Senin, 16 Maret 2020 sekolah diliburkan karena pandemi covid-18. Sudah  8 bulan pembelajaran dilaksanakan secara daring. Di awal pandemi ketika sekolah mengumumkan tentang liburan dan siswa belajar di rumah, mereka begitu gembira. Sorak sorai gegap gempita , begitu senangnya mereka tidak dipungkiri kami guru-gurunya pun ikut senang dengan pengumuman tersebut.

            Mulailah dikenalkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) . Di awal PJJ siswa sangat antusis belajar via daring. Mereka mengikuti media pembelajaran yang dibuat oleh guru walaupun media yang digunakan sangat sederhana. Kala itu di awal pandemi karena memang guru belum siap dengan kondisi tersebut, hanya sebatas PPt ,video offline,classroom.Semua tugas yang diberikan guru, siswa serahkan tepat waktu. Walaupun ada sebagian kecil saja yang tidak mengerjakan karena kendala sarana tetapi semua masih bisa diatasi. Link presensi kehadiran pun selalu siswa isi tepat waktu.

            Bagaimana dengan kondisi PJJ tiga bulan terakhir ini ? Sangat berbeda dengan kondisi di awal PJJ. WAG (whatsapp group) sebagai media komunikasi saya dan siswa,mulai dipenuhi dengan tagihan-tagihan tugas siswa yang belum mereka serahkan. Bahkan link presensi harus selalu diingatkan. Guru mulai kebingungan, ditengah kondisi kejenuhan yang mulai memuncak guru pun dituntut untuk menemukan formula mengatasi kejenuhan siswa yang berdampak pada  pada tugas siswa dan absen siswa yang mulai kendor. Media pembelajaran yang digunakan oleh guru mulai adaptif disesuaikan dengan tren-tren kekinian yang didapat guru melalui webinar-webinar. Kualitas tugas mulai dikurangi. Guru mengikuti keinginan siswa demi mengatasi kejenuhan yang mulai merasuk. Berhasilkah ? Belum , karena pertanyaan siswa hanya satu yaitu “ Bu, kapan sekolah mulai masuk ?