Menelikung dari Belakang
Pemuda, mahasiswa tehnik mesin itu datang menemui saya. Badannya kurus sekitar berat 45 kg saja. rambut dengan poni sudah melebihi mata, gondrong khas .anak zaman milenia. Urat-urat membayang tegas di punggung tangannya. Bahunya bidang dan kekar. Slebaris kumis tipis bertengger di antara bibir dan hidungnya. Cukup tampan kalau saja wajahnya tidak pucat pasi dan ada warna semu merah disekitar mata, Bulir bulir bening perlahan jatuh dari kedua matanya.
Ia duduk disisi pembaringan tempat saya rehat sejenak sepulang beraktivitas kerja. Satu dua kata keluar dari mulutnya. Penuh penyesalan sarat rasa kehilangan.
"Mom..., Tika kabur dari kostnya. Ia mau pisah sama aa. Ini suratnya."
Saya seorang guru bukan tidak terbiasa mendengar curhat peserta didik. Baik siswa usia SD maupun siswa usia Aliyah, terkadang menangis dan memerlukan pelukan saya . Namun kali ini yang curhat adalah putra sulung saya . "So awesome!" Sedikitnya saya i saya t andil sebagai penyebab perpisahannya.
Kilas balik ke hari-hari sebelumnya.
Sejenak saya terhenyak saat ada seorang gadis memberi salim, bukan karena dia cantik atau senyumnya manis sekali. Namun karena disisinya ada putra sulung saya sementara gadis ini berpakaian agak saya rang rapi.
"Aa..., kenapa itu si Tika kok pakai bajunya minimalis begitu? Aa kan temannya, masa tidak bisa mendidik teman wanitanya sendiri. Bukankah aa anak pondok pesantren? seharusnya aa harus lebih saya at imannya.Kelak aa jadi suami harus bisa mendidik istri. Bukannya i saya t larut, tetapi iman aa harus lebih saya at ! .Kalau aa dibawah kendalinya seperti yang ibu lihat hari ini, ibu khawatir suatu saat kelak ia akan meneli saya ng dari belakang."
Demikian beberapa pesan singkat yang saya ketikan melalui WA untuk sang putra sulung remaja, selang 10 menit setelah gadis itu pamit. Tapi siapa nyana bahwa hari itu mereka berdua bertukar Handphone.
Sebenarnya gadis baik hati itu bersilaturahmi membawakan buah lengkeng untuk kami sekeluarga. Namun entah mengapa pemilihan pakaiannya seperti orang yang sudah bersiap-siap hendak pergi tidur. Hanya menggunakan piyama remaja tanpa sempurna menutup auratnya.
Kembali ke saat ini
"Kalimat Mom yang terakhir itu lo, kasihankan Tika." Sela aa diantara isak tangisnya.
Sungguh mulut saya bagai ter saya nci. But that was an accident. Who know it would be happen. "Baiknya aa nangis aja dech, sampai aa lega dulu," demikian suara batin saya .
"Besok aa cari ke tempat kerjanya atau tanya teman-temannya. HP aa kan masih di Tika?" Akhirnya saya buka suara berusaha memberi solusi.
"Sudah dipulangkan mom, sambil meninggalkan surat putus. Dititip ke tetangga kostnya." Sahut aa sambil masih terisak.
"Ya sudahlah aa, ibu minta maaf . Walaupun maksud ibu baik mengingat aa adalah anak ibu yang harus ibu perbaiki akhlaknya. Lagipula ibu kan menegur aa, bukan Tika. Tidak ada hak ibu terhadap Tika. Tapi terhadap aa, ibu berhak mengingatkan.” Saya mencoba menenangkannya sambil memijat kepalanya pelan-pelan sekedar memberi sedikit relaksasi.
Namun sulung yang saya kasihi itu masih terus terisak. Kalimat saya tidak membuatnya tenang.
“Kelak di akhirat, ibu akan ditanya bagaimana cara ibu mengajari anak ibu. Kalau tidak ibu tegur, ibu yang bersalah. Kalau aa tersesat, ibu yang kewalahan mencari keberadaan aa dan memberi tuntunan. Siapa yang sangka kalau HP aa ada di Tika?” usahsaya memberi penjelasan tambahan.
“Tapi, bukankah kalau mom tidak suka, mom biasanya langsung marah-marah di depan aa. Tidak bicara melalui Whats Ap begitu….”
Hah!, apa betul saya biasanya langsung marah-marah seperti yang diucapkan anak saya itu? Alangkah tidak bijaksananya…. Namun ia memakluminya dan tak bisa mentolerir kejadian ibu tegur melalui WA, terbaca oleh tersangkanya. Rasanya marah yang langsung “nyerocos” itu untuk kebaikan. Dan nasehat melalui WA juga untuk kebaikan. Maafkan jika menyakiti perasaanmu, nak.
“Sebenarnya sudah beberapa minggu ini ibu merasa galau, melihat aa kok tidak lagi rajin belajar seperti biasanya.” Saya mulai bicara lagi dengan nada yang dipelankan. Agar ia mau mendengarkan dan berhenti tersinggung.
“Biasanya aa kan pulang malam hanya bila sedang bantu pekerjaan Tante May survey atau asistensi laporan Amdal. Tapi belakangan ini aa sering pulang malam yang ibu tidak tahu kemana perginya,” ujar saya kemudian.
“Ibu mohon kepada Allah agar aa diberi petunjuk. Mungkin inilah petunjuknya aa. Kalau Tika memandang dengan kacamata jernih dan punya kemampuan menyelesaikan masalah dengan baik, ia pasti bilang terimakasih kepada ibu karena diingatkan,” Saya membantunya memandang persoalan.
“Dahulu ada seorang bijak bernama Nabi Ibrahim. Ia ber saya njung kerumah anak sulungnya yang baru saja menikah. Namun Ismail anaknya sedang keluar rumah sehingga ia hanya ditemui oleh menantu wanitanya. Ibrahim menanyakan bagaimana kehidupan rumahtangga anaknya dan apa saja makanan mereka. Perempuan itu menyahut, “ Kehidupan kami sangat miskin dan makanan kami sering ke saya rangan.”
Nabi Ibrahim menitip pesan agar disampaikan kepada Ismail, “Ambang pintu rumahmu sebaiknya diganti!”
Lalu ketika pesan itu sampai kepada Ismail. Ia berkata, “Wahai istri saya , sesungguhnya pria tua itu adalah ayah saya Ibrahim. Ia memintsaya supaya menceraikanmu. Maka Ismailpun menceraikannya.
Beberapa tahun berlalu ketika Ismail menikah lagi dengan wanita yang lain.
Ayahnyapun datang, saat itu Nabi Ismail sedang keluar rumah. Maka ia menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang ditanyakan kepada menantu wanita yang sudah diceraikan anaknya. Maka wanita ini memiliki jawaban yang berbeda. “Kehidupan keluargsaya sangat berkecu saya pan dan kami merasakan lezatnya kebahagiaan berkasih-sayang. Adapun makanan kami adalah daging yang lezat dan air zam-zam yang penuh rahmat.”
Alangkah sejuknya Nabi Ibrahim mendengar jawaban yang santun lagi penuh penghargaan tersebut. Maka ia mendoakannya, “Ya Allah berilah keberkahan kepada rumahtangga wanita ini dan keberkahan pula pada daging dan air yang mereka konsumsi. Sedangkan doa Nabi Ibrahim kekasih Allah adalah doa yang mustajab. Lalu ia berpesan untuk disampaikan kepada suami wanita itu, “Katakan pada suamimu bahwa posisi ambang pintumu sungguh bagus, pertahankanlah!”
Manakala Nabi Ismail mendengar pesan ayahnya, “Ayah saya suka kepada budi pekertimu wahai istri saya , ia meminta saya untuk mempertahankanmu sampai maut memisahkan kita.”
“Begitulah aa, Nabi Ibrahim memberi teladan bahwa orang tua harus membantu memilihkan jodoh yang solehah bagi anaknya.” Demikianlah saya mengakhiri kisah tentang orang tua yang menginginkan menantu yang solehah dan anaknya mematuhi keinginan orang tuanya.
“Aa belajar saja yang rajin, berusaha meraih cita-cita aa setinggi mungkin dan melupakan masalah ini,” bujukan maut pun saya luncurkan di akhir kalimat motivasi untuk aa.
“Ada orang yang tidak mau menggapai petunjuk walaupun hadir di depan matanya, dan Allah menutup hatinya sehingga ia tidak mampu menggapai petunjuk itu lagi.” Tiba-tiba suami saya datang sambil memeluk aa dan mengucapkan kalimat pamungkas.
Benar saja, rupanya ayat itu ampuh untuk meredam kesedihan nya bapak nya . memeluknya sebentar sebelum akhir nya menuju masjid di sebelah rumah .Sudah adzhan isya kami semua keluar dari kamar untuk berwudhu dan shalat . Sulung saya, walau mata nya memerah dan bengkak, sudah tampak senyum nya dan mulai mengerjakan tugas - tugas kuliah nya dengan rajin .
- ooo0ooo -
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar