Marlis Fatma

Guru SMAN 1 Rao, Kab. Pasaman. Prov. Sumatera Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Secangkir Kopi Cinta Ibuku

Secangkir Kopi Cinta Ibuku

SECANGKIR KOPI CINTA IBUKU

Ibu selalu bangun tidur sebelum ayam jantan berkokok, dia akan masak air untuk minum dan menyeduh segelas teh manis sambil menunggu azan shubuh berkumandang. Kemudian ibu akan membangunkanku untuk shalat shubuh.

Selagi aku mandi, ibu akan menyiapkan secangkir kopi manis yang nikmat tiada tara, selalu pas paduan gula dan kopinya, mungkin karena ibu membuatnya dengan cinta. Kopi manis ditemani sepiring panganan kecil yang dibeli ibu di warung selalu tersedia di kamarku. Ibu menyiapkannya tanpa pernah mengeluh. Hal itu dilakukan ibu supaya aku tidak terlambat berangkat ke sekolah untuk melaksanakan tugasku sebagai guru.

Kemudian ibu akan duduk di kursi meja makan menghadap televisi sambil menunggu aku menyalakan televisi dan mencari acara ceramah pagi kesukaannya. Setelah itu aku langsung ke luar rumah menunggu mobil untuk berangkat ke sekolah.

Aku berangkat ke sekolah sekitar jam 5.30 selama lima hari dalam seminggu. Kalau lewat jam tersebut aku harus menunggu mobil berikutnya yang berangkat jam 6.00, dengan resiko terlambat sampai ke sekolah karena menempuh jarak lebih kurang 56 kilometer dengan rata-rata 2 jam perjalanan menggunakan kendaraan umum.

Oleh sebab itu setiap pagi aku selalu terburu-buru, bahkan kopi dan panganan tersebut kunikmati sambil berpakaian dan terkadang di atas kendaraan yang membawaku ke sekolah. Sampai di rumah hari telah sore dan langsung mandi serta shalat asyar. Kalau sore hari aku tidak rutin minum kopi karena itu ibu akan menanyakan terlebih dahulu sebelum membuatkan kopi dan dengan senang hati ibu akan melakukannya.

Sebenarnya, aku sudah berulang kali menyampaikan kepada ibu untuk tidak membuatkan kopi dan menyediakan penganan kecil setiap pagi. Kesannya aku terlalu manja dan kurang menghargai ibu. Tapi justru anggapan ibu sebaliknya, jika aku menolak berarti aku kurang suka dengan kopi buatannya dan itu membuatnya sedih. Ternyata kebahagian seorang ibu adalah bisa menyediakan menu kesukaan anaknya walaupun secara fisik anak tersebut sudah besar. Akhirnya kubiarkan ibu melakukannya asal dia bahagia.

Tahun 2013, ibuk kena struk ringan. Tapi tidak mengurangi aktivitas dan semangatnya. Ibu tetap rajin memasak dan menyiapkan secangkir kopi dan sepiring penganan untukku dan untuknya.

Untuk mengurangi aktivitas ibu memasak di dapur, tahun 2017 aku membeli kompor gas dan kukatakan pada ibu kompor gas ini sensitif dan mudah meledak. Didepanku ibu akan mengatakan "ya", tapi ketika aku berangkat ke sekolah ibu akan memasak lagi dengan berbagai alasan.

Mungkin ini salahku, karena bangun pagi setelah ibu bangun sehingga ibu lebih dulu melakukan aktivitas tersebut. Merasa tak enak hati, kemudian aku rubah kebiasaanku. Aku bangun lebih awal sebelum ibu bangun. Aku menyiapkan minuman dan sarapan pagi untukku dan ibu. Terkadang jika masih ada waktu aku juga memasak makanan siang untuk ibu. Namun aku lebih sering memasak sore sepulang dari sekolah atau malam untuk makan siang ibu esok harinya.

November 2018, Januari dan Maret 2019 ibu kena struk secara berulang disebelah kanan sehingga membuat ibu tidak bisa berjalan lagi dan hanya bisa duduk dikursi roda dengan bantuan kami anak-anaknya.

Juli 2020, kondisi kesehatan ibu semakin menurun, dia lebih banyak tidur dan tidak bisa lagi duduk dikursi roda. Pada akhir September 2020 ibu sempat tidak sadar dan setelah sadar kondisinya tidak jauh lebih baik dari sebelumnya. Ketika itu minuman teh telah diganti dengan minuman kurma sampai ajal menjemput tanggal 14 Desember 2020.

Sekarang semua itu hanya tinggal kenangan, ibu tidak bisa dan tak akan pernah menyiapkan minuman dan penganan pagi untukku, dan aku juga tak bisa melakukan hal yang sama untuk ibu.

Sehari setelah kepergiaan ibu, aku membuat secangkir kopi untukku, rasanya tawar, ada rasa yang hilang. Dengan berlinang air mata kuseruput kopi sambil mengenang bahwa tak kan pernah ada lagi secangkir kopi cinta buatan ibu. Ibu telah tiada, pergi untuk selamanya menghadap Sang Pencipta.

Kisah ini ditulis oleh Marlis Fatma, S. Sos., M.M seorang guru sosiologi di SMAN 3 Sumatera Barat, dia lahir di Lubuk Sikaping tanggal 3 Mei 1977. Untuk menghubunginya bisa melalui email [email protected] dan no WA 085364284354.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post