Bu Guru BerGuru di Negeri KanGuru (Edisi Makanan)
Perjalanan keluar negeri tetap selalu menjadi perjalanan yang luar biasa dan patut untuk dikenang. Entah untuk pengalaman yang baik atau bahkan pengalaman buruk sekalipun yang bisa saja terjadi selama perjalanan. Lebih dari itu semua adalah bagaimana kemudian kita mengambil pelajaran berharga yang bisa kita jadikan bahan untuk kita bagi dan ceritakan kepada siswa mengingat kita adalah seorang pendidik. Pendidik adalah bukan saja guru yang mentransfer ilmu pengetahuan, namun lebih dari itu adalah guru, sosok yang patut untuk di gugu dan ditiru. Digugu karena guru dianggap lebih kaya pengetahuan dan pengalaman dan ditiru karena dari pengetahuan dan pengalaman yang didapat itulah kemudian guru muncul sebagai sosok yang memiliki karakter baik dan menginspirasi.
Perjalanan kali ini adalah perjalanan 21 hari penulis bersama 50 guru terpilih hasil seleksi dari kabupaten Subang yang berhasil diberi kesempatan untuk menjelajah dan utamanya belajar banyak hal dalam program Teacher Professional Development di Australia lebih tepatnya di Adelaide, Australia Selatan, negeri kanguru.
Perjalanan dimulai dengan serangkaian Pre Departure Training yang diberikan oleh alumni program yang sama di tahun sebelumnya yang mencakup orientasi kegiatan, “some do’s and don’t’s” (apa yang boleh dan tidak boleh) selama di Australia dan apa saja tagihan susulan sepulang kami dari Adelaide yang diharapkan dapat diaplikasikan di Kabupaten Subang, atau minimal di sekolah masing-masing guru peserta.
Dalam bagian 1 kali ini, penulis yang adalah seorang ibu guru akan bercerita tentang pengalaman beradaptasi dengan kebiasaan dan budaya masyarakat Adelaide yang berkaitan dengan makanan. Makanan dianggap sangat penting dalam kita melakukan perjalanan jauh dari rumah apalagi ke negeri yang notabene memiliki jenis makanan yang berbeda dengan negara asal kita. Lagipula, sesuatu yang biasanya kita “kangenin” saat kita berada di negeri orang adalah rasa makanan yang seperti memaksa kita agar segera pulang.
Satu hal yang paling mendebarkan setelah menunggu pengumuman peserta yang lolos adalah dimana kami akan ditempatkan. Jauh hari sebelum keberangkatan, kami sempat khawatir tentang siapa yang nanti akan menjadi “House Family” (induk semang) selama 21 hari kami di Adelaide. Banyak cerita dari teman-teman peserta tahun sebelumnya bahwa ada sejumlah kejadian yang menyenangkan seperti betapa membahagiakannya teman-teman saat seperti dianggap seperti keluarga sendiri oleh HF. Hal ini terbukti dengan masih intensifnya mereka melakukan kontak dengan HF walaupun program sudah lama berakhir. Sejumlah teman-teman ada yang mendapat HF keluarga asli asal Indonesia yang sedang menetap di Adelaide atau ada sejumlah lain teman-teman mendapatkan warga negara Australia yang salah satunya berasal dari Indonesia karena ikatan pernikahan. Tersebut nama Wayan, orang Indonesia yang menikah dengan warga Australia yang kemudian memilih kewarganegaraan Australia. Artinya untuk teman-teman yang beruntung seperti ini, mereka tidak akan kesulitan dengan makanan dan kebiasaan apalagi budaya. Relatif setiap hari, mereka akan disuguhi nasi, dan lauk pauk khas Indonesia. Orang Indonesia terkenal dengan jargon, “Kalau belum makan nasi, makan apapun tetap dianggap belum afdol makan.”
Lain lagi cerita teman-teman yang mendapat HF asli warga negara Australia. Keluhan utama yang pastinya sering terucap adalah tentang makanan. Setiap hari mereka akan disuguhi makanan asli kebiasaan orang Australia makan. Untuk sarapan, mereka mendapat sandwich dengan isi “omelet” atau tuna plus dengan acar. Jangan bayangkan sandwich yang biasa kita dapatkan di gerai fastfood Indonesia ya. Disana ternyata sandwich yang diberikan adalah sandwich dengan rasa relatif tawar dan lebih banyak berisi sayuran mentah. Sebenarnya makan makanan jenis ini akan dianggap biasa buat yang sudah terbiasa, bayangkan jika ini menimpa teman-teman yang baru pertama kali bepegian ke luar negeri dan setiap hari harus memakan makanan yang relatif hampir sama selama hampir satu bulan. Untuk makan malam, mereka akan mendapatkan makanan berat khas Australia semisal steak daging kanguru atau makanan khas Itali seperti lasagna atau spagheti karena kebetulan HFnya orang Italia. Pokoknnya, ga ada nasi, ga kenyaaaaaaang!!!!.
Ada tiga solusi yang bisa diambil jika itu terjadi.
Pertama, karena waktu observasi kami dibagi dalam sejumlah kelompok, maka biasanya kami akan membuat janji dengan teman sekelompok untuk saling berbagi atau bertukar makanan saat makan siang di sekolah yang kami kunjungi. Kebetulan saya dan satu teman ditempatkan di satu HF yag sama yaitu warga negara Australia hasil migrasi dari Filipina maka kami beruntung makan nasi tiap hari dengan lauk pauk yang relatif hampir sama dengan yang kami dapat di Indonesia walaupun, harus saya akui, makanan Indonesia memang tak ada duanya dalam rasa dan variasi pilihan. Makanya saya biasa membawa makanan lebih banyak untuk dimakan bersama dengan teman-teman yang setiap hari harus makan sandwich untuk bekal sarapan dan makan siang mereka.
Solusi kedua yang ditawarkan dan biasanya jarang diambil adalah, kita bisa membeli makanan khas Indonesia di restoran atau warung makan Indoensia yang tidak banyak di Adelaide. Rasa yang ditawarkan, sama persis dengan yang di Indonesia karena pemilik dan kokinyapun orang Indonesia asli. Sayangnya, harga yang ditawarkan relatif mahal untuk kantong saya yang terbiasa memasak sendiri dengan bahan-bahan yang saya beli di pasar tradisional. Satu porsi nasi goreng yang menurut saya porsinya relatif besar, yang bakal cukup untuk 2 ibu-ibu yang lagi diet dibandrol dengan harga 12 dolar Australia. Satu mangkuk bakso spesial bisa dipatok harga sampai 15 dollar. Kalau dengan kurs mata uang Indonesia maka akan terasa sekali beratnya mengeluarkan lembaran dolar dalam sekali makan mengingat 1 Dollar Australia sepadan dengan Rp.10.000. Kebayang khan beratnya mengeluarkan 150 ribu rupiah untuk semangkuk bakso??? Itu belum beli minum loh….
Solusi terakhir buat yang jago dan mau memasak adalah memasak sendiri dengan bahan-bahan yang disediakan oleh House Family dengan bumbu jadi dalam kemasan yang sudah kita persiapkan dari Indonesia. Untuk yang suka pedas seperti saya, pastikan kita membawa sambal dalam kemasan botol atau sambal/cabai kering yang sudah biasa kita temukan di Indonesia. Jangan khawatir dengan pemeriksaan selama di bandara. Biasanya mereka tidak akan rewel bertanya-tanya tentang makanan asalkan makanan yang kita bawa adalah makanan yang sudah dikemas pabrik ataupun dikemas dengan sangat rapih sehingga tidak menimbulkan aroma yang memancing anjing pelacak..he..he…..
Nah karena saya agak kurang suka memasak dalam perjalanan saya kali ini ke luar negeri maka saya memutuskan untuk tidak memasak karena menurut saya waktu yang kita pakai untuk aktivitas memasak itu sama seperti menyita waktu saya untuk belajar dan jalan-jalan menyelusuri Adelaide dari ujung ke ujung. Sebelumnya memang saya diingatkan oleh teman yang sebelumnya mendapat HF yang sama bahwa mereka akan mempersilahkan kita untuk memasak sendiri. Namun dengan komunikasi yang baik dilandasi kejujuran dan keinginan yang sangat besar untuk belajar dan jalan-jalan, he…he, maka kami menyampaikan ke HF bahwa kami ingin mereka yang meyiapakan makanan untuk kami bawa setiap harinya. Jadi, apapun yang mereka masakan buat kami, sudah pasti kami lahap, toh yang penting ada sambal dan cabe kering yang selalu tersedia di ransel kami.
Selain makan, hal penting lainnya adalah minum. Adelaide terkenal dengan cuaca yang tiba-tiba ekstrim. Dalam satu hari bisa saja di pagi hari suhu bisa jatuh diangka 4 derajat celcius namun siangnya bisa sampai 40 derajat lebih. Artinya pastikan bahwa tubuh kita tidak akan kekurangan cairan dengan banyak mengkonsumsi cairan baik juice buah atau air mineral. Kalau mau hemat pastikan kita sudah menyiapkan minuman dari rumah yang kita jadikan sebagai botol isi ulang dalam perjalanan. Air mineral di Adelaide sebenarnya murah kalau belinya satu botol kecil dalam satu hari tapi kalau kayak saya yang dari pagi sampai malam sukanya jalan, pastikan untuk mengisi ulang botol minum kita dengan air yang bisa kita dapat dari fountain yang banyak didapat ditempat-tempat umum bersih, sehat dan GRATIS.
Bicara tentang makanan, saya kemudian belajar banyak hal dari mereka, diantaranya adalah hemat, dan ringkas. Orang Adelaide (termasuk banyak dinegara maju lain sebenarnya) ternyata terbiasa dengan mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan saja. Jarang terjadi ada makanan yang terbuang percuma. Bahan makanan atau makanan yang tidak habis, akan mereka bungkus kembali dengan rapih dan disimpan di lemari pendingin. Jika makanan tersebut akan dikonsumsi kembali maka akan mereka hangatkan di microwave yang tidak akan merubah tekstur dn rasa sebagian besar makanan. Cara ini terbukti efektif menekan anggaran pengeluaran mereka dalam membelanjakan makanan kebutuhan sehari-hari.
(Di kali kesempatan saya akan bercerita tentang “tragedi microwave” kejadian lucu, mendebarkan, memalukan namun memberikan saya pelajaran hidup yang warna-warni.)
Yang berikutnya adalah ringkas. Jenis makanan yang mereka konsumsi diolah dengan amat ringkas. Jarang terjadi mereka memasak makanan penuh bumbu rempah yang seperti biasa kita lakukan selama di Indonesia. Bumbu andalan mereka hanya garam dan gula yang itupun makin kesini, mereka mulai mengurangi kadar gula dan garam dalam makanan karena dianggap lebih sehat.
Benar kata pepatah "Lain Lubuk, Lain Belalang, Lain Negara Lain Pula Rasa Makanannya"
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
sip. Meni murwakanti kitu eta judulna, hehehe ....