Pulpen Merah (bagian 1)
Pulang sekolah, kupandangi pulpen ini. Ku sambung patahannya dengan isolasi plastik. Berharap masih bisa dipakai untuk menulis.
Sebenarnya harga pulpen ini murah, bahkan membeli sepuluh lusinpun aku mampu. Tapi yang kulihat nilai pemberiannya bukan karena harganya.
Selesai disambung, lalu kuambil handphone dan menghubunginya. Kuminta dia untuk mengganti pulpen yang dipatahkan tadi. Namun dengan berbagai alasan, dia tidak mau membelikan yang baru. Walaupun harganya sangat murah.
Aku sangat sedih mendengarnya. Namun ku masih berharap, dia mau mengganti pulpen yang dipatahkannya. Andai dia tahu kalau pulpen pemberiannya sangat berarti bagiku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ulasan nya keren
ternyata menyimpan kenangan yang dalam, salam literasi penuh arti ....
Semoga akan mendapat gantinya, keren kisahnya Bu Mariyatul, sukses selalu