Ermawati

Profil Penulis: Penulis lahir di RS Jalan Agus Salim Jakarta Pusat, menempuh pendidikan dasar di Cibubur; dan SLTP di Gandaria, Jakarta Timur, d...

Selengkapnya
Navigasi Web

Merajut Dosa

Disebuah rumah dekat bengkel mobil sederhana disuatu tempat, sudut kota Jakarta yang masih terbilang sebuah desa kecil, Wati dalam penampilan elegan tampak duduk bercengkrama dengan seorang perempuan agak montok berwajah biasa. Etih memiliki tahi lalat diatas bibir sebelah kanannya. Perempuan itu teman alumni Sekolah Dasarnya. Dia dulunya bersekolah hanya sampai kelas 5 SD, sebelum akhirnya dinikahkan oleh orang tuanya.

Suaminya pun Wati mengenalnya. Seorang pria jawa yang pandai menservice barang2 elektronika yang rusak. Wati bertandang kesana karena merasa perlu membantu dengan sedikit pemberian. Anak Etih akan masuk universitas, membutuhkan sedikit uluran tangan. Kawan-kawan di group WA "Alumni SD 02 Petang Cibubur" yang memberitakannya. Dan Wati selalu merasa sayang pada sobat kecilnya itu. Maka disinilah Wati berada sekarang. Bercengkerama berdua, cekakak-cekikik bernostalgia.

"Wati, masih ingat si Miskal, si hitam? Dia sekarang jadi bos ojek online. Istrinya cantik lho. Padahal si Miskalnya kayak celengan Semar. Hi Hi Hi."

"Beruntung benar nasibnya ya. Dulu hampir semua teman wanita mendapat kata I love You darinya. Tapi anak-anak malah pada ketakutan. Aku ikut seneng juga. Oh ya, sampaikan salamku kalau kamu ketemu dia ya."

"Beres, ia pasti kangen sama kamu. Masih inget wajah kamu. Kalian dulu kan dekat," ujar Etih dengan santai.

"Ya dia baik, saya suka ngobrol dengannya. Tetangganya yang keturunan tionghoa itu Sanmoy kan namanya, bagaimana khabar dia Tih?"

"Sanmoy yang tangan kananñya cacat tercebur waktu mengaduk dodol kan? Sudah meninggal Wat, Ia kena stroke sampai lumpuh lalu meninggal 7 tahun kemudian. Anaknya si Teng Liem belakangan ini suka ngapelin si Nia anakku. Sepertinya merekà berpacaran deh."

"Oh, sayang sekali, umurnya masih 40 an ya waktu kena stroke. Semoga terang, di alam kuburnya."

Suara ketok-ketok orang membubut mesin dan sesekali ditingkahi deru mobil yang di tes, distarter terdengar sampai ke dalam rumah. Rumah etih bersebelahan dengan rumah sepupunya bernama Onih. Suami Onih lulusan STM mesin yang belajar otodidak menjadi montir mobil. Karena halaman rumahnya luas, maka mereka menerima servis mobil di halaman rumahnya. Dahulunya ini adalah rumah Ngkong atau kakek dan Nde' atau nenek mereka. Warisannya banyak. Namun anak cucunya juga banyak. Etih dan Onih adalah cucu kesayangannya yang merawatnya sampai ia meninggal. Pantas saja mereka berdua yang dapat warisan rumah ini.

Saya masih punya kenangan indah dan sejuk tentang rumah ini dan penghuninya dahulu. Sewaktu masih usia 10 sampai 12 tahun, saya sering mampir untuk sekedar meminum air jernih dari gentong tanah liat di halaman rumah dengan menciduknya mengggunakan gayung dari batok kelapa. Airnya terasa dingin dan segar sampai tenggorokan. Biasanya kami meminta minum selepas olahraga. Rumah Nde' nya Etih dekat sekolah dasar di gang Cibubur V.

Tumari suami Etìh melongokkan kepalanya.

"Wat, ada tamu yang mau ketemu. Ayo keluar! Tamu jauh yang datang dari masa lalu," Ujar Tumari dengan penuh percaya diri. Dengan senyum misteri.

"Siapa?" tanya Wati tiba-tiba penasaran sambil melangkah tergesa keluar rumah, mendatangi Tumari di teras. Tiba-tiba mata Wati terhenti pada sebuah sosok yang sangat ia kenal. Baru punggungnya yang ia lihat, namun ia tahu siapa pemiliknya. Seketika detak jantunģ Wati meningkat, dag dug ... dag dug... dag dug.... Karuan saja kaki Wati mendadak lemas. Ia melirik kearah Etih yang mengikutinya dari belakang. Ada senyum licik dari bibir sahabatnya laki-bini tersebut. hmm, ternyata mereka yang mengatur pertemuan ini. Bukankah katanya suami Onih masih sepupu Arjun?

Wati belum tahu apa effek pertemuan ini baginya di masa depan, namun Wati tahu bahwa seharusnya ia mengikuti kata hatinya yang ingin berlari pergi, situasi ini membingungkannya. Tapi pria bertubuh gagah dengan bahu yang tegap dan rambut cepaknya itu sudah terlanjur menoleh, melihat kedatangan Wati. Pandangan mereka saling bersirobok. Senyumnya sangat simpatik menyisakan 2 buah lesung pipit di pipi chubby nya. Wati tergoda untuk beramah-tamah dengannya.

"Hai, Wati honey, masih ingat aku?" Pria itu menyapa sambil mengulurkan tangan kanannya mengajak bersalaman. Suaranya masih seperti dulu, tegas dan familiar hanya kini terdengar lebih berwibawa lagi.

"Ya, àku kenal kamu koq, jangan khawatir, pertemanan kiita, tidak akan aku lupakan." ada getar dalam suara sambutan panjang lebar yang tak sengaja mengalir lancar, biasanya Wati adalah gadis yang pendiam. Namun dalam keadaan grogi Wati bisa menjadi cerewet dan bawel. Ia tak berani menyambut uluran tangan Arjun. Wati hanya berani berdiri tegang, tercenung melihat tatapan mata pria yang hangat, sarat dengan rindu.

Wati pun rindu pada pria itu. Tapi segalanya sudah berbeda sekarang. Mana boleh ia yang sudah bersuami dan punya anak dua memendam rindu kepada selain suami dan anak-anaknya. Bukankah Wati sudah memiliki Hay. Dan pria itu juga sudah mempunyai Cahaya Rini, cahaya hatinya sendiri.

Memilih Hay sebagai suami adalah pilihan Wati. Memilih teman kuliahnya sendiri sebagai suami ketimbang menunggu teman masa kecil yang walaupun ia cintai tapi tak tentu rimbanya lagi. Wati pernah menyakitinya. Wati tak menyambut uluran cintanya. Walaupun Wati sebenarnya jatuh hati terhadap Arjun; Wati selalu ingin menjadi istri Arjun. Tapi jodoh Wati bukanlah Arjun.

Keputusannya memutus cinta Arjun menyiksa Wati selama bertahun tahun. Tapi memicu Wati berhasil melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Akhirnya belajar tanpa cinta menjadi pecut bagi Wati untuk menyelesaikan studi sampai sarjana. Dan Arjun memilih masuk bintara polri. Ingin diterima sebagai menantu ayah Wati yang TNI. Sekarang Arjun berpangkat kapten. Ia bangga.

"Berapa anakmu sekarang Jun?" Wati mencoba beramah tamah dengan balik bertanya. Ia salah tingkah menunggu jawaban. Berdirinya agak limbung seolah masih tak percaya bisa berjumpa pujaan hatinya yang dulu hilang tanpa khabar berita. " Saya punya dua putra, yang sulung seumuran dengan anaknya Tumari. Sedangkan yang bungsu baru kelas 1 SMA." Jawab lelaki ganteng itu. Arjun memang satria paling tampan di Sekolah Dasar kami dulu. Dan Ia merasa beruntung pernah mendapat surat cinta dari lelaki itu. Dulu ia hanya tahu bahwa suatu ketika kelak akan sampai kepelaminan bersama Arjun. Ia tersenyum sangat manis.

"Hei, Ingat! Dulu kalian berdua sering bertengkar kan. Arjun suka menggoda Wati, sampai menangis." Etih membuka memory masa lalu memecah suasana kaku.

"Arjun menarik konde kamuWat! Waktu perayaan hari kartini, Ingat ! Kamu juara satu ratu kebaya waktu itu. Cantik dan anggun. Berkebaya betawi warna hijau daun dengan selendang kuning dan bersanggul." Lanjut Eti sambil memukul punggung Arjun.

"Kenapa dulu kamu menarik sanggul Wati sampai copot, Jun?" tanya Etih.

"Ha ha, saya ingin mencolek pipinya yang ranum, tapi ketahuan dan Wati menghindar. Akhirnya tangan saya cuma bisa mengenai sanggulnya yang ternyata mudah lepas. Maaf ya Wat, itu tidak disengaja." suara Arjun begitu renyah mengenang masa-masa ia mulai menaruh hati pada Wati.

Wati memang sering menangis karena digoda Arjun. Waktu itu Wati sangat membenci cowok usil yang selalu kepo dan bikin Wati baper. Tak dinyana ketika Wati masuk SMP di Gandaria sedangkan cowok maniez itu melanjutkan di ST atau Sekolah Tekhnik di Bambu Apus, Ia malah menuliskan surat cinta yang bikin Wati mabuk kepayang.

Sebenarnya walaupun Wati diawasi dngan sangat ketat oleh ayahnya yang tentara, pria dari masa lalu Wati ini sudah sangat gigih memperjuangkan cintanya. Siapa nyana bahwa kisah cinta mereka harus kandas ditengah jalan karena Wati tidak mau melukai perasaan orang tuanya. Wati masih anak-anak dan usia mereka terpaut 4 tahun. Masa pubertas mereka datang tidak bersamaan.

Awal perasaan cinta Arjun sudah berlangsung sejak lama, dimana Wati yang mungil dan lucu belum menyadarinya. Saat Arjun di haru biru oleh perasaan cinta tak berujung pada gadis bule yang menurutnya cantik bingits itu. Usianya sudah 16 tahun. Walaupun baru duduk di kelas 6.

Dulu biasa bagi anak-anaj betawi di Cibibur tidak segera bersekolah. Apalagi anak yatim seperti dia. Namun ibu Arjun menikah làgi dengan orang kota . Sehingga pada usia 10 tahun Arjun dimasukan sekolah dasar. Saat duduk dibangku kelas 4 Arjun diiam-diam mengalami cinta monyet pada kecantikan seorang gadis kecil pindahan dari kota bernama Wati. Sayangnya Wati waktu itu hanya anak kecil. Masih suka menangis. Bikin Arjun gemas dan senang menggodanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post