukup jauh, sekitar 1 km, pulang pergi sekolah masih didampingi si embak. Namun sejak kelas satu SD, kami izinkan pulang ia sendiri setelah mendapat training bagaimana menyeberang jalan dan menghadapi orang asing.

“Dek, kemarin mama Zaki, bilang sama ibu, katanya kamu enggak mau ikut pulang bareng Zaki ya. Padahal kata mamanya, kemarin hujan deras”, tanyaku saat santai. “Iya, aku nggak mau. Kan Ibu yang bilang, jangan mau kalau di ajak sama orang yang gak dikenal”. “Lho itu kan ibunya Zaki, memangnya kamu gak kenal?”. “Enggak, aku gak kenal sama ibunya Zaki. Aku kenalnya sama Zaki aja. Lagian waktu itu Zaki enggak ada di mobilnya”, jawab Soulhan dengan lugunya. Aku hanya bisa tepok jidad sambil nyengir kuda.