Mara Youwoles

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Harapan yang tak pernah kembali

Harapan yang tak pernah kembali

Aku telah lulus SMA. Hari yang di tunggu telah tiba, saat itu di hari minggu ibu melepas kebergianku menuju kota yang belum pernah aku kunjungi, hanya mengenal namanya itupun dari cerita orang-orang. Tiba disore hari ibu melepas kepergianku dengan derai air mata sambil mengecup keningku dan berkata “ ibu tidak akan rindu kepadamu, pergilah raih cita-cita yang tak pernah lagi ibu dan ayah mu dapatkan” dalam hati terasa sesak mendengar kata-kata ibu.

Suara sepeda motor terdengar. Tanda keberangkatanku akan tiba, aku mencium tangan yang sudah keriput dan sedikit hitam di sisi setiap kuku, karna bekas menyadap getah tadi pagi. Aku menaiki sepeda motor yang dipinjam oleh ayah dari saudara. Roda berputar ,, aku ingin sekali melihat kebelakang,, ingiin sekali, tapi aku tidak berani karna pesan ibu.”jika kamu pergi merantau jangan sesekali melihat kebelakang supaya kamu tidak rindu dengan yang kamu tinggalkan.

Setiap desa yang kulewati hati ini tetap teringat dengan ibu,, air mataku tetap mengalir tak henti-hentinya hingga tak terasa sampai dipersimpangan jalan, aku turun dari sepeda motor dengan pikiran yang masih terasa tinggal dikampung halaman.

Bus antar kota tiba,, aku bersama kakak menuju sebuah kota kecil di kabupaten. Karna dengan melalui kota kecil itu aku bisa menuju kota yang lebih besar, setibanya disana kakak membeli tiket.

” bang beli tiket dua

“mau kemana bang?

“Medan,,

Aku dan kakak menunggu hampir dua jam, bus yang di tunggupun tiba,,

Ayo naik, naik, naik. Kata abang kernetnya.

Setelah semua penumpang naik, Bus melaju perlahan melewati tengah kota kecil yang baru aku singgahi. Kerlap kerlip lampu kota mulai hudup satu demi satu yang menandakan malam akan tiba. Pandanganku lurus kedepan melihat cahaya dari lampu kendaraan yang berlalu lalang. Sesekali abang kernet berseru, medan, meda, medan.

Sesaat aku terlelap, karna lelah karna menempuh jalan yang rusak bahkan harus sering turun dari sepeda motor untuk mencongkel tanah liat yang lengket di roda. Bisa dibayangkan dari lima belas kilo meter dari jalan lintas kabupaten hanya satu kilo meter yang ber aspal. itupun entah tahun bereapa terakhir kali di aspal.

Makan minum, makan minum, makan minum. Suara pak supir membangunkan seluruh penumpang,,, saya membuka mata melihat dari kaca bus.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post