Bejo dkk meninggalkan rumah dibalik rumpun bambu, suasana sekitar menjadi sepi seperti sediakala hanya suara hembusan angin disela-sela daun bambu dan burung berkicau. Dari balik rimbunan tanaman keluar seorang laki-laki muda umurnya tak lebih dari tigapuluhan, Ia berjalan menuju rumah dengan langkah pasti seperti sudah terbiasa dengan sekitar. Tangan kirinya memegang buku dan tangan kanan memegang bunga mawar, sampai didepan pintu sikunya mendorong pintu takut bunga yang dipegang rusak karena terdesak daun pintu. Kaki kanannya melangkah masuk ruang depan lanjut ke ruang tengah dimana terletak meja tulis, diletakkan buku dan mawar diatas meja. Sebelum duduk laki-laki itu menarik nafas panjang seraya tangan kananya menarik laci meja, diliriknya sesaat isi laci.

“ Mereka sudah ambil kembali …” sambil duduk mengembang senyum tipis dari bibirnya yang layu.

Wajah laki-laki ini senduh seakan menyimpan begitu banyak duka dalam hidupnya. Mata cekung dengan pandangan sayu kelihatan seperti kurang tidur. Biarpun model rambut kekinian tersisir rapi tapi pancaran kesedihan tak bisa ditutupi. Dibukanya buku diatas meja dibalik lembar demi lembar, ekspresi wajahnya terkadang tegang kemudian tersenyum dan…

Hiik…hiik…hiik… laki-laki itu menangis sambil menelungkupkan wajahnya diatas meja badanya gemetar menahan tangis, terisak menahan kesedihan yang dialaminya.

Tanpa disadarinya dibelakangnya telah berdiri gadis cantik. Gadis itu hanya diam membisu memperhatikan sambil terenyuh. Kadang kita perlu menangis untuk hilangkan rasa sedih dihati tanpa seorangpun tahu apa yang kita rasakan. Sambil memegang pundak laki-laki itu gadis itu berbisik, “ Kak Andre, ayo pulang sudah tengah hari nanti mama sama papa bingung cari “

“Kamu pulang dulu Vi, kakak disini dulu menjelang sore baru pulang” Pemuda yang bernama Andre itu menegakkan badan dan mengangkat mukanya yang basa dengan mata masih terpejam.

“Jangan kak, ingat pesan papa jangan lama-lama disini tidak baik untuk perkembangan kakak”

Andre membalikkan badan menatap Vivin adiknya semata wayang, gadis ini lebih tegar daripada aku.

Vivin tersenyum melihat kakaknya memandang lama, kasihan kak Andre begitu terpukul dengan kejadian itu. Wajahnya sama sekali belum pernah terlihat ceria hanya tersisa kesedihan yang menumpuk.

“ Baiklah…ayo pulang”

“ Nah gitu dong…sini mawarnya aku bawakan” Vivin menawarkan bantuan melihat kakaknya agak kerepotan membawa buku dan bunga mawar merah. Andrepun nurut menyodorkan bunga itu ke Vivin. Diliriknya pigura potret Nisa’ agak sedikit miring perasaanya mengatakan ada yang baru saja menyentuh. Berdua kakak adik itu melangkah keluar rumah berjalan menuju mobil di pinggir makam. Sebelum melangkah ke jalan utama mereka berhenti sebentar. Vivin berjalan turun menuju batu nisan bertuliskan Nisa’ , diletakkan mawar itu dinisan Nisa’ setelah berdo’a Vivin berdiri melanjutkan langkah menuju kakaknya berdiri. “ Ayo kak… nih kunci mobilnya”

Sepanjang jalan makam menuju mobil Vivin berjalan jingkat-jingkat dengan lincah mencari tanah yang tak berbatu sambil tertawa riang. Andre memandang tingkah Vivin dengan senyuman hambar tapi sedikit menghibur hati yang dirundung sedih.

Kakak adik itu masuk mobil dan Andre menghidupkan mesin, mobilpun melaju pulang ke rumah.

Cerme, 19 Juli 2020