Mardiyanto

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tambahan Jam Pelajaran Jelang UN, Apa Untungnya?

Tambahan Jam Pelajaran Jelang UN, Apa Untungnya?

Ujian Nasional (UN) tahun 2017 sudah diambang pintu, sesuai jadwal yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pelaksanaan UN berlangsung secara bergelombang dengan jadwal, yakni pelaksanaan UN SMK: 3-6 April 2017, UN SMA/MA: 10-13 April 2017, UN SMP/MTs gelombang I: 2, 3, 4, 15 Mei 2017, dan UN SMP/MTs gelombang II: 8, 9, 10, 16 Mei 2017.

Sebab, sudah beberapa tahun terakhir UN bukan menjadi alat penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Walhasil, ketegangan jelang UN semakin mengendur di kalangan peserta didik dan guru lebih rileks dalam mempersiapkan UN.

UN 2017 juga menjadi pembeda dari UN sebelumnya karena Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) siap digelar di 30.617 sekolah baik SMP/Mts dan SMP/SMK. Progres Kemendikbud ini perlu mendapat apresisasi tinggi karena bakal membuat UN lebih komprehensif dan meredam angka kecurangan UN yang hampir terjadi setiap tahun.

Selain mempersiapkan perangkat pelaksanaan ujian, persiapan yang lazim dilakukan di sekolah-sekolah adalah dengan memberikan materi berupa les (pelajaran tambahan), khususnya mata pelajaran (mapel) yang diujikan, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, dan IPA.

Dalam teori belajar, les dikenal luas sebagai metode drill (tubian), sebab dalam praktiknya guru mendorong dan memotivasi siswa dengan memberikan latihan-latihan soal yang tersistematis merujuk kisi-kisi UN yang dikeluarkan oleh pemerintah. Metode drill dikembangkan oleh Skinner, teori ini lebih mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu stimulus dari luar (guru).

Secara teoretis, metode drill melatih peserta didik terhadap bahan yang sudah diajarkan/ berikan agar memiliki ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari (Sudjana, 1995:86). Dengan kata lain, metode ini menekankan kepada peserta didik untuk dapat terampil menjawab soal-soal yang sudah diprediksikan akan keluar secara berulang-ulang dan kontinyu.

Tubian, sebagai bagian dari metode pembelajaran melandaskan pemikiran bahwa semakin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Hubungan keduanya merupakan hubungan timbal balik, biasanya berupa tanggapan yang disertai dengan kepuasaan, seperti mendapat pujian dari guru, sehingga siswa ingin mengulanginya.

Secara teoretis tubian yang dilakukan guru-guru jelang UN tidaklah keliru karena metode ini diyakini efektif dalam mendongkrak nilai peserta didik. Metode ini mampu secara singkat dapat melatih siswa untuk memiliki keterampilan yang diharapkan sekaligus melatih peserta didik belajar rutin dan disiplin.

Namun demikian, tubian juga tidak luput dari sorotan negatif, yakni cenderung menumpulkan daya kreatif dan inisiatif siswa dan membentuk kebiasaan yang sifatnya otomatis dan kaku. Jika tidak pandai dalam mengelola kelas, tubian dapat menyebabkan kejenuhan dan semangat siswa dalam belajar kian menurun. Sebab pada umumnya, les dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung, dibutuhkan energi ekstra baik peserta didik maupun guru agar les dalam berlangsung optimal.

Dengan demikian, tubian yang gencar dipraktikkan di hampir semua sekolah perlu mendapat perhatian serius. Apakah benar-benar diperlukan ataukah tidak? Guru mesti pandai memilah-milah kapan tubian tersebut perlu dilakukan ataukah tidak.

Sebab, pada prinsipnya tubian akan berlangsung dengan baik, manakala siswa juga memahami konsep dengan baik pula. Oleh karena itu, sekadar memberikan driil soal kepada peserta didik tanpa dibekali dengan konsep yang tertanam di dalam kognisi siswa justru kontrapoduktif bagi perkembangan kognitif siswa. Sebab siswa dikondisikan seperti “membeo”, ketika model dan bentuk soal diubah, maka akan goyah pula jawaban siswa.

Untuk mengatasi hal tersebut, guru mesti mengimbangi tubian dengan memberikan model pembelajaran yang bermakna (meaningfull). Perlu diingat bahwa siswa bukanlah kertas atau gelas kosong, mereka memiliki pengetahuan yang mendukung proses pembelajaran.

Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Sebab, sekadar mengajarkan anak jalan pintas dalam menaklukan soal-soal, sama halnya membiakkan cara-cara instan dan menerabas yang tidak memberikan dampak positif bagi perkembangan siswa di masa depan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Untuk UN SMP 2,3,4 dan 8 Mei kang, mohon maaf koreksi biar ndak salah. Begitulah rutinitas sekolah2 menjelang UN

15 Apr
Balas

trims mas Samsul

17 Apr
Balas

SMP 2 Sukoharjo Wonosobo

05 Feb
Balas

SMP 2 Sukoharjo Wonosobo

05 Feb
Balas

Mohon maaf, ngajar di mana, Pak?

04 Feb
Balas



search

New Post