Perjalanan Suci Hati (1)

# Day_8 (2)

# Tantangan Gurusiana

# Marwati, MTs N 6 Kulon Progo

# Opini

Mengenang kembali perjalanan tujuh tahun yang lalu saat kami (saya dan suami) menunaikan ibadah haji. Perjalanan yang tidak pernah bisa dilupakan, bahkan pada setiap detailnya. Setiap peristiwa masih tersimpan erat dalam hati. Karena pada dasarnya yang dilakukan itu adalah perjalanan hati.

Masih terbayang dengan jelas waktu itu malam tanggal tujuh Dzulhijah, adalah malam terakhir kami sholat Isya’ di Masjidil Kharam sebelum berangkap ke Arafah untuk melaksanakan wukuf. Saat berdoa di depan Ka’bah hanya doa panjang kami langitkan. Kami tergugu dalam pinta. Doa agar dimudahkan dalam melaksanakan serangkaian ibadah haji. Malam itu sejuta rasa yang ada dalam hati. Ada harap, cemas, takut, tapi ingin segera menjalaninya.

Sebenarnya kami dianjurkan untuk tidak sholat di Masjidil haram malam itu oleh para pembimbing. Alasannya untuk menghemat energi karena perjalanan haji yang sesungguhnya akan segera dilaksanakan. Begitu banyak pesan dari pembimbing yang disampaikan kepada kami untuk berjaga dan berharap perjalanan haji sesungguhnya bisa berjalan dengan lancar.

Kami tetap pergi ke Masjidil Haram sejak Ashar, Magrib, dan Isya’. Rasanya sangat sayang bila kesempatan sholat di Masjidil Haram dilewatkan begitu saja. Kami justru merasa sangat damai dan siap melaksanakan perjalanan suci setelah memanjatkan segala pinta di depan Ka’bah.

Kami pulang ke pemondokan dengan kepasrahan total. Kami hanya berharap dijauhkan dari kesulitan dan diberi kemudahan.

Joglo Mawar, 17 Juli 2021 (7 Dzulhijah 1442)