Guru Jempol VS Guru Jempolan (tantangan menulis gurusiana hari ke-7)
Tidak disangkal bahwa berbagai teknologi ciptaan manusia merupakan sarana untuk mempermudah hidupnya. Apabila dahulu petani membutuhkan waktu berhari-hari mencangkul sawahnya kini dengan mesin dalam waktu sebentar dapat diselesaikan. Dalam dunia perusahaan seorang pimpinan membutuhkan waktu lama untuk mengkontrol kedisiplinan karyawan atau buruh mereka. Dengan persoalan tersebut diciptakan mesin yang dapat dengan akurat merekam kehadiran karyawan/buruh pabrik setiap harinya. Ini sangat berpengaruh terhadap produktifitas usaha.
Kemajuan teknologi dalam bentuk presensi sidik jari atau yang lebih popular dengan Fingger print kini juga digunakan dalam dunia pendidikan. Baik di tingkat perguruan tunggi untuk mengontrol kehadiran mahasiswa dan dosen, sekolah untuk mengkontrol kehadiran guru dan karyawannya, bahkan beberapa sekolah menggunakannya untuk mengkontrol siswa-siswinya. Tidak ada yang salah dalam penggunaan finger print di sekolah. Hanya saja perlu dimaknai bahwa mesin hanyalah alat bantu saja. Semua kualitas dan tujuan lembaga kembali pada manusia yang menjalankannya.
Akhir-akhir ini beberapa lembaga pemerintah menggunakan finger print sebagai alat mengontrol kehadiran pegawainya. Bahkan madrasah di beberapa propinsi termasuk di DIY mulai menerapkan finger print sebagai alat kontrol guru dan karyawannya. Berbagai reaksi baik positif maupun negatif bermunculan atas pemberlakuan kebijakan ini.
Beberapa yang menilai positif pemberlakuan kebijakan ini berpendapat bahwa guru harus dikontrol sedemikian rupa sehingga memiliki integritas tinggi kepada pemerintah. Produktifitas kerja seorang guru harus dibuktikan dengan bentuk kehadiran real dan dibuktikan dengan print out finger print. Kedisiplinan adalah nafas dan pangkal keberhasian seorang guru. Guru sebagai suri tauladan siswa-siswi harus memberikan contoh sikap disiplin salah satunya dengan melakukan finger print kedatangan dan pulang bahkan istirahat siang. Fingger kedatangan membuktikan bahwa guru tersebut datang tepat waktu dan fingger print pulang menunjukan bukti bahwa guru tersebut tidak korupsi waktu dengan pulang juga tepat waktu. Sedangkan finger print istirahat adalah bukti bahwa guru yang bersangkutan berada di tempat (madrasah) sebagai bukti bahwa ia benar-benar melaksanakan tugas.
Beberapa yang menilai negatif berpendapat bahwa mesin hanyalah mesin. Suatu ketika dapat keliru dan tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Bahkan banyak guru yang menjadi disiplin karena adanya finger print, namun kedisiplinan tersebut hanyalah disiplin semu. Ia hanya disiplin melakukan fingger. Produktifitas sebagai guru tidak ada korelasi dengan kedisiplinannya melakukan finger print. Ketidakadilan dapat terjadi manakala seorang guru terlambat dapat mengurangi bahkan menghilangkan hak menerima tunjangan profesinya, namun bila ia lembur tidak menambah income terhadap tunjangan yang ia peroleh semisal dengan bonus tambahan atau sejenisnya layaknya buruh pabrik yang bekerja over time dihitung lembur dan akan mendapatkan uang lembur.
Profesi guru adalah profesi yang unik. Profesi unik karena memiliki kekhukhusan yang tidak terdapat pada profesi lain. Ia bukan pegawai yang saat istirahat dapat menanggalkan kesibukannya / pekerjaannya sementara waktu. Keunikan seorang guru lainnya adalah karena profesi guru tidak lepas dari peran serta membangun peserta didik dan menjadi pendidik di lingkungan masyarakat. Guru tidak dapat menanggalkan baju profesi sebagai guru walaupun sudah berada di rumah. Ia memiliki peran-peran sosial yang sangat dibutuhkan masyarakat. Apabila peran-peran tersebut ditinggalkan hanya karena mesin bernama finger print maka, guru menjadi profesi yang tidak berbeda dengan buruh pabrik atau karyawan perusahaan.
Penggunaan finger print bagi guru dapat saja diberlakukan sebagai alat ukur kedisiplinan. Namun alat ukur ini sebatas kehadiran guru tersebut di tempat kerja. Adapun alat ukur kinerja dan kualitas kerja tidak dapat diukur dengan alat tersebut. Akibatnya pemberian sanksi yang tidak sebanding dengan kelalaian melakukan finger dapat dihindari. Sebagai contoh ketidakhadiran seorang guru tidak perlu diberikan sanksi sehinga menghilankan haknya sebagai guru entah dalam hak penerimaan tunjangan profesi maupun yang lainnya.
Selain menggunakan finger print pengukuran kedisiliplinan juga dapat lebih efektif manakala penerapan penilaian kinerja guru benar-benar diterapkan secara professional. Justru alat ukur yang lebih tepat dan sesuai dengan kebijakan peningkatan kualitas pendidikan harus lebih diperhatikan bukan sekedar mesin finger print.
Apapun mesin yang digunakan untuk mengukur kedisplinan guru, kunci utamanya adalah karakter building guru yang bersangkutan. Sehebat apapun sistem termasuk penerapan PKG dan Fingger print jika guru tidak memiliki keinginan maju maka cita-cita pendidikan tidak dapat tercapai.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar