Mardiyanto

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Melek Baca di Ruang Publik

Sulit membangun peradaban tanpa (budaya) menulis dan buku.

(TS Elliot, Penyair AS 1888 - 1965).

Oleh: Mardiyanto*

Angka melek baca bangsa Indonesia menurut Unesco merupakan yang terendah di Asia Tenggara. Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2003 menunjukkan gambaran minat baca bangsa Indonesia. Data tersebut menggambarkan bahwa penduduk Indonesia berumur di atas 15 tahun yang membaca koran pada minggu hanya 55,11 persen. Sedangkan yang membaca majalah atau tabloid hanya 29,22 persen, buku cerita 16,72 persen, buku pelajaran sekolah 44.28 persen, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07 persen. Dapat ditarik simpulan bahwa tingkay melek huruf belum serta merta diikuti dengan tingkat melek baca.

Data di atas jika dikomparasikan dengan realitas di lapangan memang makin tampak nyata. Misalnya, aktivitas menunggu di ruang publik, baik ketika antri di rumah sakit atau Puskesmas, di bengkel mobil atau motor, di halte, atau barangkali di transportasi umum pun seperti bus , pesawat terbang, dan kereta api. Membaca tak lagi favorit, yang kentara justru orang yang sibuk dengan telepon genggam maupun gadget mereka masing-masing.

Pencangkokan Budaya

Dalam lingkungan perkotaan yang serba berubah cepat seperti sekarang ini, kita memang dihadapkan pada sebuah kultur masyarakat yang sedang beranjak maju. Tak pelak budaya urban ala Barat begitu mengemuka dewasa ini. Tak terkecuali menimpa kota-kota urban seperti Yogya, Solo, dan Semarang.

Saat ini akan dengan mudah kita menjumpai mal dan pusat-pusat belanja lainnya yang berjubel. Belum lagi pencangkokan budaya satu ke budaya yang lain yang tak mungkin terelakkan menjadikan masyarakat benar-benar majemuk dan unik.

Nah, berkait dengan topik di awal tulisan ini bahwa budaya menunggu masih diisi dengan sms-an, interneten, lamunan, bahkan tiduran. Masih jarang kita jumpai masyarakat yang memanfaatkan menunggu dengan kegiatan membaca. Bahkan tengara di lapangan misalnya di kalangan mahasiswa pekerjaan menunggu jam kuliah masuk lebih senang digunakan untuk ngrumpi ini-itu. Jarang kita jumpai sekolompok mahasiswa asyik membaca atau berdiskusi perihal mata kuliah ataupun isu-isu menarik di sekitar kita.

Meskipun demikian, letupan-letupan skala kecil kegairahan membaca masyarakat kita tampaknya tumbuh subur secara tak terduga di lapangan. Ambil contoh maraknya koran dinding di pinggir-pinggi jalan yang dilakukan swadaya oleh warga setempat cukup menarik minat para pejalan kaki ataupun pengendara motor untuk tertahan beberapa menit untuk membaca koran.

Meskipun hal sepele, yaitu membaca koran, akan tetapi tetap mereka membaca, tanpa disadari mereka toh telah mendapatkan ilmu dari membaca itu. Fenomena ini sungguh menarik apabila kita cermati.

Tanpa perlu berteori serba rumit, fakta dilapangan telah membuktikan bagaimana masyarakat kita sedikit-sedikit mulai paham apa makna ruang publik atau ruang publik yang selama ini melulu menjadi wacana semata di seminar-seminar.

Sederhananya ruang publik adalah sebuah ruang untuk berbagai kepentingan umum. Dimana setiap orang punya kebebasan untuk berinteraksi maupun melakukan aktivitas sesuai yang diinginkan. Manakah tempat-tempat yang bisa disebut ruang publik itu? Cukup banyak apabila kita sebut satu per satu. Seperti Jalan raya, trotoar maupun areal untuk santai (taman kota) maupun alun-alun. Secara lebih luas ruang-ruang publik itu bisa juga mencangkup ruang-ruang dalam sebuah bangunan seperti mal, rumah sakit, apotik, Bank dan lain sebagainya.

Untuk menjadikan sebuah ruang publik sebagai tempat membaca yang enak dan nyaman ada beberapa prasyarat yang mestinya harus dipenuhi. Prasyarat tersebut mencangkup dibutuhkan ruangan yang bersih dan tertata rapi, tersedianya tempat-tempat duduk yang memadai. Dalam amatan saya sejumlah bank-bank di Yogyakarta saat ini sudah tampil elegan dan menawan, begitu pula sejumlah rumah sakit juga semakin meningkatkan pelayanannya.

Lantas, bagaimanakah caranya bahwa ruang publik dapat sebagai mediasi gemar membaca. Ada cukup banyak cara untuk melaksanakan niatan tersebut.

Pertama, setiap pengelola ruang publik diharapkan menyediakan sejumlah bahan-bahan bacaan, baik koran, majalah, maupun buku-buku ringan semacam cerpen. Saya kira usaha ini tidak memberatkan bagi pihak pengelola, sebab dana tersebut dapat diambilkan dari dana sosial yang biasanya selalu ada. Disamping itu pemerintah kota juga dapat melakukan pasokan berupa majalah atau laporan pembangunan pemerintah kota sehingga dengan mudah masyarakat dapat mengetahui hasil pembangunan kota.

Kedua, usaha swadaya dari masyarakat yang sadar terhadap kegiatan membaca masyarakat. Langkah yang paling mungkin di tempuh adalah dengan mengkampanyekan pembuatan majalah dinding yang memajang koran lokal pada tempat yang strategis di kampung-kampung.

Disamping sebagai tempat warga mendapatkan informasi, tempat itu juga akan berfungsi sebagai tempat sosialisasi yang cukup efektif. Akhirnya tidak sekedar obrolan yang didapat tapi juga informasi seputar kondisi bangsa dapat mereka ikuti.

Upaya melakukan aktualisasi ruang publik sebagai mediasi gemar membaca adalah usaha “investasi” yang barangkali memang tidak langsung segera dilihat hasilnya. Butuh bertahun-tahun untuk menciptakan sebuah masyarakat yang melek membaca, upaya ini ibaratnya adalah langkah pertama yang akan segera diikuti langkah-langkah berikutnya.

Siapa tahu kelak, kita akan terbiasa di terminal, di stasiun, di bus, di kereta api, di taman, banyak orang membaca buku. Itu bukan mustahil!

Mardiyanto,M.Pd. Guru SMP N 2 Sukoharjo, Kab. Wonosobo

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

aamiin makasih mba....

28 Apr
Balas

Semangat dik, baarakallah

27 Apr
Balas



search

New Post