Marni Hartati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Berlomba untuk Kalah

Berlomba untuk Kalah

"Bagaimana kalau kita tidak lagi jadi juara 1? Tanya seorang peserta didik dengan ekspresi galau.

"Kalau kita kalah???" Imbuh yang lainnya dengan wajah cemas.

Dengan muka yang dibuat setenang mungkin (padahal kaget juga), mata dibuat teduh dan suara yang disetel merdu, saya sebagai guru mereka, dengan senyum termanis yang bisa saya berikan saat itu menjawab ,

" Nak, lomba ini bukan hanya masalah menang atau kalah, atau pada nomor berapa kamu berada. Ada hal lain yang lebih dari itu untuk bisa kita ambil hikmahnya, percayalah".

(cuplikan dialog nyata antara guru dan peserta didik di suatu lomba)

Sejujurnya pendidikan kita di sekolah terbiasa mengukur pencapaian peserta didik lewat angka-angka. Angka yang tercetak di buku raport sebagai dokumen hidup seseorang seakan adalah label pasti akan kualitas diri. Yang terjadi kemudian, peserta didik terbiasa diajarkan untuk menang yang disadari atau tidak mendorong mereka untuk berupaya terlalu keras menjadi pemenang dengan berbagai cara, dari cara yang baik bahkan buruk sekalipun. Mencontek, fenomena ‘copy paste’ atau plagiarisme karya tulis dan kasus beredarnya kunci jawaban US, UN maupun SBMPTN (atau apapun namanya) dari tahun ke tahun adalah salah satu indikasi bahwa menang bagi peserta didik adalah suatu keharusan.

Bagaimana mungkin peserta didik kita berani kalah jika dalam setiap buruknya angka yang mereka dapatkan selalu diganjar dengan hukuman baik akademis maupun psikologis. Peserta didik yang nilainya dibawah ketentuan akan serta merta diberi label gagal. Sebagai konsekuensinya kemudian diganjar dengan serangkaian proses remedial yang kehilangan fitrahnya karena ternyata lebih banyak proses “remedial” yang diberikan bukan berupa “remedial teaching” namun dipaksa disederhanakan dengan pemberian “remedial test”,_ yang penting nilai peserta didik berubah ke angka kriteria ketuntasan minimal dan tidak pakai repot. Yang jauh lebih memberatkan adalah hukuman psikologis yang diterima saat mendapati mereka divonis kalah dan gagal. Sindiran, cemoohan dan bahkan ketidakpedulian guru atau sesama peserta didik terhadap kekalahan yang diderita adalah penderitaan lain yang mendera.

Mempersiapkan peserta didik untuk kalah, belajar dari kekalahan dan kemudian bangkit berupaya lebih keras untuk mencoba menjadi pemenang dalam kesempatan lain adalah solusi yang diberikan agar peserta didik siap menghadapi masa depannya.

Pengertian Kalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kalah adalah tidak menang atau dalam keadaan tidak menang; dapat diungguli lawan. Peserta didik perlu paham bahwa menjadi kalah atau diungguli oleh lawan adalah hal yang lumrah dalam hidup. Menjadi kalah bukan berarti akhir dari segalanya, bukan pula aib yang harus ditutupi. Perlu ditekankan bahwa dalam kompetisi atau perlombaan dipastikan akan menghasilkan pemenang dan pihak lain yang kalah. Sangat jarang terjadi dalam lomba semua peserta dinyatakan menang atau kalah seluruhnya. Jadi, jangan takut ikut lomba karena kita sudah paham aturan mainnya.

Belajar dari Kekalahan

Setelah peserta didik mampu menerima konsep kalah, maka langkah selanjutnya adalah memberikan waktu kepada mereka untuk melakukan introspeksi diri. Melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat) perlu dilakukan untuk membantu peserta didik mengenali jati diri mereka dengan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang berasal dari dalam maupun dari luar diri sebagai bahan pembelajaran yang bermakna.

*Saat peserta didik paham akan kekuatan (Strength) yang mereka miliki maka peserta didik akan mampu dipenuhi rasa bersyukur dan percaya diri.

* Saat peserta didik mendapati kelemahan (Weakness) yang ada pada diri mereka, maka mereka akan belajar bahwa tidak ada manusia yag terlahir sempurna sehingga menjadi bahan pengingat agar tidak boleh muncul sifat jumawa apalagi kemudian merendahkan orang lain.

*Mengidentifikasi kesempatan (Opportunity)yang tersedia akan memberikan pelajaran kepada peserta didik untuk selalu siaga dan responsif dengan kesempatan yang diberikan baik besar maupun kecil. Berani mengambil dan menciptakan kesempatan adalah sifat lain yang ingin kita tumbuhkan kepada peserta didik mengingat kesempatan ternyata tidak hanya harus dicari namun juga mampu diciptakan.

*Mengidentifikasi ancaman (Threat) mampu memberikan pembelajaran kepada peserta didik untuk senantiasa waspada terhadap kemungkinan buruk yang bisa datang darimana dan kapanpun sehingga lebih siap dengan penangkal maupun solusi atas ancaman yang datang.

Bangkit dari Kekalahan

Setelah rangkaian langkah-langkah diatas ditempuh maka langkah pamungkasnya adalah bagaimana kemudian meyakinkan peserta didik untuk tidak takut (lagi) berlomba dan bangkit berupaya lebih keras untuk mencoba menjadi pemenang dalam kesempatan lain. Ternyata, dimanapun, kapanpun, bagaimanapun, menang atau kalah hanya masalah waktu. Barang siapa yang terus berupaya memperbaiki diri bahkan dari kekalahan yang paling telak sekalipun maka akan selalu ada kesempatan yang diciptakan untuk dimenangkan.

So....................

Kalah??? Siapa takut?!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

penumbuhan karakter yang harus dibudayakan, bukan sekadar menang atau kalah. btw, tulisannya bagus bangeeet

28 Mar
Balas

Terima kasih pak, saya belajar banyak dari para master menulis di gurusiana.

28 Mar

MUANTAP, Bu Marni. Aku padamu dech ...!

29 Mar
Balas



search

New Post