Elang itu masih bertengger di pucuk cemara, ketika purnama mulai hadir menyapa malam. Aku masih terpaku dalam lamunan, terbias masa bahagia dalam pengayoman ayahanda. Kehampaan ini sungguh merenggut segala daya yang ada. Tubuhku serasa tak bernyawa. Aku masih terdiam dalam kesendirian. Rasa putus asa dalam hatiku telah meluluhlantakkan jiwa ragaku pasca kepergian ayahanda. Hiruk pikuk dunia seolah tidak mampu membangkitkan jiwaku yang kosong. Begitu berartinya kehadirannya dalam hidupku.

Aku telusuri jejak-jejak langkahmu di jalan setapak desa ini. Bagaimana aku bisa lupa, jejak itu masih begitu jelas membekas di pematang sawah ini. Dengan memeluk sekeping rindu, aku jalani ritme hidup ini. Dengan semangat perjuangan yang selalu engkau kobarkan di dadaku, aku arungi perjalanan ini.

Sepatah pesan yang pernah engkau sematkan di hatiku,”tetaplah berjalan di atas kebenaran, meskipun itu sulit. Tujuan hidup ini bukan hanya sesaat , tapi di kemudian hari kita akan menuai segala yang kita kerjakan”. Masih kuingat, engkau begitu mengkhawatirkan kami, anak-anakmu. Ayahanda, your advice is a command. Akan aku nyalakan semangat impianmu, akan aku sematkan namamu di relung hatiku. Hanya untukmenikmati senyummu. Di peraduan damai keabadian.

Slawu, 18 Oktober 2021