Marhaen Wijayanto

Tak ada yang penting daripada inspirasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mewujudkan Kemerdekaan Belajar dan Potensi Terbaik Anak  tantanganke68

Mewujudkan Kemerdekaan Belajar dan Potensi Terbaik Anak tantanganke68

Sekolah fabel memiliki tiga orang siswa, si elang kecil, si tupai kecil, dan si ikan kecil. Mereka diajar oleh seorang guru yang terkenal cerdik bernama Pak Kancil. Mereka belajar kecerdikan hidup pada Pak kancil, sedangkan untuk hal-hal bersifat kodrati, ketiga binatang kecil itu belajar pada induknya. Burung kecil mampu melakukan gerakan terbang hingga ke angkasa karena diajarkan oleh induk burung. Demikian halnya si tupai kecil, ia mampu melompat dari dahan ke dahan karena diajarkan oleh induk tupai.

Pada akhirnya, si burung kecil mampu terbang dengan sempurna karena mewarisi apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Burung kecil tidak mewarisi keahlian terbang dari induk tupai, atau induk ikan. Induk tupai tidak pernah bisa mengajarkan terbang, dan induk ikan tak mampu mengajarkan melompat dari pohon ke pada anaknya.

Pak Kancil tidak bisa melompat di antara pepohonan, ia juga tidak mampu menyelam di air sepintar ikan, apalagi terbang? Semua keahlian itu didapat dari induk siswa. Ia hanya mengajarkan sesuai dengan keahlian yang dimiliki, yaitu kecerdikan

Berdasarkan analogi tersebut, sebagai orang tua, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyukseskan pendidikan anak. Seorang siswa berada di sekolah dalam satu hari enam sampai dengan sembilan jam. Selama di sekolah wajar Anda sebagai orang tua, memiliki harapan pada guru, karena waktu kebersamaan sepenuhnya berada di sekolah.

Apalagi bagi orang tua yang menitipkan anaknya pada lembaga pendidikan swasta. Karena dilatarbelakangi embel-embel “membayar” maka ekspetasi dan harapan orang tua lebih besar dibandingkan di sekolah negeri. Orang tua yang anakanya bersekolah di sekolah swasta cenderung tidak ingin anaknya gagal atau tak ingin rugi. Maka terbentuklah pola pikir, para guru di sekolah-sekolah swasta akan sedikit bekerja lebih keras dibandingkan para guru negeri. Mereka dihadapkan pada orang tua siswa yang tidak sekadar wali murid, namun juga “pelanggan,” atau istilah yang lebih halus adalah “konsumen”.

Para pendidik di lembaga pendidikan swasta, cenderung akan lebih “peras keringat membanting tulang,” karena mereka tidak dihadapkan pada zona nyaman. Sebuah wilayah yang berlawanan dengan quadran “kerja sedikit, tapi penghasilan melimpah”.

Percaya atau tidak, zona nyaman tidak ada dalam rumus sekolah swasta. Maka ketika kita berbicara sekolah swasta, jika ingin eksis, mau tak mau kita bicara juga tentang kualitas.

Pada lembaga pendidikan swasta, layanan maksimal dan harus lebih dari yang lain mau tak mau harus dilakukan, karena dengan modal kepercayaan, akan terbentuklah semacam brand image, sebagai bahan jualan merekrut siswa. Dari siswalah sekolah swasta itu akan bisa “bernapas,” berbeda dengan sekolah negeri secara umum.

Nah, beruntunglah Anda sebagai orang tua yang menitipkan anak di sekolah swasta yang mengutamakan mutu dan layanan, karena sebagai orang tua Anda bisa sedikit menuntut. Mau tak mau sekolah pun akan berusaha semaksimal mungkin dan diupayakan untuk tidak ditinggal. Apalagi guru, seorang guru di sekolah swasta akan berjuang demi perihal yang disebut “kepercayaan.” Setiap hari, anak akan disuguhkan dengan layanan maksimal oleh guru.

Hal itu berlaku jika siswa setiap hari berada di samping guru, jika tidak? Lagi pula tidak semua lembaga pendidikan menaruh mutu sebagai landasan utama untuk bernapas. Ada sekolah negeri dan ada juga sekolah swasta yang terkadang memiliki kiblat berlawanan. Ketika siswa itu tidak berada di samping guru untuk belajar, maka semua akan kembali pada orang tua. Sejauh mana orang tua memberikan dukungan untuk memperkuat apa yang telah diusahakan guru di sekolah.

Apalagi dengan merebaknya pandemic covid-19, Kemendikbud telah memberikan program belajar di rumah dalam bentuk pembelajaran secara daring sebagai upaya menanggulangi ancaman penyebaran pandemi corona yang semakin nyata. Ketika di rumah, seberapa jauhkah efektivitas pembelajaran daring yang dilakukan oleh sekolah? Apakah guru yang melaksanakan pembelajaran online memberikan bimbingan yang memadai atau sekadar tugas dan tugas?

Kita tak pernah belajar dari kegagalan masa lalu. Materi yang diberikan pada anak hanya berupa hafalan-hafalan dan teoretis. Selain membuat stress, hal itu justru bertolak belakang dengan kemauan kita sebagai orang tua yang ingin anaknya berhasil di sekolah. Kalau sudah seperti ini? Apa yang harus kita lakukan?

Raihlah tangan anak. Mari kita berperan sebagai induk tupai, induk burung, dan ikan seperti yang dibahas di awal tulisan ini. Kita ajak anak untuk lebih mengenali dunia kita sebagai keluarga seutuhnya. Selama ini, sadar atau tidak, anak terlalu berada dalam dunia luar rumah. Mereka ada dalam kendali sekolah. Melakukan sesuatu dengan tambahan kata “harus,” tetapi yang mengharuskan bukan orang tuanya melainkan orang lain.

Sesuper apapun seorang guru, belum tentu ia mengetahui potensi terbaik milik anak kita. Tidak semua sekolah sadar akan hal itu. Pendidikan kita belum sama dengan pendidikan di Finlandia, yang memetakan anak sesuai potensi sejak dini. Banyak anak di sekitar kita diminta pandai dalam sebelas mata pelajaran, padahal potensi anak tersebut hanya menjurus pada satu atau dua bidang saja. Hal tersebut mengundang tanda tanya besar, apa manfaat sekolah bagi kehidupan?

Anak kita dihadapkan pada kurikulum yang memerkosa potensi terbaik. Kita bisa lihat fenomena di masyarakat, banyak orang menjalani pekerjaan yang bukan berasal dari potensi terbaik yang ia miliki. Terus saja hal itu dilakukan dari kecil hingga dewasa, sehingga pada saat bekerja ia melakukan perihal menyimpang.

Misalnya, si anak dengan potensi bermain sepak bola kelas atas, tetapi gara-gara tidak tuntas untuk beberapa mata pelajaran, dia tidak naik kelas dan akhirnya putus sekolah. Di kemudian hari si anak tersebut bekerja bukan sebagai pemain sepak bola, melainkan pekerjaan berat yang bukan berasal dari bakat terbaiknya. Padahal jika guru di sekolahnya menyadari potensi terbaiknya, bisa jadi ia menjadi pemain sepak bola kelas dunia. Pemain bola kelas dunia tidak perlu menguasai seabrek bidang mata pelajaran!

Pendidikan kita belum merdeka, contoh lain misalnya, anak yang hanya memiliki potensi musikal tapi diminta menguasai semua bidang. Anak dengan potensi berhitung dan tidak mungkin jadi olahragawan harus memenuhi kriteria sebagai olahragawan. Kita yang benar-benar tahu potensi anak. Ajak anak berkembang sesuai dengan potensi dasarnya, dan bisa jadi bakat-bakat itu berasal dari Anda sebagai orang tua.

Ajak anak untuk memproklamasikan kemerdekaan belajar bersama Anda sebagai orang tuanya. Anak adalah tanggungjawab kita. Kemerdekaan belajar mereka adalah kesuksesan anak. Kemerdekaan dalam artian belajar sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Bukan kemerdekaan semu yang belum memeiliki arti apapun. Jangan biarkan anak Anda berada dalam pendidikan yang belum tentu berguna di kehidupan.

Hanya tupai yang bisa mengajari anaknya melompat, hanya ikan yang bisa mengajari anaknya berenang, dan anak burung hanya bisa belajar terbang dari induknya. Tidak semuah hal bisa didapatkan dari Pak Kancil yang hanya memiliki kecerdikan untuk diajarkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post