Pemuda Harus 'Mikul Dhuwur Mendhem Jero' Orang Tua
Pendidikan karakter di era milenial sangat dibutuhkan seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern generasi muda sangat membutuhkan pendidikan karakter agar bangsa Indonesia tetap mempunyai ciri yaitu bangsa yang beradab atau bertata krama.
Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam kebudayaan dan adat istiadat yang harus dijunjung tinggi seperti budi pekerti dan berhati luhur harus terus dilestarikan. Tapi kenyataannya sekarang, kaum pemuda banyak yang sudah hilang nilai luhur budi pekertinya sehingga unggah-ungguh / tata krama terhadap orang tua sudah hilang. Selain itu moral pemuda sekarang juga sudah mulai luntur sehingga moral baik Semakin menipis terhadap kaum muda sekarang. Contoh saja seperti tawuran merajalela, penggunaan kata-kata yang memburuk, meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, kaburnya batasan moral baik-buruk, menurunnya etos kerja, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan adanya saling curiga dan kebencian antara sesama.
Untuk mencegah menipisnya moral yang bertambah parah, pendidikan karakter harus lebih ditingkatkan baik di lingkungan formal, informal maupun non formal. Ada satu peribahasa Jawa yang tepat untuk mendidik karakter anak bangsa yang sudah mulai hilang rasa hormatnya pada orang tua, yakni “Mikul Dhuwur Mendhem Jero”.
Saya ini anak dari kampung Tetapi orang tua saya setiap kali mengingatkan saya untuk selalu menghormati orang tua. Saya selalu diingatkannya agar dapat Mikul Dhuwur Mendhem Jero.
Mikul dhuwur, artinya kita harus menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik orang tua.
Mendhem jero, artinya segala kekurangan orang tua itu tidak perlu ditonjol-tonjolkan. Apa lagi ditiru!. Kekurangan itu harus kita kubur sedalam-dalamnya, supaya tidak kelihatan.
Dilihat dari segi agama maupun kebatinan “Mikul Dhuwur Mendhem Jero” itu merupakan realisasi daripada keimanan percaya kepada Allah SWT Tuhan YME. Perwujudan keimanan dalam hal ini adalah Mengakui sebuah kenyataan bahwa orang tua merupakan perantara lahirnya manusia. Allah SWT menciptakan manusia melalui orang tua, yaitu ayah dan ibu. Oleh karena itu, orang yang beriman, yang percaya pada Allah SWT , wajib menghormati orang tua. Karena orang tua itulah yang menjadi perantara kita sampai lahir di dunia ini dan mengasuh kita sampai betul-betul kita bisa hidup sendiri sebagai orang dewasa.Begitu juga sikap kita terhadap guru. Guru menjadi perantara kita sehingga kita mengetahui sesuatu, dari tidak bisa membaca sampai bisa membaca, dari tidak bisa menghitung sampai bisa menghitung. Begitu juga halnya sampai kita bisa menulis.
Peribahasa tersebut sebenarnya memiliki makna sangat dalam, yakni menjunjung tinggi derajat dan harkat martabat orang tua. Peribahasa tersebut mengajarkan kita agar mampu menjunjung tinggi derajat dan harkat martabat orang tua, tidak membuat aib dan cela untuk kedua orang tua . Selain itu kita harus bisa menghargai serta menghormati orang tua. Tidak hanya orang tua dalam arti sempit namun juga dalam arti yang lebih luas, yakni orang yang lebih tua, pemimpin, tokoh masyarakat dan sebagainya. Nama baik orang tua harus kita junjung setinggi-tingginya sehingga terpandang keharumannya.
Saat ini jarang sekali kaum muda yang mau menghormati orang tuanya, apa lagi menghormati pimpinan atau orang yang lebih tua. Anak-anak muda sekarang malah banyak yang mengecewakan orang tuanya seperti anak gadis dibawah umur sudah hamil duluan. Ini disebabkan karena tidak mendengar perintah dari orang tuanya. Maka dari itu, untuk membentuk moral dan karakter seseorang harus dilandasi oleh tindakan “Mikul Dhuwur Mendhem Jero”. Jika kalimat ini sudah diterapkan kepada jiwa pemuda maka akan memupuk moral dan karakter kaum muda untuk semakin baik. Setidaknya batasan moral antara anak dan orang tua dan norma tidak akan lenyap, terhapus arus globalisasi. Indonesia pun bisa semakin maju bukan hanya pada perekonomiannya saja namun pada karakter pemuda dan pemudinya .
Ditulis Mariono
Referensi :
buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, hal 165-169.
https://www-kompasiana/arsianto/makna-mikul-dhuwur-mendhem-jero/bagi-pendidikan-karakter.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap pak, Mohon maaf lahir dan batin
Terima kasih bu sama-sama