Menjadi Guru Penggerak Melalui Gerakan Literasi Sekolah tantanganke67
Rendahnya minat membaca dan menulis masyarakat ditengarai sebagai salah satu faktor penghambat pembangunan sumber daya manusia. Masyarakat pada umumnya mengetahui fungsi dan manfaat dari membaca, namun hal itu tidak serta merta berpengaruh pada minat. Sesuatu yang diketahui fungsinya namun tidak serta merta dilakukan.
Pembelajaran di sekolah sejak awal hanya mengajarkan keterampilan, bukan minat membaca. Siswa dijejali dengan rutinitas yang bersifat menghafal, bukan bernalar. Kita diajarkan membaca untuk mengafal, bukan membaca untuk kehidupan.
Beberapa penelitian menunjukkan betapa pentinngnya membaca bagi kesehatan otak. Seseoran pembaca buku sejak usia dini akan terhindar dari kepikunan ketika memasuki usia senja. Dalam kegiatan membaca, otak kita dituntut untuk selalu bekerja dan berupaya mengenali informasi yang ada dalam bacaan. Mengenali sistem lambang dan memahami kalimat, untuk menuntut otak selalu bekerja dan mencerna apa yang kita baca.
Kaitannya dengan keterampilan menulis, seorang penulis akan cenderung mengikuti gaya tulisan sesuai dengan apa yang dibaca. Kegiatan membaca merupakan asupan penting bagi seorang penulis untuk menuangkan idenya. Penulis memerlukan asupan gizi yang berasal dari kegiatan membaca. Maka memerlukan keseimbangan antara kegiatan menulis dengan kegiatan membaca.
Menumbuhkan minat baca dan menulis bukanlah hal yang mudah, apalagi di Indonesia. Pengakuan dan apresiasi terhadap keterampilan berbicara lebih tinggi dibandingkan seorang penulis dan pembaca. (Apa mungkin bangsa ini identik dengan budaya bercerita?) Anda bisa lihat pejabat atau orang-orang penting di sekitar kita, apakah mereka seorang pembaca buku yang baik atau bahkan penulis? Jika iya, berapa persentasenya?
Padahal dalam sejarah, bangsa ini memiliki Bung Karno dan Hatta yang seorang pembaca buku dan penulis yang baik. Ungkapan, “Saya rela dipenjara asalkan bersama-sama dengan buku,” Jelas bahwa dengan buku, seorang Bung Hatta akan merasa bebas. Menulis membuat beliau bebas menuangkan ide, karena dengan menulis Hatta merasa mendapatkan kemerdekaan, dibandingkan dalam kehidupan nyata, yang pada saat itu masih dalam belenggu kolonialisme. Dengan menulis, Soekarno bisa memotivasi orang- orang Hindia Belanda, Indonesia pada masa itu, untuk memiliki keinginan merdeka.
Beradasar dari beberapa fakta penting tersebut maka betapa pentingnya kegiatan baca - tulis dalam ihwal berdirinya negara ini. Dengan menulis, seseorang bisa menuangkan ide dan memotivasi orang lain!
Sebagi guru penggerak, gerakan literasi sekolah seharusnya tidak hanya sekadar membaca lima belas menit sebelum pelajaran dimulai atau sebagai rutinitas untuk kepentingan pelaporan akreditasi (laporan untuk kepala dinas). Penulis, selaku guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 5 Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, tidak hanya mewajibkan siswa membaca, namun perlunya menuangkan ide dalam bentuk tulisan dijadikan pembiasaan.
Salah satu langkah yang penulis lakukan adalah gerakan siswa menulis buku harian (diary). Siswa diwajibkan memiliki buku khusus untuk menuangkan isi hati dan idenya. Sebelum pelajaran dimulai, kita sebagai guru memeriksa tulisan milik siswa, bisa dalam bentuk cerita harian, puisi, atau gagasan dan ide untuk memajukan sekolah.
Program yang sudah berjalan selama dua tahun tersebut memiliki tingakat keberhasilan, terutama dalam membentuk karakter berpikir secara ilmiah dikalangan siswa. Karena berpikir ilmiah penting untuk menciptakan sarana berpikir runtut, apalagi sejak usia dini. Dalam kegiatan tersebut, secara teknis kita perlu mengajarkan proses menuangkan ide, mulai dari sebab, akibat, dan kesimpulan atau solusi dalam tulisan.
Program lain yang bisa dijadikan alternatif untuk gerakan literasi sekolah adalah ekstrakurikuler jurnalistik. Dalam kegiatan tambahan tersebut, sebagai guru Bahasa Indonesia, siswa kita ajarkan menulis mading sekolah, majalah, atau yang lebih baik melaui blog pribadi. Siswa akan bangga jika tulisannya dimuat majalah sekolah. Menjadi blogger dengan tulisan sastra akan membuat siswa jauh merasa “keren” dibanding siswa yang tidak memiliki blogg, karena blogg berbeda dengan media sosial.
Keteladanan menjadi faktor kunci. Jangan hanya bisa menyuruh siswa menulis, padahal Anda sendiri tak bisa mengegrakkan diri untuk menulis. Jangan menjadi guru pengerak jika Anda tak mampu mengerakkan hati untuk memberi keteladanan bagi siswa.
#tantangangurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar