Menanti Bis Kota Berangkat
Duduk termenung dalam bis kota, menanti saat keberangkatan. Di luar mentari hangat bersinar. Di dalam bis kota terasa sejuk. Aliran udara dari air condition membelai mesra wajah dan raga kami pata penumpang.
Tiba-tiba seorang pria tampan berdiri di hadapanku. Tersenyum padaku. Senyumannya sungguh mempesona. Aku tak mengenalnya. Siapakah dia?
Dia pun lalu duduk di sampingku. Menyapaku.
"Apa kabar, Bu? Bu Resti, kan?"
Dalam kebingungan kuanggukkan kepala. Gelagapan kubalas, Alhamdulillah, baik. Eng...siapa ya?"
Tuhan, betapa tampan dan gagahnya pria ini. Malaikan mana yang Kau kirimkan padaku saat ini?
"Wah, Bu Resti. Masa lupa sama saya? Ayolah, ingat-ingat,"dia berkata seraya tersenyim lebar. Senyum itu...oh...menggelepar hatiku..
"Sungguh, saya lupa. Bapak siapa ya? Memangnya kita pernah bertemu? Di mana?"
"Restiii...!! Ini aku!!"
Hatiku berdegup makin kencang melihat sorot matanya dan senyumnya yang menggoda. Lebih kencang dari gemuruh kereta api yang sedang menghantarkan para penumpang ke stasiun terdekat. "Ugh..., cowok ganteng begini, koq kenal aku sih? Aku kan berwajah biasa saja," masih ku tak percaya. Tapi dibalik rasa terpesonaku, aku tetap waspada, "Jangan-jangan dia copet, berlagak kenal aku. Tapi, koq tahu namaku??"
Dia lalu menggali ingatanku. "Dulu kita sering ngobrol saat jam-jam istirahat. Kita berdua saja. Bukan.. aku bukan krkasihmu. Kau dan aku sama-sama tak punya kekasih saat itu."
"Dulu??Kapan??
"Ya ampun, Resti. SMA...SMA, Res. Resti, aku Herman." Dia mengucapkan namanya setengah berbisik.
"HERMAAN..???" Setengah tak percaya kutatap wajahnya. Dia mengedipkan sebelah mata.
Ingatanku melayang ke masa-masa SMA, belasan tahun lalu. Ya, pada masa itu, Herman, teman sekelasku, adalah sisea paling tampan di sekolahku. Banyak murid perempuan yang mengincarnya bahkan tak segan menembaknya duluan. Tapi dia tak bergeming. Dia malah selalu mengajakku ngobrol di saat istirahat. Kami memang hanya mengobrol, ngalor ngidul. Tak seorangpun dari kami pernah mencurahkan perasaan kami masing-masing. Aku memang sempat memujanya seperti para gadis lainnya, tapi tak terlalu mengharapkannya. Selepas SMA kami berpisah, tanpa ikatan apapun. Tanpa ada rasa kecewa.
Du saat pesta pernikahanku lima tahun lalu, seorang teman dekatnya menyampaikan padaku, bahwa Herman sebenarny memendam rasa sayang dan cintanya padaku.
Ah..Hermaan.. andai kau dulu ucapkan padaku... Tapi aku sudah berusaha melupakanmu dan tak pernah lagi bertemu denganmu.
Setengah berbisik dia menyebut namaku, "Resti."
"Herman." Ingin ku memeluknya. Kami pun bersalaman erat, seakan tak ingin melepaskan genggaman ini. Dia menggincang-guncangkan tanganku dan aku menepuk-nepuk punggung tangannya.
Tapi..Ouch!! Sakiit!!
Tiba-tiba Herman menghilang dari pandanganku. Yang kuluhat adalah tiang bis kota yang tegak berdiri di hadapanku. Kulihat para penumpang memandangku. Ada yang tertaea geli ada yang heran.
Oh my God!! I'm dreaming!! Tak ada Herman. Aku malah menepuk-nepuk tiang bis kota ini.
Uh, malunyaaaaa!! Tiang bis kota sialan!!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
tulisan yang ciamik, renyah, dan crispy. Penulisnya kereeeeen
Bu Manik, tulisan yg sangat oke, kreatif dan mantap, membaca tulisan ibu, ingat jaman waktu sekolah guru krn ibu muridnya perempuan semua, kalau melihat murid STM/ Mahasiswa yg ganteng langsung ingin menggodanya he.. he.. he..
Tertawa geli juga aku. Bahasa nya menggoda buangeeet, isinya kereen!