Mardiyanto

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Begini Anatomi Kecurangan UN!

Begini Anatomi Kecurangan UN!

Seorang siswa meregang nyawa menenggak racun rumput. Tragis dan memilukan. Ada dugaan siswa mengakhiri hidupnya karena depresi mendapat intimidasi dari seorang oknum guru karena mengungkap kecurangan UN. Integritas UN yang selalu terkoyak setiap tahun mengindikasikan bahwa ada saja oknum yang memanfaatkan celah untuk menangguk keuntungan dengan cara-cara kotor. Tindakan semacam ini jelas bakal mempengaruhi watak dan karakter bangsa ini dalam skala massif yang kerap dicap suka menerabas. Oleh sebab itu, segala bentuk disintegritas UN mendesak untuk segera diatasi. Anatomi Kecurangan Jika kecurangan di dalam UN adalah bentuk kejahatan, maka mestinya solusi yang dilakukan, selain memproses hukum para pelaku juga mencari akar masalah mengapa praktik tersebut terus berlangsung. Maka, penting sekali memetakan anatomi kecurangan UN sampai ke akar-akarnya. Saya mengamati ada tiga masalah esensial yang ada di dalam tubuh UN. Pertama, sistem UN. UN sekarang memang bukan lagi penentu kelulusan siswa dari satuan pendidikan, tetapi ada titik rawan yang kemungkinan mendorong tindak kecurangan, yakni masih digunakannya UN sebagai syarat untuk masuk ke jenjang berikutnya. Pressure yang begitu kuat inilah yang memungkinkan beberapa pihak mencari jalan keluar dengan cara-cara tercela. Sejauh ini pemerintah juga masih kurang tepat memandang assesment (penilaian). Assessment, apapun bentuknya, harus digunakan untuk memberi support siswa dalam proses belajar. Assessment digunakan untuk mendeteksi apa yang dipahami maupun yang belum dipahami siswa. Oleh karena itu, assessment terhadap siswa sebaiknya dilakukan sepanjang masa sekolah, bukan di akhir masa sekolah seperti UN sekarang. Oleh karena itu, mestinya UN tidak diikuti oleh embel-embel untuk syarat apapun. UN harus dikembalikan pada hakikat penilaian itu sendiri, yang berfungsi untuk mensupport siswa. Kedua, persepsi kurang tepat masyarakat dan sekolah. Masyarakat keliru mempersepsikan UN, masyarakat sebagai penguna jasa pendidikan, lebih sering melihat nilai-nilai UN sebagai ukuran untuk menentukan sekolah unggul atau favorit. UN juga kerap menjadi patokan penilaian sosial-negatif di masyarakat sehingga meski bukan penentu kelulusan masih dianggap segala-galanya. Rata-rata siswa dan orangtua takut anaknya dicap “bodoh” oleh masyarakat jika tidak lulus UN. Sekolah pun setali tiga uang dengan masyarakat, banyak sekolah justru malah latah, dengan terus mendongkrak prestise sekolah agar dilihat sebagai sekolah unggul di masyarakat. Jika cara-cara yang dilakukan fair dan menjunjung tinggi integritas tidak menjadi persoalan, tetapi jika dilakukan dengan cara-cara tidak terpuji jelas menciderai nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Dua hal di atas menunjukkan bahwa anatomi kecurangan bersumber dari sistem dan persepsi sekolah dan masyarakat selama ini yang kurang tepat. Celah kekeliruan inilah yang kemudian menimbulkan mekanisme pasar, “ada permintaan ada barang”. Oleh sebab itu perbaikan sistem ujian yang komprehensif mendesak untuk dilakukan termasuk meluruskan persepsi keliru UN selama ini. Tanpa usaha seperti itu, disintegritas UN terus akan menjadi rutinitas tahunan.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Usulan yang bagus.. sebelum sama dengan konsep "JURUSAN atau PEMINATAN" ...!!

17 Apr
Balas



search

New Post