Marhaen Wijayanto

Tak ada yang penting daripada inspirasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyelisik Patriarki Novel Indonesia yang Mendunia tantanganke70

Menyelisik Patriarki Novel Indonesia yang Mendunia tantanganke70

Indonesia memiliki sastrawan yang karyanya telah diakui oleh dunia. Hal ini dibuktikan dengan bentuk pengalihbahasaan karya ke berbagai bahasa di penjuru dunia. Chairil Anwar dengan karya fenomenalnya Aku, Buya Hamka dengan Tenggelamnya Kapal van Der Wick, dan Taufik Ismail dengan puisinya yang sering digubah dalam bentuk lagu oleh Bimbo.

Pramudya Ananta Toer, sastrawan paling produktif dalam jagad kepenulisan Indonesia, dengan karyanya yang berjudul Bumi Manusia bahkan telah dialih bahasakan ke lebih dari 20 negara. Pramoedya dengan karya-karyanya yang kontroversial mampu menyihir pembaca dari belahan penjuru dunia, sehingga berbagai penghargaan berhasil ia dapatkan. Tokoh Minke dalam novel tersebut, mengalami pergolakan cinta di era kolonial. Pram, bermaksud mengkritik politik etis pada masa prakemerdekaan yang masih mempertimbangkan siapa saya dan Anda?

Pram saat ingin mencetak Bumi Manusia harus rela berjuang melawan politik penguasa pada saat itu, karena didituding meyebarkan ajaran Lenin-Marxisme. Tuduhan tersebut tidak berdasar karena diambil dari sudut pandang politik, bukan analisis sastra secara murni yang justru lebih nasionalis. Beberapa bulan setelah dicetak, barulah bermunculan penerbit dari berbagai negara yang berlomba untuk mencetak Bumi Manusia.

Selain Pram, dunia kepenulisan Indonesia mencatat Ahmad Tohari yang menampilkan tokoh Srintil dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk, pemilik magnet tersendiri bagi pembaca di berbagai negara. Ahmad Tohari mengangkat unsur kewanitaan khas Indonesia yang tidak dimiliki oleh wanita dari negara lain.

Srintil dikenal sebagai seorang remaja yang pandai menari, dalam tradisi Indonesai disebut ronggeng. Perkerjaan seorang ronggeng, yang harus rela disawer para lelaki, menempatkan Srintil pada posisi dilematis. Dalam kisah tersebut, seorang ronggeng harus menjalani ritual “buka klambu” atau rela melepaskan keperawanan sebelum menjalani profesinya. Pada akhirnya, karena dipandang kurang terhormat, Srintil berniat meninggalkan pekerjaan sebagai ronggeng untuk hidup normal yaitu menikah dengan lelaki yang ia cintai.

Selain beberapa nama tersebut, panggung sastra Indonesia memunculkan penulis Eka Kurniawan. Karyanya berjudul Cantik Itu Luka menyita penikmat sastra di mancanegara. Selain telah diterjemahkan di berbagai negara, Cantik Itu Luka, menorehkan tinta emas dengan beberapa penghargaan yang didapatkan. Sangat kontroversial? Memang benar, karena gaya kepenulisan Eka Kurniawan yang cenderung bergaya Amerika Latin rentan mengundang polemik bagi pembaca lokal. Eka Kurniawan mendapat julukan Pramudya Ananta Toer junior karena karyanya yang brilian.

Tokoh Dewi Ayu dalam Cantik Itu Luka memberi kesan lebih “parah” daripada Srintil dalam Ronggeng Dukuh Paruk. Sosok Dewi Ayu harus bekerja sebagai pelacur untuk menyambung hidup. Di era kolonialisme, para tentara Belanda ditugaskan di timur jauh, sehingga para prajurit Belanda jauh pula dari pasangan hidup. Untuk mengusir kesepian, mereka menyewa para gundik dan pelacur.

Bermodal wajah cantik, Dewi Ayu meladeni seribu lelaki hidung belang selama hidupnya sebagai pelacur kelas atas. Hal itu mau tak mau harus dilakukan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Dalam catatan sejarah, rakyat Indonesia di era kemerdekaan memang hidup dalam lingkaran kemiskinan yang sangat memprihatinkan.

Kisah Dewi Ayu dan Srintil, identik dengan yang dialami oleh Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia. Dalam novel tersebut Pram memberikan peran Nyai Ontosoroh sebagai istri simpanan Tuan Tanah Belanda bernama Tuan Mellema. Bedanya dengan Srintil dan Dewi Ayu, Nyai Ontosoroh diperlakukan lebih manusiawi karena dipercaya untuk mengelola perusahaan besar milik suaminya. Hal itu terjadi karena kemauan Nyai Ontosoroh untuk belajar dari pengalaman hidup yang dialami.

Berdasar pada analisis tersebut sangat jelas bahwa paham patriarki sangat lekat pada karya sastra jempolan Indonesia. Paham patriarki dalam kamus besar bahasa Indonesa memiliki arti, sikap lebih mementingkan laki-laki dibandingkan wanita dalam masyarakat atau kelompok tertentu. Tema tersebut disadari atau tidak berhasil mengangkat sebuah karya sastra Indonesia ke dunia internasional. Sosok wanita Indonesia yang penurut dan di bawah lelaki sangat lekat pada Ronggeng Dukuh Paruk, Cantik Itu Luka, dan Bumi Manusia.

Meski pada ketiga karya tersebut wanita Indonesia ditempatkan pada posisi kurang menguntungkan, tetapi dari sanalah beberapa karya kita diakui oleh pembaca dari berbagai penjuru dunia, bahkan tema patriarki terkesan “mampu mewakili” Indonesia pada kancah sastra internasional. Wanita Indonesia selalu saja identik dengan pekerjaan dapur, mengurus anak dan berdandan. Sedangkan lelaki berada di atasnya, yaitu bekerja dan mencari nafkah. Hal tersebut telah sangat mengakar dan membudaya hingga sulit dihapuskan.

Tidak ada hal yang bisa kita lakukan selain memberikan dukungan bagi para penulis tersebut. Dukungan tentu saja dengan membaca karyanya dan membeli buku asli, bukan bajakan. Di waktu yang akan datang diharapkan akan muncul penulis yang menampilkan faktor “keindonesiaan” lain di panggung sastra internasional, selain nasib para wanita yang kurang beruntung trio Srintil, Dewi Ayu, dan Nyai Ontosoroh.

#tantangangurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post