Maizendra, M. Pd

Saya merupakan perantau di kota Padang yang berasal dari Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Kecamatan Batang. Salah satu tujuan ingin merantau adalah agar bisa me...

Selengkapnya
Navigasi Web
Urgensi Kisah Nabi Ibrahim As dan Ismail As dalam Pendidikan Parenting
Orang Tua Teladan Yang Baik Dalam Mendidik Anak

Urgensi Kisah Nabi Ibrahim As dan Ismail As dalam Pendidikan Parenting

Parenting merupakan suatu pekerjaan dan keterampilan orang tua didalam mengasuh anak. Setiap orang tua tentu berbagai macam perbedaan dan cara yang digunakan dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Namun perbedaan tersebut tidak lari dari suatu tujuan yang baik terhadap tingkat kemampuan, dan perkembangan seseorang anak.

Keinginan memiliki anak yang berilmu serta taat terhadap perintah Agama yang memiliki potensi sholeh dan sholehah merupakan cita-cita mulia dari setiap kedua orang tua. Akan tetapi untuk mewujudkan itu semua, perlu usaha dan kerja keras yang dilakukan peran dari kedua orang tua. Apa perannya? Yaitu bagaimana anak bisa menjadikan orang tua sebagai teladan yang baik bagi mereka. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim As dan Ismail As.

Jika ditelusuri perjalanan kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, Nabi Ibrahim As sebelum memberikan pendidikan kepada anaknya, ia mempunyai terlebih dahulu ilmu yang akan diberikan kepada anaknya. Apa ilmu yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim? Yaitu Ilmu Tauhid (Mengesakan Allah swt). Ilmu Tauhid merupakan Suatu bentuk keyakinan tentang ketuhanan yang menciptakan Alam semesta beserta isinya. Ketika Nabi Ibrahim masih kecil, ia menanyakan sesuatu kepada kedua orang tuannya? Siapakah yang menciptakanku. Lantas ibunya menjawab kami berdua. Lalu Ibrahim bertanya kembali, siapakah yang menciptakan kalian berdua? Juga orang tua kami dahulu. Ringkas cerita, disinilah Nabi Ibrahim mulai kritis tentang siapa yang menciptkan dirinya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah swt (QS. Al An'am: 75-79)

وَكَذٰلِكَ نُرِيْۤ اِبْرٰهِيْمَ مَلَـكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِـنِيْنَ

"Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin."

(QS. Al-An'am 6: Ayat 75)

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًا ۚ قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَا لَ لَاۤ اُحِبُّ الْاٰ فِلِيْنَ

"Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, "Inilah tuhanku." Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, "Aku tidak suka kepada yang terbenam.""

(QS. Al-An'am 6: Ayat 76)

فَلَمَّا رَاَالْقَمَرَ بَا زِغًا قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَا لَ لَئِنْ لَّمْ يَهْدِنِيْ رَبِّيْ لَاَ كُوْنَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّآ لِّيْنَ

"Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, "Inilah tuhanku." Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, "Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.""

(QS. Al-An'am 6: Ayat 77)

فَلَمَّا رَاَ الشَّمْسَ بَا زِغَةً قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ هٰذَاۤ اَكْبَرُ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَتْ قَا لَ يٰقَوْمِ اِنِّيْ بَرِيْٓءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ

"Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah tuhanku, ini lebih besar." Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, "Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.""

(QS. Al-An'am 6: Ayat 78)

Setelah Nabi Ibrahim As melihat apa yang telah ia lihat menghilang dan tidak pernah kekal, maka Nabi Ibrahim menyimpulkan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman.

اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضَ حَنِيْفًا وَّمَاۤ اَنَاۡ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ 

"Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik."

(QS. Al-An'am 6: Ayat 79)

Ayat di atas Allah sampaikan kepada setiap manusia agar memiliki aqidah yang lurus kepada Allah swt dalam mengesakan dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Jika ditarik dalam pendidikan parenting, maka wajib bagi kedua orang tua untuk memiliki aqidah Tauhid yang benar, sebelum mengajarkan kebenaran kepada anak.

Kemudian keberhasilan dalam menciptakan keluarga yang sholeh dan sholehah tentu tidak terlepas dari peran seorang istri yang sholehah dan taat atas segala perintah Allah. Sebagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di sebuah lembah atau yang disebut dengan Kabbah. Begitu taatnya Siti Hajar dengan menyerahkan dirinya semata-mata mengharapkan pertolongan Allah swt ketika ditinggal sang suami dalam melaksanakan perintah Allah tanpa ada bekal makan dan minum sedikitpun di padang pasir yang tandus. Ketika sesuatu yang tidak mungkin di luar nalar manusia, bagi Allah sangatlah mudah untuk mengabulkannya. Sehingga ujian yang dihadapi oleh Siti Hajar dan Ismail dapat menjadi suatu momen sejarah bagi umat Islam didalam melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh di tanah makkah.

Suksesnya orang tua dalam mendidik anak terletak pada kepatuhannya terhadap perintah Allah dan patuh kepada kedua orang tua. Sebagaimana Nabi Ismail As patuh akan perintah Allah yang disampaikan lewat mimpi kepada ayahnya Nabi Ibrahim As untuk menyembelih anaknya Ismail As. Sebagaimana percakapannya dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَا لَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْۤ اَرٰى فِى الْمَنَا مِ اَنِّيْۤ اَذْبَحُكَ فَا نْظُرْ مَا ذَا تَرٰى ۗ قَا لَ يٰۤاَ بَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيْۤ اِنْ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

"Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.""

(QS. As-Saffat 37: Ayat 102)

Dari ayat di atas dapat kita ambil pemahaman bermakna. Jika anak telah dididik dengan pemahaman keyakinan kepada Allah swt. Lalu datang perintah dari kedua orang tuanya untuk melakukan sesuatu yang baik, tanpa berpikir panjang akan segera ia tunaikan perintah tersebut dengan ikhlas. Tetapi sebaliknya jika anak tidak mempunyai keyakinan, watak yang keras, cara didikan yang tidak baik dari kedua orang tua, lingkungan bermasalah, secara otomatis berpengaruh terhadap tingkah laku anak, baik kepada kedua orang tua, lingkungan maupun kepada Allah SWT.

Pelajaran bermakna yang dapat diambil sebagai kesimpulan dalam tulisan ini, jika ingin memiliki keturunan yang sholeh maupun sholehah, tauladanilah bagaimana perjalanan spritual Nabi Ibrahim sebagai seorang ayah yang beriman, Siti Hajar sebagai seorang istri yang sholehah dan Nabi Ismail sebagai anak yang sholeh dalam ketaatan kepada Allah SWT.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post