Maijoso

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

KORUPSI AWAL KEHANCURAN DARI SEBUAH BANGSA

MENCEGAH SEJAK DINI PRILAKU SUAP DAN KORUPSI

DARI KELUARGA DAN MADRASAH

Oleh : Maijoso

Nabi Muhammad saw. diutus ke dunia dengan membawa Dinul Islam misi utamanya adalah untuk memperbaiki akhlaq. Diantara akhlaq yang tidak disukai Rasulullah karena tercela adalah prilaku suap dan korupsi. Korupsi atau mengambil uang rakyat melalui jalan yang tidak dibenarkan, dalam istilah Arab disebut ghulul.

Korupsi merupakan pengkhianatan dan kejahatan moral, maka Rasulullah memberi ancaman akhirat yang sangat berat terhadap pelaku korupsi sekecil apapun korupsi yang dilakukan. Sebab, hakikat keburukan korupsi itu bukan terletak besar kecilnya barang yang dikorupsi, tapi pada hilangnya semangat kejujuran dari hati para pemimpin, pejabat atau orang-orang yang mendapat kesempatan untuk mengelola aset umum. Rasulullah bersabda yang artinya: Orang diantara kalian yang kami angkat untuk sebuah tugas, lalu ia menyembunyikan sebiji jarum atau barang yang lebih besar, maka itu menjadi (barang) ghulul (korupsi) yang akan ia bawa pada hari Kiamat.(HR. Muslim).

Hukuman bagi koruptor di dunia, ia harus mengembalikan uang/barang tersebut dan mendapatkan hukuman-hukuman lain yang diputuskan oleh pihak yang berwenang.sedangkan hukumannya di akhirat jelas sangat berat, karena selain melakukan penghianatan terhadap amanah dia juga telah merugikan orang banyak. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa pelaku ghulul akan memanggul apa yang dikorupsinya di hari kiamat, ia minta tolong kepada Rasullulah, tapi beliau tak bisa menolongnya. Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah tidak mau menyalati jenazah seorang mengkorupsi satu dua butir manik- manik dari harta ghanimah.

Beberapa as-salaf ash-shalihun (para pendahulu Islam yang saleh) menyatakan bahwa akibat buruk dari ghulul bukan hanya terletak pada kesengsaraan rakyat,tapi yang jauh lebih berat dari itu adalah keterpurukan dalam semua aspek kehidupan, dan puncaknya adalah hilangnya martabat dan harga diri sebuah bangsa.

Pada saat memberangkatkan pasukan ke Romawi, Khalifah Abu Bakar berpesan kepada panglimanya, Yazid bin Abu Sofyan, “Jauhilah ghulul (korupsi ghanimah) karena hal itu mendekatkan kemiskinan dan menolak kemenangan.” Sayyidina Abdullah bin Abbas juga pernah menyatakan,”Tidaklah terjadi ghulul di sebuah kaum melainkan ghulul itu menjatuhkan ketakutan di hati mereka dan Allah menjatuhkan bala’ kehinaan terhadap mereka.”

Sekali saja pemimpin melakukan korupsi maka runtuhlah ketangguhan moral dan komitmennya untuk mengabdi kepada rakyat, hatinya terus mulai dan akan terus terisi dengan semangat pengabdiannya terhadap kepentingan dirinya sendiri. Jika hal ini terjadi,maka kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinanya akan runtuh. Runtuhnya kepercayaan rakyat merupakan penyakit terkronis bagi sebuah bangsa. Kebulatan tekad dan kepedulian sepenuh hati untuk membangun kejayaan bersama para pemimpin enyah tak tersisa.

Terlalu banyak untuk disebutkan, bagaimana kehati-hatian (kewara’an) para pemimpin atau pejabat yang saleh terhadap aset milik rakyat. Konon, Khalifah Umar bin Al-Khattab menyumbat hidung ketika membagi-bagikan kasturi baitul mal. Beliau khawatir mencium baunya. Mencium bau kasturi baitul mal berarti mengambil manfaat dari kasturi milik rakyat. Padahal, mencium bau kasturi baitul mal sama sekali tidak menyebabkan efek kerugian apapun terhadap negara dan kesejahteraan rakyat. Tapi, kenapa Umar sampai menyumbat hidung? Apa tidak berlebihan? Apa bukan perbuatan sis-sia yang menggelikan? Orang yang tak paham tentang hakikat kejujuran mungkin akan bertanya seperti itu.

Dari segi kehati-hatian diri agar jangan sampai menggunakan sesuatu yang tidak halal, maka sifat ini disebut wara’. Sedangkan dari segi kehati-hatian dan kejujuran diri dalam menjaga tanggung jawab, maka sifat ini di sebut amanah. Kedua sifat ini sama-sama merupakan prinsip yang diejawantahkan tanpa melihat besar kecilnya obyek yang dihadapi. Kehati-hatian dan kejujurannya dalam memperlakukan aset yang bernilai besar. Apalagi , kejujuran dalam mengelola uang rakyat memang harus dimulai dari hal-hal kecil dan sejak kecil. Dan, untuk mewujudkan hal itu, yang diperlukan bukan hanya perangkat sistem dan administrasi yang mapan, tapi kejujuran moral dari pemimpin. Dan yang lebih penting adalah teladan kejujuran dari orang tua di rumah dan guru di madrasah.

Keluarga merupakan madrasah pertama bagi seorang anak. Sementara madrasah merupakan lanjutan madrasah kedua setelah keluarga. Disinilah pondasi kejujuran harus mulai ditanamkan sejak dini. Karena pembiasaan bertutur kata dan prilaku jujur sejak dini akan menjadi habit yang pada akhirnya akan menjadi sebuah karakter kejujuran yang mengakar pada pribadi anak. Sangat tepat mencegah prilaku suap dan korupsi harus dimulai dari keluarga dan madrasah.

Profil Penulis

Penulis bernama Maijoso, terlahir di Kota Tape Bondowoso pada tanggal 13 April 1973. Kini menjadi tenaga pengajar di MTs Negeri 2 Jember Jawa Timur. Dengan alamat email: [email protected] dan nomer WA aktif 085336518292.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post