Marliza

Marliza, M. Pd . ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tanah Pekuburan

Marliza. M. Pd

Tagursiana. 178#

Rusdi tak habis pikir, kenapa mesti harus tanah yang sudah diwakafkan dan diperuntukkan untuk pandan pekuburan itu yang diusik dan mau dijual oleh Mak Utih. " Ini tidak boleh dibiarkan. Tapi bagaimana caranya?. Ahk Aku makin tak suka sama Mak Utih yang bersikap semena-mena. Tidak menghormati pesan leluhur. Ini penghinatan namanya". Rusdi geram dalam hatinya.

Rusdi mencoba mencari langkah agar ia bisa memberikan pemahaman pada kaumnya, tentang tanah wakaf pandan pekuburan itu. Tapi Mak Utih tetap pada pendiriannya. Karena Mak Utih orangnya selalu merasa benar dan orang lain salah. Bila ada orang yang memberikan saran dia tidak bersedia menerimanya bahkan ia merasa digurui. Memang dia seorang mamak, tapi intelektualnya, emosional dan spiritualnya masih rendah. Hanya egonyalah sangat tinggi. Inilah yang selalu menjadi pemicu pertengkaran dalam kaumnya. Ia merupakan Mamak yang kasar dan tidak mau bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dirinya serta keluarganya. Maunya santai duduk di kedai kopi, uang datang saja dengan sendirinya. Begitulah perilaku Mak Utih dalam kesehariannya.

Kini Mak Utih sudah melakukan negosiasi dengan pembeli meskipun tidak semua anggota kaum yang setuju atas keputusannya. Mak Utih tidak peduli. Ia merasa dirinya punya kuasa lebih dari yang lain, meskipun kedudukannya ada yang setara dalam kaum.

" Mak, kalau Mamak paksakan juga keinginan Mamak, akibat dari perbuatan Mamak, maka Mamak juga yang akan menerimanya nanti. Ingat itu Mak". Kata Rusdi pada Mak Utih malam itu. Mak utih memang tak peduli. Tanah yang merupakan pandan pekuburan itu pun disertifikatkannya lalu betul-betul ia jual.

Kini di samping pandan pekuburan itu telah mulai dibangun oleh orang yang entah dari mana asalnya. Ia pun tak peduli di samping rumahnya banyak sekali kuburan berjejer. " Apakah karena harga tanah itu dijual murah?. Entahlah. Yang jelas orang asing itu sudah menduduki tanah pusako yang sudah diwakafkan Angku kita untuk pandan pekuburan tapi kini sudah duduk orang asing di sana". Kata Rusdi pada Mak Uncu yang masih duduk di ruang tengah rumah gadang. Mak Uncu hanya merasa geram tapi tak mau bicara banyak, apalagi mempertentangkannya. Ia paham betul akan sikap Mak Utih yang arogan yang tidak mau diberi pengertian. Ia juga memahami kondisi Mak Utih yang sudah tua. Ia lebih banyak diam, hanya Rusdi yang selalu berpikir agar kekeliruan itu bisa diperbaiki.

Baitijannati.27092021*****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren alur ceritanya bu kep.... Tentang kearifan lokal, melestarikan budaya hidup bermamak kemenakan.

28 Sep
Balas

mks bun suportnya.sukses juga buat bunda.

28 Sep

Cerita yang selalu keren dan mengingatkan pada orang lain. Salam sehat dan sukses selalu bu cantik

28 Sep
Balas

mks bu Dequ cantik, moga sehat dan sukses selalu dengan semangat yang terus membara.

28 Sep

Cerita yang selalu keren dan mengingatkan pada orang lain. Salam sehat dan sukses selalu bu cantik

28 Sep
Balas



search

New Post